Senin, 03 November 2014

MAHASISWA SEBAGAI PEMIMPIN yang BERBUDAYA

Realita berbicara bahwa mahasiswa secara historis telah mencatatkan kaki dalam sejarah perubahan, menjadi garda terdepan, dan motor penggerak perubahan namun terdapat banyak kekurangan di dalam benak mahasiswa itu sendiri. Berbagai kebijakan kampus kita hari ini memang tidak banyak memberi peran nyata pada mahasiswa untuk berkontribusi kepada masyarakat. Mulai dari kurikulum yang lebih mendukung kelassentris, kultur dosen yang apatis dalam menjadi teladan pengabdian masyarakat. Organisasi mahasiswa tidak dapat menjadi kawah candradimuka yang bagus lagi karena banyak aktivis karbitan yang lebih banyak makan anggapan dan pujian dari pada meneguk pahitnya realita karena terbiasa terjun dan bertanya. Eksistensi gerakan mahasiswa tinggal menjadi pelengkap dinamika kampus lagi karena minimnya aktivis yang ideologis, lantaran banyak aktivis pragmatis yang salah belajar dan berproses tanpa adanya tekad untuk menjunjung tinggi pendidikan progresif seperti hal nya wacana dari Sang Begawan Hukum Prof.Satjipto Raharjo. Bisa jadi memang tidak ada sistem antara masyarakat dan kampus yang terbangun secara nyata. Semuanya hanya saling menuntut tanpa ada jembatan yang menghubungkan di antara mereka. Ketiga hal masalah di atas butuh penyelesaian. Maka khususnya kepada mahasiswa, mari lebih dekat lagi dengan masyarakat. Arahkan semua potensi organisasi dan pergerakan yang ada untuk merekrut mahasiswa yang kemudian diajari peduli dengan masyarakat dan lingkungan sekitar nya.
Benarlah kiranya mahasiswa sebagai kaum intelektual muda sudah demikian ditunggu kiprahnya di masyarakat. Harapan akan terciptanya tatanan masyarakat yang sejahtera dan bangsa yang berdaulat serta bermartabat, dan munculnya gerakan perbaikan yang menghalau bangsa keluar dari roda pelik kerunyaman masalah  yang seolah kunjung tiada habisnya, sebut saja terkikisnya budaya warisan leluhur bangsa akibat rasa nasionalisme yang semakin padam di kalangan masyarakat khusus nya mahasiswa. Mereka lebih tertarik pada kehidupan hedonis (kesenangan) dengan dunia orang lain. Kita bisa melihat banyak pemuda yang tidak peduli dengan kondisi keterpurukan yang melanda bangsa ini. Seiring dengan zaman dan budaya – budaya asing yang kian merajalela di Indonesia. Sebut saja demam K-pop korea, drama asing yang hanya mengajarkan pada kita kehidupan duniawi saja. Budaya bangsa yang diakui oleh negara lain sedangkan kita hanya diam terpaku meringis menahan rasa malu karena ketidakberdayaan kita untuk membuktikan bahwa kita memiliki nya.  Jiwa dan rasa Nasionalisme yang tertanam dalam diri bangsa Indonesia semakin luntur, Kondisi ini tidak lepas dari fenomena global yang berkembang pesat, ketidaksiapan dan kemampuan mental dalam menghadapi ancaman globalisme dan neoliberalisme serta di dukung oleh rasa individualisme yang menimbulkan ketidakpedulian mahasiswa dengan budaya asli Indonesia. Tingginya tingkat pengadopsian budaya asing yang melanda masyarakat Indonesia dewasa ini juga disebabkan oleh masih kurangnya informasi, pemahaman, dan penghayatan terhadap nilai-nilai budayanya sendiri menjadi sebuah keniscayaan.
Seperti ucapan dari Sang Proklamator kita Bapak Soekarno bahwa “Berikan aku sepuluh pemuda yang cinta akan tanah air Indonesia, maka aku akan menguncang dunia." Magnis-Suseno (1993) juga menyatakan bahwa perlunya warisan budaya, khususnya budaya "berpikir" bangsa Indonesia diangkat ke dalam kesadaran adalah agar bangsa Indonesia menemukan (sebagian dari) kebenaran tentang dirinya sendiri. Dalam masa perubahan sosial yang sedang dialami masyarakat Indonesia, identitasnya terancam, sehingga identitas itu perlu dijamin terus.Dalam pasal 32 UUD 1945 dinyatakan: "Pemerintah memajukan kebudayaan nasional Indonesia." Ini berarti bahwa masalah kebudayaan nasional adalah masalah kenegaraan, sehingga perlu ditangani secara sungguh-sungguh oleh seluruh lapisan masyarakat Indonesia guna membentuk suatu kebudayaan nasional. Salah satu wahana untuk memajukan kebudayaan nasional tersebut adalah melestarikan warisan budaya bangsa yang dilaksanakan mualai dari hal terkecil dalam kehidupan sehari-hari kita.Lalu bagaimana kiprah mahasiswa sebagai seorang pemimpin yang berjuang dalam pelestarian Budaya Bangsa?Mahasiswa sebagai Agent of Information,diharapkan mampu mempengaruhi atau menjadi penyuluh pada basis masyarakat baik dalam lingkup kecil maupun secara luas. Dengan tataran ideal seperti itu mahasiswa dapat mengambil peran kemasyarakatan yang lebih bermakna  sebagai corong penyuluh dan agen informasi bagi  masyarakat. Contoh riil nya kita menjadi guide tour dalam acara resmi penyuluhan budaya di setiap kelurahan.            Mahasiswa sebagai Inisiator of Change dimana mahasiswa menjadi inisiatif atau pencetus perubahan itu sendiri yang tentunya menjadi teladan ke arah yang lebih baik. Contoh riil nya di UNS sendiri terdapat UKM universitas yakni BKKT (Badan Koordinasi Kesenian Tradisional) yang berkontribusi dalam kegiatan pembelajaran dan pelestarian kesenian tradisional Jawa. Kita sebagai mahasiswa bisa memberi penyuluhan serta ajakan untuk bermain dan berlatih berkesenian entah itu dalam hal tari maupun musik. Bidikan kita adalah para pemuda di lingkungan sekitar atau masyarakat luas eks.Surakarta.            Mahasiswa memang sebagai harapan dan tumpuan dalam perbaikan dan kemajuan Bangsa Indonesia. Percayalah, membantu menyukseskan orang lain adalah cara tercepat menuju kesuksesan. Membantu memuliakan orang lain adalah cara tercepat menuju kemuliaan. Membantu membahagiakan orang lain adalah cara tercepat menuju kebahagiaan. Sungguh, ini adalah hukum kausalitas. Diharapkan kita tidak terlena dengan duniawi saja, melainkan tetap berkontribusi penuh dalam menebar benih perbaikan di masyarakat mengenai budaya asli Indonesia, tetap mengedepankan rasa nasionalisme yang membara serta yang terpenting adalah bangga mengakui bahwa kita mahasiswa yang sangat cinta akan tanah air Indonesia.

1 komentar:

  1. Bagus tulisannya, bahasa yang digunakan juga mudah dipahami sehingga pesan yang disampaikan penulis dapat dipahami oleh pembacanya.
    Benar benar memberikan sebuah pandangan bagaimana mahasiswa berperan sesuai Tri Dharma Perguruan Tinggi.

    BalasHapus