Rabu, 11 Maret 2015

Essay Mengapa Saya Ingin Menjadi Seorang Trainer!!!


RISKA EGA WARDANI/E0010308
Essay Mengapa Saya Ingin Menjadi Seorang Trainer!!!
Suramnya realitas kehidupan  remaja saat ini memang sudah  mencakup hal klimaks. Sebagai contoh didapatinya pola pengajaran tinggi hukum yang hanya bersifat teknologis yakni hanya menjalankan peran Undang-Undang secara benar, hanya menekankan pada pola dan cara-cara penggunaan pengetahuan hukum  sehingga menciptakan pemikiran manusia hukum yang craftmanship[1]. Hal itu sangat bertolak belakang dengan pola pendidikan  tinggi hukum yang humanis, yang mengedepankan kemanusiaan dan keadilan di dalam masyarakat.  
Salah  satu bentuk upaya preventif untuk menanggulangi hal tersebut maka dibutuhkan Training sebagai bentuk pengaktualisasian diri agar menjadi pribadi yang lebih baik. Karena di dalam training kita bisa saling bertukar pendapat dengan teman, mencari perbedaan sebagai bentuk perbaikan diri serta memperdalam pengetahuan non akademik kita. Training adalah metode pembelajaran aktif yang menggunakan prinsip psikologi untuk mengubah perilaku atau meningkatkan knowledge (pengetahuan), skill & ability (kemampuan). Training juga dilakukan untuk mengembangkan kualitas SDM yang merupakan kebutuhan setiap insan akan ilmu yang bermanfaat. Selain itu, training juga dilakukan untuk menghindari akibat negatif dari kurangnya ilmu dan motivasi.
Di dalam Training yang menjadi inti pokoknya adalah trainer-nya. Trainer-lah yang mampu mempengaruhi, mewarnai dan  menentukan bagaimana warna training tersebut. Trainer jugalah yang menentukan training tersebut berjalan, suasana serta bagaimana keterlibatan peserta dibangun. Oleh karena itu pribadi trainer merupakan kunci keberhasilan training. Kesimpulannya Trainer adalah orang yang membantu peserta training untuk menambah wawasan, pengetahuan, mengubah perilaku menjadi lebih produktif dan meningkatkan kecakapan serta ketrampilan mereka melalui kegiatan training. Dan pada dasarnya harus mempunyai keyakinan terlebih dahulu terhadap apa yang dilakukan, dengan begitu harapannya yang bersangkutan dapat mengerti apa yang harus dilakukan.
Berlatar belakang dari hal itulah mengapa saya ingin menjadi seorang Trainer, karena begitu banyak manfaat yang saya dapat untuk melatih leadership, pengetahuan serta kecakapan saya dalam berbicara di depan publik. Pengalaman itulah yang  ke depannya dapat  menambah  poin plus untuk melamar pekerjaan. Karena saya telah terlatih untuk mengahdapi suatu masalah, bercengkerama dengan orang lain, mencoba menerima kelebihan orang lain untuk saya jadikan modal dalam  perbaikan diri saya. Seperti pendapat salah seorang praktisi hukum yakni John Dewey bahwa pentingnya penekanan belajar lewat pengalaman (learning by doing)[2].
Karena Kesuksesan seseorang lebih banyak ditentukan oleh soft-skillnya sehingga Kesempatan menjalin networking dengan cepat terbuka lebar. Ada kepuasan batin yang tidak ternilai harganya saat menjadi trainer yang dalam penerapannya dapat menambah ilmu dan saling menularkan energy positif (semangat). Trainer bisa menjadi teladan & bukti. Kesalahan trainer yang membuat dia jatuh adalah bahwa dia mengajarkan sesuatu yang tidak dilakukannya. Trainer sebaiknya menjadi teladan baik saat training maupun di luar training. Bekerja dalam team. Biasanya trainer yang bagus bekerja dalam team dan menunjukkan teamwork yang bagus. Bahkan, bagi trainer pemula bisa bergabung dalam tim yang sudah terpercaya untuk mempercepat kariernya. Dari sekian manfaat yang saya utarakan di atas tadi, membuat langkah saya semakin yakin mengapa saya sangat antusias untuk mejadi seorang trainer.
Apa yang saya lakukan ketika menjadi trainer adalah menyusun tujuan dari training tersebut dengan menganut sistem SMART yakni:
·         Specific yang berarti khusus, terbatas, jelas. Artinya bahwa training diperuntukkan siapa, bagaiaman kondisi peserta, apakah tujuan pemberian training tersebut.
·         Measurable yang berarti dapat diukur secara kuantitatif. Kita tidak inginkan training sekedar kegiatan presentasi dan selesai, diharapkan training juga bisa berdampak. Ada baiknya diberikan evaluai guna mengukur sampai sejauh mana pemahaman dan penyerapan akan hasil training. Pengukuran sederhana adalah berupa pre dan post test (yakni evaluai akan kemampuan atau ketrampilan peserta sebelum dan sesudah diberikan training)
·         Achievable, yang dapat dicapai oleh peserta, trainer, penyelenggara berdasarkan waktu, tempat dan fasilitas yang tersedia. Training juga dapat terselenggara dengan benar dan wajar, peserta pun dapat paham atau terampil sesuai dengan sasaran training yang ditetapkan.
·         Realistic berarti memenuhi kebutuhan training yang sebenarnya bukan hanya berdasarkan keinginan penyelenggara atau trainer. Training secara nyata mampu memberikan kontribusi pada individu dan pekerjaannya dan bukan sekedar wawasan di awang-awang yang sulit dicapai atau bahkan dipahami.
·         Timebound  yang berarti waktu pencapaian tujuan dapat di batasi, misal pelaksanaan training tentang skill A diberikan 2 hari namun hasil praktek di lapangan akan teramati setelah 1 minggu. Training bisa diberikan dengan batasan waktu tertentu, sehingga memudahkan pelaksanaan serta memperkirakan waktu efektivitas penerapan hasilnya[3].
Dengan cara-cara di atas, akan membantu saya untuk menjadi seorang trainer yang handal dalam menghadapi peserta training yang beragam. Namun sebelum nya ada poin pribadi dari saya sendiri yang sangat mendukung saya sebelum melaksanakan cara-cara di atas yakni adanya “Kemauan untuk Mencoba”. Sebab kemampuan tanpa ada kemauan hanya akan menjadi mimpi, sedangkan kemauan dengan sedikit kemampuan akan menjadi batu pijakan pertama untuk mampu menjadi seorang trainer. Saya akan mengikuti aspirasi, inspirasi dan semangat dari dalam diri saya sendiri untuk menjadi seorang Trainer yang handal.
Aspirasi, inspirasi dan semangat  atau idealisme ini, memiliki nuansa yang lebih tinggi dari sekedar kebutuhan dasar. Inilah yang jika kita resapi dengan baik dan penuh kesadaran, akan menempatkan diri dan kehidupan kita menjadi lebih alamiah, sesuai pertumbuhan usia, sesuai perkembangan kedewasaan dan kebijaksanaan kita yang masing-masing nya memiliki kebutuhan yang berbeda-beda. Kesadaran ini, akan mengaktivasi bergulirnya spiral besar kehidupan.
Kuncinya adalah terus belajar dan tetap belajar. Semakin kita belajar semakin kita memperkaya khasanah kehidupan. Semakin kaya kita akan khasanah kehidupan, maka kehidupan akan semakin meminta kita untuk berbagi dan mengaktualisasi diri. Beginilah hukum kehidupan. Diri kita adalah gerbang pelaluan, apa-apa akan menjadi rizki ketika ia sampai ke tempat nya. Apa yang masuk, perlu dikeluarkan. Diri ini Cuma wadah kecil bagi kehidupan. Normalnya kita hanya makan sehari 3 kali. Itupun harus dikeluarkan lagi, fenomena yang sma juga berlaku untuk kebijaksanaan kehidupan, untuk ilmu dan untuk pengetahuan. Tidak menyalurkannya ke tempat yang memerlukan, hanya akan membuat kita sakit.
Kucinya, tidak terjebak hanya untuk memenuhi kebutuhan dasar. Jika kita paksakan, sejalan dengan usia dan tuntutan alamiah kehidupan dengan segala kebutuhannya untuk makin dewasa dan makin bijaksana, kita akan mulai menemukan lubang-lubang kekosongan.
Menjadi Trainer merupakan kesempatan yang sangat berharga untuk bisa menilai dan bisa dinilai oleh orang lain tentang kinerja kita. Adapun karakteristik seorang trainer yang umum dijumpai adalah: cerdas, berwawasan, kreatif, inspiratif, bersemangat, empatik, menarik, antusias, aktif, dinamis, hangat, ramah, dekat, optimis, positif, dan fun / menyenangkan. Namun, masing-masing trainer tetap mempunyai  gaya dan kekhasan  sendiri yang menjadi personal branding-nya. Itulah yang meyakinkan saya untuk menjadi seorang Trainer.


[1] Muhammad Rustamadji, Dewi Gunawati Moot Court “Membedah Peradilan Pidana dalam Kelas Pendidikan Progresif”, Surakarta, CV Mefi Caraka, 2011,halaman 39
[2] John Dewey, Pengalaman dan Pendidikan, Yogyakarta, Kepel Press, 2008
[3] http://www.jtanzilco.com/main/index.php/component/content/article/1-kap-news/165-menjaditraineritumudahv

MERAK KHATULISTIWA ALA JAWA TIMUR dan THINK GLOBALLY ACT LOCALLY


MERAK KHATULISTIWA ALA JAWA TIMUR

Dalam pasal 32 UUD 1945 dinyatakan: "Pemerintah memajukan kebudayaan nasional Indonesia." Ini berarti bahwa masalah kebudayaan nasional adalah masalah kenegaraan, sehingga perlu ditangani secara sungguh-sungguh oleh seluruh lapisan masyarakat Indonesia guna membentuk suatu kebudayaan nasional. Salah satu wahana untuk memajukan kebudayaan nasional tersebut adalah melestarikan warisan budaya bangsa yang dilaksanakan mulai dari hal terkecil dalam kehidupan sehari-hari kita. Terkikisnya budaya warisan leluhur bangsa akibat rasa nasionalisme yang semakin padam di kalangan masyarakat. Mereka lebih tertarik pada kehidupan hedonis (kesenangan) dengan dunia orang lain. Kita bisa melihat banyak pemuda yang tidak peduli dengan kondisi keterpurukan yang melanda bangsa ini.
Seiring dengan zaman dan budaya – budaya asing yang kian merajalela di Indonesia. Sebut saja demam K-pop korea, demam Hollywood,`serta drama asing yang hanya mengajarkan pada kita kehidupan duniawi saja. Budaya bangsa yang diakui oleh negara lain sedangkan kita hanya diam terpaku meringis menahan rasa malu karena ketidakberdayaan kita untuk membuktikan bahwa kita memilikinya.  Jiwa dan rasa Nasionalisme yang tertanam dalam diri bangsa Indonesia semakin luntur, Kondisi ini tidak lepas dari fenomena global yang berkembang pesat, ketidaksiapan dan kemampuan mental dalam menghadapi ancaman globalisme dan neoliberalisme serta di dukung oleh rasa individualisme yang menimbulkan ketidakpedulian mahasiswa dengan budaya asli Indonesia. Tingginya tingkat pengadopsian budaya asing yang melanda masyarakat Indonesia dewasa ini juga disebabkan oleh masih kurangnya informasi, pemahaman, dan penghayatan terhadap nilai-nilai budayanya sendiri menjadi sebuah keniscayaan.
Rasa apatis yang menggerogoti pemikiran kita mengenai nasionalisme, bisa kita cegah dengan terus mengupayakan destinasi terbaik tentang potensi pariwisata di daerah kita sendiri. Mengapa? Karena hal tersebut merupakan bagian dari rasa tanggung jawab kita untuk melaksanakan amanat pasal 32 UUD 1945 seperti penulis utarakan di atas tadi. Penulis berkeyakinan dengan sedikit perubahan mengenai hal tersebut, Indonesia pasti menjadi surga pariwisata bagi para pelancong turis domestik maupun mancanegara. Sebut saja provinsi Jawa Timur yang merupakan provinsi yang strategis mengingat letak geografis nya yang berada pada keadaan menguntungkan.
Jawa Timur merupakan salah satu daerah tujuan wisata yang potensial, hampir disetiap Kabupaten/Kota yang memiliki daerah tujuan wisata yang menarik. Daerah tujuan wisata di Jawa Timur meliputi wisata budaya dan wisata alam. Wisata budaya berupa peninggalan peninggalan situs candi-candi yang paling terkenal di Jawa Timur adalah peningggalan-peninggalan kerajaan Majapahit yang saat ini banyak terdapat di daerah Trowulan Kabupaten Mojokerto, Karapan Sapi di Madura. Sedangkan wisata alam di Jawa Timur yang paling banyak dikunjungi adalah : Gunung Bromo di Kabupaten Pasuruan, Hutan Wisata Suaka Alam Taman Nasional Baluran di Kabupaten Banyuwangi. Monumen bersejarah antara lain, Tugu Pahlawan di Surabaya, dan Hotel Majapahit di Surabaya.
Candi Panataran adalah sebuah candi berlatar belakang Hindu (Siwaitis) yang terletak di Jawa Timur. Candi ini persisnya terletak di lereng barat daya gunung Kelud di sebelah utara Blitar. Kompleks candi ini merupakan yang terbesar di Jawa Timur. Karapan sapi merupakan istilah untuk menyebut perlombaan pacuan sapi yang berasal dari Pulau Madura, Jawa Timur. Pada perlombaan ini, sepasang sapi yang menarik semacam kereta dari kayu (tempat joki berdiri dan mengendalikan pasangan sapi tersebut) dipacu dalam lomba adu cepat melawan pasanganpasangan sapi lain. Trek pacuan tersebut biasanya sekitar 100 meter dan lomba pacuan dapat berlangsung sekitar sepuluh sampai lima belas detik. Beberapa kota di Madura menyelenggarakan karapan sapi pada bulan Agustus dan September setiap tahun, dengan pertandingan final pada akhir September atau Oktober di kota Pamekasan untuk memperebutkan Piala Bergilir Presiden. Kerapan sapi didahului dengan mengarak pasangan-pasangan sapi mengelilingi arena pacuan dengan diiringi gamelan Madura yang dinamakan saronen. Babak pertama adalah penentuan kelompok menang dan kelompok kalah. Babak kedua adalah penentuan juara kelompok kalah, sedang babak ketiga adalah penentuan juara kelompok menang. Piala Bergilir Presiden hanya diberikan pada juara kelompok menang.    


Taman Nasional Bromo-Semeru merupakan satu-satunya kawasan konservasi di Indonesia yang memiliki keunikan berupa laut pasir seluas 5.250 hektar, yang berada pada ketinggian 2.392 m dari permukaan laut. Pegunungan Bromo-Semeru, merupakan pegunungan yang masih aktif dan paling terkenal sebagai obyek wisata di Jawa Timur. Kawasan wisata ini menjanjikan sebuah keindahan yang tak bisa anda temui di tempat lain. Dari puncak gunung berapi yang masih aktif ini, anda bisa menikmati hamparan lautan pasir seluas 10 km persegi, dan menyaksikan kemegahan gunung Semeru yang menjulang menembus awan. Selain menyaksikan keindahan panorama yang ditawarkan oleh Bromo-Semeru, apabila Anda datang di waktu yang tepat, maka Anda dapat menyaksikan Upacara Kesodo, yang diadakan oleh masyarakat Tengger. Upacara ini biasanya dimulai pada saat tengah malam hingga dini hari setiap bulan purnama sekitar tanggal 14 atau 15 di bulan Kesodo [ke-sepuluh] menurut penanggalan Jawa. Upacara Kesodo merupakan upacara untuk memohon panen yang berlimpah atau meminta tolak bala dan kesembuhan atas berbagai penyakit, yaitu dengan cara mempersembahkan sesaji dengan melemparkannya ke kawah Gunung Bromo.
 Taman Nasional Baluran dengan luas 25.000 Ha wilayah daratan dan 3.750 Ha wilayah perairan terletak di antara 114° 18' - 114° 27' Bujur Timur dan 7° 45' - 7° 57' Lintang Selatan. Daerah ini terletak di ujung Timur pulau Jawa. Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Madura, sebelah Timur berbatasan dengan Selat Bali, sebelah Selatan berbatasan dengan sungai Bajulmati dan sebelah Barat berbatasan dengan sungai Kelokoran. Iklimnya bertipe Monsoon yang dipengaruhi oleh angin Timur yang kering. Curah hujan berkisar antara 900 - 1600 mm/tahun, dengan bulan kering per tahun rata-rata 9 bulan. Antara bulan Agustus s/d Desember bertiup angin cukup kencang dari arah Selatan. Pada bagian tengah kawasan ini terdapat Gunung Baluran yang sudah tidak aktif lagi. Tinggi dinding kawahnya bervariasi antara 900-1.247 m dan membatasi kaldera yang cukup luas. Kawasan perairan memiliki keanekaragaman hayati dan ekosistem perairan yang perlu dilestarikan guna mendukung strategi konservasi.
Tugu Pahlawan, Tragedi 10 Nopember 1945 dan sejarah-sejarah perjuangan lainnya membuat Surabaya dikenal dengan sebutan ‘Kota Pahlawan’. Alasan tersebutlah yang menjadi dasar dibangunnya tugu pahlawan. Walaupun banyak patung-patung pahlawan lain di Surabaya, namun tugu pahlawan merupakan yang paling dikenal. Tugu Pahlawan berbentuk seperti roket yang menjulang tinggi yang terletak di Taman Kebonrojo di seberang kantor Gubernur di pusat kota Surabaya. Tugu tersebut tidaklah terlalu dekoratif, tidak pula besar, namun kesederhanaannya yang memang disengaja oleh perancangnya menunjukkan karakter yang rendah hati dan menjauhkan kesan angkuh. Monumen ini menjadi pusat tempat peringatan hari pahlawan 10 Nopember dimana kota Surabaya mengenang para pahlawan yang telah gugur mempertahankan kemerdekaan. Industri Kerajinan Kulit di Tanggulangin berdiri sejak tahun 1976. Selain memproduksi tas dan koper juga sepatu, ikat pinggang, dompet, dll. Tas dan koper hasil kerajinan tersebut selain dipasarkan di dalam negeri, juga diekspor ke luar negeri antara lain Jepang, Arab Saudi dan Eropa. Tak lupa industri Kerajinan kulit khas Jalan Sawo Magetan yang kualiitas produk lebih unggul karena proses produksinya yang hand made dan terdapat pabrik pengolahan kulit terbesar di Jawa Timur. Tak mengehrankan apabila Jawa Timur merupakan daerah pemasok kerajinan kulit terbesar di Indonesia.
Hotel Majapahit terletak di Jalan Tunjungan, pernah dikenal dengan nama LMS, Orange Hotel, Yamato Hotel, Hoteru hotel dan merupakan pusat kegiatan Eropa dan Belanda dalam rangka mengembalikan Surabaya ke kekuasaan Belanda. Pada tanggal 19 September 1945 yang terkenal dengan insiden bendera, pejuang-pejuang Surabaya merobek warna biru pada bendera Belanda sehingga menjadi merah putih, bendera Indonesia. Insiden ini amat memicu kemarahan Belanda. Jembatan merah yang terletak di utara Surabaya merupakan tempat berlangsungnya pertempuran terdahsyat yang pernah terjadi di pulau Jawa. Pertempuran Surabaya bermula pada tanggal 10 Nopember 1945, kurang dari tiga bulan setelah proklamasi kemerdekaan dan di tempat inilah Brigadir Jenderal Mallaby terbunuh. Dekat jembatan ini terletak Kampung Cina yang membuat arsitektur di sekitar jembatan kental dengan arsitektur dan konstruksi bernuansa Cina dan merupakan tempat bisnis dan perdagangan yang ramai. Kya-kya merupakan pusat jajanan malam terbesar di kota Surabaya yang terletak di Kembang Jepun (Kampung Cina) yang hanya buka di malam hari karena pada siang hari lokasi tersebut merupakan pusat kegiatan perdagangan yang ramai.
Museum Sampoerna menawarkan pengalaman yang unik bagi pengunjung. Mulai cerita mengenai keluarga Sampoerna hingga melihat secara dekat produksi pelintingan rokok, bahkan pengunjung dapat mencoba melinting rokok Dji Sam Soe sendiri. Pengunjung dapat menjadi bagian dari 3.900 orang wanita yang bekerja di pabrik ini, melinting rokok dengan peralatan tradisional. Mereka dapat melakukannya dengan kecepatan 325 batang rokok per jamnya. Dengan sentuhan art deco, unsur kreativitas dan sentuhan sejarah, Kafe Sampoerna menawarkan pengalaman kuliner yang unik. Campuran lukisan, kaca jendela patri dan ukiran panel kayu jati yang antik dengan disain yang modern, Kafe Sampoerna dapat memberikan pengalaman yang sukar untuk dilupakan. Beraneka ragam pilihan makanan ala western maupun Asia tersedia. Pada malam-malam tertentu, penampilan live music akan menemani suasana makan anda.

Terbukti memang mengapa penulis menjuluki Jawa Timur sebagai Merak Khatulistiwa. Karena provinsi Jawa Timur mempunyai keunikan serta keberagaman budaya dari berbagai etnik dan suku. Terlebih lagi Jawa Timur tidak hanya menonjol dari segi pariwisata nya namun juga merupakan sentra industri terbesar kedua di Indonesia. Merak di sini menunjukkan bahwa provinsi Jawa Timur memberikan warna yang tak ternilai harga nya terhadap kemajuan Indonesia, sedangkan arti Khatulistiwa di sini penulis berpendapat bahwa mengenai Sejarah Provinsi Jawa Timur merupakan saksi masa Kejayaan Majapahit. Dulunya kejayaan kerajaan di Jawa Tengah menurun sejak abad ke-10. Perannya kemudian digantikan  oleh Kerajaan Majapahit yang berpusat di Jawa Timur. Kerajaan ini menguasai seluruh kepulauan Indonesia, Semenanjung Melayu, dan sebagian wilayah Filipina selama ratusan tahun. Sukses membina hubungan dagang dengan Cina, Kamboja, Siam, Burma, dan Vietnam, selama masa pemerintahan Raja Airlangga, masyarakat Jawa Timur dan Bali berhasil menciptakan hubungan dagang dengan pulau-pulau di Nusantara dan mengembangkan kebudayaan dan kesenian bercorak Hindu hingga puncaknya dari karya sastra hingga corak candi yang indah.

Mengenai Transportasi Provinsi Jawa Timur terhubung ke seluruh Pulau Jawa melalui jalan darat, kereta api regular, dan transportasi udara antara Surabaya dan kota-kota besar lainnya di Indonesia termasuk Bali yang hanya membutuhkan waktu sekitar setengah jam. Masyarakat dan Budaya Masyarakat desa di Jawa Timur, seperti halnya di Jawa Tengah, memiliki ikatan yang berdasarkan persahabatan dan teritorial.

Sedangkan berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Jatim, jumlah wisatawan mancanegara yang datang ke Jawa Timur melalui pintu masuk Juanda pada Februari 2013 sebanyak 16.718 orang atau turun 0,9% dibanding Januari. Namun, secara kumulatif jumlah wisatawan mancanegara pada Januari – Februari mencapai 33.589 orang atau naik 17,89% dibanding dengan periode yang sama tahun lalu. Menurut BPS, sebagian besar wisatawan mancanegara pada Februari berkebangsaan Malaysia yakni sebanyak 4.324 orang atau naik 12,08% dari Januari 3.858 orang.
Diikuti kebangsaan Singapura sebanyak 1.557 orang atau 40,78% dari 1.106 orang dan China sebanyak 951 orang atau turun 2,46% dari 975 orang pada Januari. Dibanding dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya, jumlah wisman Jawa Timur pada Februari tahun ini naik 17,89%. Sementara wisatawan mancanegara berkebangsaan Taiwan pada Februari 2013 sebanyak 756 orang atau naik 20,77% dibanding Januari. Sedangkan wisatawan asal Jepang naik 5,52% dari 543 orang pada Januari menjadi 573 orang pada Februari. Menurut kontribusinya, selama Februari 2013 wisatawan berkebangsaan Malaysia berperan 25,86%, kebangsaan Singapura 9,31%, kebangsaan China dan Taiwan masing-masing 5,67% dan 4,52%, dan kebangsaan Jepang 3,43% terhadap jumlah wisatawan mancanegara yang masuk Juanda, dengan kontribusi kelimanya sebesar 48,81%.
Berdasarkan paparan mengenai keistimewaan Provinsi Jawa Timur di atas, penulis berharap ke depannya masyarakat sadar dan patut bangga akan keistimewaan Indonesia. Mampu berkontribusi penuh demi kemajuan bangsa, mampu memelihara dan menjaga keistimewaan tersebut. Sehingga ke depannya Indonesia tetaplah Indonesia bukan menjadi Indonesia sebagai Negara Boneka masyarakat dunia.

THINK GLOBALLY, ACT LOCALLY

Think globally, act locally menjadi sikap kunci dalam hal ini. Berpikir secara global dan bersikap secara lokal akan dapat menjadi sikap yang mendamaikan ketiganya. Tanpa berpikir secara global yang dibarengi dengan kesadaran akan kearifan lokal, desentralisasi bakal sulit memberikan solusi atas ketidakadilan pusat-daerah.
Setiap daerah tentu mempunyai potensi dan keunggulan masing-masing. Potensi dan keunggulan itulah yang harus dikembangkan untuk "memerdekakan" masyarakat (lokal). Ini mutlak mengingat persaingan antardaerah semakin bebas. Kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia sebagai cita-cita kemerdekaan kini berada di tangan masing-masing daerah dalam mengelola segala potensinya.
Perlu kita ketahui terlebih dahulu siapa kah yang termasuk Putra Daerah tersebut? Menurut Eep Saefullah Fathan dalam satu tulisannya, ia membagi putra daerah menjadi  4 kategori: genealogis, politik, ekonomi, dan sosiologis.
Pertama, “putra daerah genealogis,” yakni mereka yang sekadar memiliki kaitan darah dengan daerah itu tetapi tidak menetap dan di situ. Putra daerah genealogis terbelah lagi ke dalam dua kategori: Mereka yang kebetulan dilahirkan di daerah bersangkutan dari (salah satu atau kedua) orang tua yang juga berasal daerah tersebut, dan mereka yang tidak dilahirkan di daerah tersebut tapi memiliki orang tua yang berasal dari daerah bersangkutan.
Kedua, “putra daerah politik”, yakni putra daerah genealogis yang memiliki kaitan politik dengan daerah itu. Misalnya: Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dari daerah tertentu yang sebelumnya tak punya kiprah politik dan ekonomi di daerah tersebut atau Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Pusat yang oleh partainya ditempatkan sebagai kandidat dari daerah yang memiliki kaitan genealogis dengannya.
Ketiga, “putra daerah ekonomi”, yakni putra daerah genealogis yang karena kapasitas ekonominya kemudian memiliki kaitan dengan daerah asalnya melalui kegiatan investasi atau jaringan bisnis di daerah asalnya. Dalam konteks sistem politik dan ekonomi Indonesia, putra daerah politik dan ekonomi ini biasanya hanya berhubungan dengan daerah asalnya secara pragmatis belaka. 
Mereka membutuhkan daerah lebih banyak sebagai basis pemenuhan kepentingan politik dan ekonomi mereka sendiri. Tentu saja, sebaliknya, daerah itupun sedikit banyak bisa memperoleh keuntungan politik dan ekonomi dari mereka.
Keempat, “putra daerah sosiologis”, yakni mereka yang bukan saja memiliki keterkaitan genealogis dengan daerah asalnya tetapi juga hidup, tumbuh dan besar serta berinteraksi dengan masyarakat di daerah itu. Mereka sungguh-sungguh menjadi bagian sosiologis dari masyarakat daerahnya.
Dari empat kategori sederhana diatas, kita bisa menyimpulkan bahwa walaupun sama-sama putra daerah, namun tidak semua memiliki sebuah motif yang sama terhadap daerahnya itu sendiri. Ada yang memberdayakan daerah untuk menguntungkan dirinya sendiri, ada pula yang menguntungkan kedua belah pihak: dirinya dan daerahnya sendiri. Putra daerah turut berperan untuk menentukan arah perkembangan daerah tempat mereka berada.
Ada banyak wacana dan rencana yang digulirkan secara makro untuk mengarahkan pembangunan Indonesia menjadi lebih baik. Namun semua hal itu tidak akan bisa dilepaskan dari suksesnya pembangunan daerah-daerah didalamnya. Mustahil Indonesia bisa maju, jika daerah-daerah didalamnya saja masih belum terurus dengan baik.
Peran putra-putra daerah tidak bisa lagi dipandang sebelah mata. Pembangunan mental dan pikiran putra daerah harus dipersiapkan secara matang dan sistematis baik itu oleh keluarga maupun pemerintah daerah itu sendiri agar mampu menjadi bagian sosiologis masyarakat sekitarnya. Adanya sebuah program pembangunan sumber daya manusia yang baik, dapat menjadikan putra daerah sebagai aset strategis  tuan rumah di daerahnya sendiri.
Kita mungkin sudah terbiasa dengan fenomena putra daerah cemerlang bermigrasi dan bersekolah tinggi diluar daerahnya. Sebagian besar dari mereka berdalih ingin mendapatkan penghidupan dan pendidikan yang lebih layak. Namun yang terjadi di lapangan tidaklah semulus seperti apa yang diharapkan. Kenyataannya ada yang sukses serta akhirnya “nyaman” ditempat barunya dan ada juga yang gagal serta akhirnya menjadi beban bagi daerah barunya. Ini merupakan realita nyata yang terjadi di Indonesia. Untuk memutus rantai permasalahan ini, perlu ada program dari pemerintah untuk memberdayakan putra daerah yang potensial dan bisa berkomitmen untuk kembali untuk membangun daerahnya.
India, Cina, dan Jepang merupakan salah satu negara yang sukses melakukan hal ini. Pemerintah tiga negeri itu melakukan sebuah terobosan untuk mengirimkan pemuda-pemuda mereka yang potensial ke negara-negara maju (Amerika dan Eropa) untuk mencari ilmu dan membangun komitmen mereka untuk kembali ke daerah asalnya. Alhasil, kita bisa melihat bahwa kualitas pemuda-pemuda yang potensial negara itu tidak kalah hebatnya dengan kualitas pemuda-pemuda negara maju sana. Industri elektronik di Beijing hampir sama hebatnya dengan industri elektronik yang ada di New York. Industri software di Balangore hampir sama canggihnya dengan industry software diSilicon Valley. Industri otomotif diToyotahampir sama briliannya dengan industri otomotif di Jerman.
Pemuda putra daerah tentunya lebih mengerti akan potensi daerahnya ketimbang orang luar. Di sini, peran putra daerah sangat dibutuhkan untuk mewujudkan cita-cita kemerdekaan. Memang hal ini dapat diterima secara logis sebagai hal yang benar, mengingat pemuda termasuk dalam level manusia yang berumur produktif, dimana mereka menjadi poros utama dalam membangun daerah. Jika digambarkan secara statistik, hingga kini komposisi penduduk Indonesia masih berbentuk “piramida”, dimana jumlah pemudanya belum mencapai titik ideal dibandingkan kaum usia non produktifnya. Mungkin inilah salah satu faktor penghambat mengapa banyak daerah Indonesia yang masih belum bisa maju.
Padahal penulis berkeyakinan sesuai ucapan dari Sang Proklamator kita Bapak Soekarno bahwa “Berikan aku sepuluh pemuda yang cinta akan tanah air Indonesia, maka aku akan menguncang dunia". Memang hal ini dapat diterima secara logis sebagai hal yang benar, mengingat pemuda termasuk dalam level manusia yang berumur produktif, dimana mereka menjadi poros utama dalam membangun daerah. Jika digambarkan secara statistik, hingga kini komposisi penduduk Indonesia masih berbentuk “piramida”, dimana jumlah pemudanya belum mencapai titik ideal dibandingkan kaum usia non produktifnya. Mungkin inilah salah satu faktor penghambat mengapa banyak daerah Indonesia yang masih belum bisa maju. Solusi dari permasalahan tersebut adalah pemberdayaan putra daerah potensial secara efektif dan tepat sasaran, maka percepatan pembangunan daerah pun dapat terlaksana dengan baik. Bukan tidak mungkin, putra daerah ini nantinya juga pantas menjadi pilar-pilar nasional pembangun bangsa di masa depan. Bukankah itu juga yang menjadi mimpi para founding fathers dari negara ini yang ber”bhineka tunggal ika” ini?
Setelah bola reformasi bergulir, otonomi daerah diterapkan berdasarkan  UU No. 22/1999 yang kemudian dilanjutkan dengan UU No.32/2004. Kebijakan otoda diterapkan sebagai evaluasi atas sentralisasi pemerintahan Orde Baru yang dinilai hanya memberikan kesejahteraan bagi pusat. Di era itu, di mana sentralisasi menjadi skema penyelenggaraan pemerintahan, daerah cenderung dijadikan lahan eksploitasi pusat [Jakarta]. Tak hanya eksploitasi sumber daya ekonomi, seluruh sumber daya daerah ikut termarjinalisasi. Ketika ada proyek pembangunan di daerah, sumber daya manusia lokal kerap hanya menjadi penonton. Karena, tak hanya mesin yang didatangkan dari pusat, sumber daya manusia pelaksana kebijakan dan segala bentuk proyek pembangunan juga dipasok dari sana. Kalaupun ada SDM lokal, mereka kerap hanya dijadikan tenaga teknis.
Tak hanya itu, konstalasi perpolitikan daerah dikontrol ketat dan detail oleh pusat yang berkarakter militeristik. Bahkan, sentralisasi politik diperparah dengan dikembangkannya uniformintas supra-struktur dan infra-struktur politik. Dengan kata lain, Orde Baru telah melakukan negaraisasi (state formation) seluas-luasnya. Negaraisasi itu menisbikan eksistensi politik lokal yang telah lama mengakar di masyarakat. Konsekuensi logisnya, partisipasi politis masyarakat lokal pun terpasung.
Desentralisasi ingin mendobrak itu semua. Kebijakan desentralisasi memberikan “kebebasan” lebih kepada daerah untuk mengelola sumber daya ekonomi dan segala potensi daerah, termasuk penyelenggaraan pemerintahan. Konsekuensi logisnya, peran strategis putra daerah dalam pembangunan pun diutamakan. Tuntutan peran bagi putra daerah otomatis kian signifikan. Yang jelas, kepedulian terhadap daerah erat kaitannya dengan nasionalisme dalam konteks kekinian. Menurut Pratikno (2009), desentralisasi menjadi pusaka ampuh integrasi nasional. Nasionalisme adalah modal penting kaum muda dalam pengisian kemerdekaan. Sejarah bangsa ini merekam bagaimana ampuhnya nasionalisme dijadikan senjata oleh para pemuda pendahulu kita yang juga kaum terpelajar/cendekiawan/intelegensia dalam merebut kedaulatan bangsa dari tangan penjajah dan menggulirkan bola reformasi. Kini, era desentralisasi, pusaka nasionalisme yang masih tetap ampuh itu kiranya dapat diwujudkan dalam kepedulian lebih terhadap darah asal.
Kini kita dihadapkan pada beberapa tuntutan zaman. Beberapa tuntutan itu seolah saling tarik ulur. Di satu sisi, kita dituntut untuk peka zaman oleh Gelombang Ketiga perkembangan dunia, jika tidak mau ketinggalan kereta zaman. Permasalahannya, sikap peka zaman itu kerap cenderung—entah disadari atau tidak— menghantarkan, bahkan memaksa kita untuk tidak terlalu menggumuli nasionalisme dengan intim. Dan, keasyikan intim dengan nasionalisme kerap dinilai sebagai sikap kemandekan.
Di sisi lain, kita dituntut untuk senantiasa mengutamakan nasionalisme, agar kita senantiasa tidak ahistoris dalam mendefinisikan diri. Bahwa kita adalah orang Indonesia dengan kultur agraris dan segala kebhinekaannya, pernah dijajah beberapa negara, merdeka atas peran besar pemuda, terdiri dari komposisi masyarakat multietnis dan religi, serta masih menderita penyakit akut korupsi. Semua itu juga menuntut kita untuk berfikir dan bertindak secara nasional.
Selain dua sisi itu, kita juga dituntut untuk memilihara local wisdom [kearifan lokal] sebagai warisan budaya yang tak ternilai harganya. Mengapa? Pertama, agar kita  senantiasa mafhum akan jati diri kita. Kedua, agar kearifan lokal sebagai jati diri bangsa tetap terjaga.  Ketiga, agar potensi-potensi lokal dapat dimanfaatkan dengan maksimal sebagai modal pemberdayaan. Sisi terakhir ini, kalau tidak disikapi dengan dewasa, kadang memang dapat memicu etnonasionalisme yang berpotensi memicu konflik horizontal. Ketiga sisi itu seolah memang terasa kontroversial. Namun, ketika disikapi dengan dewasa, ketiganya bahkan bisa saling mendukung. Think globally, act locally, penulis rasa menjadi sebuah sikap paling kompromis yang dapat mendamaikan ketiganya itu. Berfikir secara global dan bersikap secara lokal selanjutnya akan dapat mendukung keberhasilan penerapan kebijakan desentralisasi. Bahkan, tanpa berfikir secara global yang dibarengi dengan sadar akan kearifan lokal, desentralisasi tidak akan dapat memberikan solusi atas ketidakadilan pusat dan daerah.

Setiap daerah tentunya mempunyai potensi dan keunggulan masing-masing. Potensi dan keunggulan itu lah yang harus dikembangkan untuk “memerdekakan” masyarakat (lokal). Ini mutlak mengingat persaingan antar daerah kian bebas. Kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia sebagai cita-cita kemerdekaan kini berada di tangan masing-masing daerah dalam mengelola segala potensinya. Pemuda putra daerah tentunya lebih mengerti akan potensi daerahnya ketimbang orang luar. Di sini, peran putra dearah sangat dibutuhkan untuk mewujudkan cita-cita kemerdekaan.

Lalu bagaimana kiprah mahasiswa sebagai seorang pemimpin yang berjuang dalam pelestarian Budaya Bangsa khusus nya sebagai putra daerah?

Mahasiswa sebagai Agent of Information, diharapkan mampu mempengaruhi atau menjadi penyuluh pada basis masyarakat baik dalam lingkup kecil maupun secara luas. Dengan tataran ideal seperti itu mahasiswa dapat mengambil peran kemasyarakatan yang lebih bermakna  sebagai corong penyuluh dan agen informasi bagi  masyarakat. Contoh riil nya kita menjadi guide tour dalam acara resmi penyuluhan budaya di setiap kelurahan.

                Mahasiswa sebagai Inisiator of Change dimana mahasiswa menjadi inisiatif atau pencetus perubahan itu sendiri yang tentunya menjadi teladan ke arah yang lebih baik. Contoh riil nya di UNS sendiri terdapat UKM universitas yakni BKKT (Badan Koordinasi Kesenian Tradisional) yang berkontribusi dalam kegiatan pembelajaran dan pelestarian kesenian tradisional Jawa. Kita sebagai mahasiswa bisa memberi penyuluhan serta ajakan untuk bermain dan berlatih berkesenian entah itu dalam hal tari maupun musik. Bidikan kita adalah para pemuda di lingkungan sekitar atau masyarakat luas eks.Surakarta.

                Mahasiswa putra daerah memang sebagai harapan dan tumpuan dalam perbaikan dan kemajuan Bangsa Indonesia. Percayalah, membantu menyukseskan orang lain adalah cara tercepat menuju kesuksesan. Membantu memuliakan orang lain adalah cara tercepat menuju kemuliaan. Membantu membahagiakan orang lain adalah cara tercepat menuju kebahagiaan. Sungguh, ini adalah hukum kausalitas. Diharapkan kita tidak terlena dengan duniawi saja, melainkan tetap berkontribusi penuh dalam menebar benih perbaikan di masyarakat mengenai budaya asli Indonesia, tetap mengedepankan rasa nasionalisme yang membara serta yang terpenting adalah bangga mengakui bahwa kita mahasiswa yang sangat cinta akan tanah air Indonesia.





















PERKARA KONEKSITAS MENGENAI KORUPSI DI TUBUH TNI (ANALISIS PUTUSAN NOMOR 14-K/PMT.III/AD/III/2013 ATAS NAMA TERDAKWA LETNAN JENDERAL TNI (Purn) DJAJA SUPARMAN, S.SIp, MM)



TUGAS UJIAN KOMPETENSI DASAR IV
HUKUM ACARA PIDANA DAN PERADILAN MILITER B

PERKARA KONEKSITAS MENGENAI KORUPSI DI TUBUH TNI (ANALISIS PUTUSAN NOMOR 14-K/PMT.III/AD/III/2013 ATAS NAMA TERDAKWA LETNAN JENDERAL TNI (Purn) DJAJA SUPARMAN, S.SIp, MM)




 

Disusun Oleh:
RISKA EGA WARDANI
E0010308



FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2013
A.    ANALISIS PUTUSAN
Letjen TNI Purnawirawan Djaja Suparman dijerat kasus dugaan korupsi. Mantan Panglima Kostrad ini didakwa terlibat dalam dugaan korupsi dana tukar guling tanah seluas 8,8 hektare senilai Rp 13,3 miliar di Dukuh Menanggal, Kecamatan Wonocolo, Surabaya, pada 1998. Ketika itu terdakwa masih menjabat Pangdam Brawijaya. Persidangan perdana Djaja digelar di pengadilan militer, Senin (23/4). Oditur militer menjerat jenderal bintang tiga ini dengan pasal 1 ayat 1 A jo pasal 28 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 dalam dakwaan primer serta pasal 1 ayat 1 B Undang-Undang No. 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi[1].  
Namun Putusan mengenai beliau pada tanggal 26 September 2013 Pengadilan Militer Tinggi III Surabaya menggelar sidang lanjutan atas nama Terdakwa Letnan Jenderal TNI (Purn) DJAJA SUPARMAN, S.SIp, MM dengan agenda Pembacaan Putusan oleh Majelis Hakim Militer Tinggi.
Majelis Hakim membaca Putusan Nomor 14-K/PMT.III/AD/III/2013 tanggal 26 September 2013 setebal 266 halaman dibaca secara bergantian oleh Majelis Hakim mulai pukul 09.00 WIB sampai dengan pukul 23.30 WIB yang amarnya menyatakan Terdakwa DJAJA SUPARMAN, S.SIp, MM, Letnan Jenderal TNI (Purn) terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana "KORUPSI" sebagaimana diatur dalam pasal 1 ayat huruf b jo pasal 28 jo pasal 34 huruf (c) UURI Nomor 3 tahun 1971 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, jo pasal 30 ayat (3) KUHP jo pasal 190 ayat (1) UURI No. 31 tahun 1997 tentang peradilan militer.
Memidana terdakwa dengan pidana penjara selama 4 (empat) tahun dan denda sebesar Rp.30.000.000,- (tiga puluh juta rupiah) subsidair kurungan pengganti selama 3 (tiga) bulan.
Menjatuhkan pidana tambahan kepada terdakwa membayar uang pengganti sebesar Rp.13.344.252.200,- (tiga belas milyar tiga ratus empat puluh empat juta dua ratus lima puluh dua ribu dua ratus rupiah) dengan ketentuan apabila uang pengganti tersebut tidak dipenuhi, maka diganti dengan kurungan pengganti selama 6 (enam) bulan.
Membebankan biaya perkara kepada terdakwa sebesar Rp.30.000,- (tiga puluh ribu rupiah).
Susunan Majelis Hakim Militer Tinggi pada persidangan atas nama terdakwa Djaja Suparman, S,SIp, MM Letnan Jenderal TNI (Purn), sebagai Hakim Ketua, Hidayat Manao, SH, Letnan Jenderal TNI, Hakim Anggota I, Bambang Aribowo, SH, MH Marsekal Madya TNI, Hakim Anggota II, Sinoeng Hardjanti, SH, M.Hum Laksamana Madya TNI, Oditur Militer Tinggi Sumartono, SH Letnan Jenderal TNI dan Panitera Ahmad Junaedi, SH Kapten Laut (KH) NRP. 17425/P serta Tim Penasihat Hukum Terdakwa Subagya Santosa, SH, MH NRP. 33984, Ulises Tampubolon, SH, MH dan Lettu Sus Ismanto, SH NRP. 535928.
Atas putusan Majelis Hakim Pengadilan Militer Tinggi III Surabaya Nomor 14-K/PMT.III/AD/III/2013 tanggal 26 September 2013 tersebut terdakwa menyatakan banding sedangkan Oditur Militer Tinggi menyatakan mohon waktu untuk berpikir[2].

B.     ANALISIS PERKARA KONEKSITAS
Dalam ketentuan pasal 89 (1) KUHAP, terdapat sebuah ketentuan prinsip pemeriksaan dan peradilan perkara koneksitas, yakni lingkungan peradilan yang aka memeriksan dan mengadili perkara koneksitas adalah lingkungan Peradilan Umum.
Akan tetapi, ada pengecualian lagi disini yang mengakibatkan Peradilan Militer bisa untuk memeriksa dan mengadili perkara koneksitas ini, yakni bila dalam kondisi:
  1. Jika ada keputusan Menteri Pertahanan yang mengharuskan perkara koneksitas ini diperiksa dan diadili oleh lingkungan Peradilan Militer.
  2. Keputusan Menteri Pertahanan tersebut telah mendapat persetujuan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) bahwa perkara koneksitas itu diperiksa dan diadili oleh oleh lingkungan Peradilan Militer.
Penyidikan perkara pidana koneksitas;
Dilaksanakan oleh suatu tim tetap, terdiri dari penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan polisi militer Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, dan oditur militer tinggi sesuai dengan wewenang mereka masing-masing menurut hukum yang berlaku untuk penyidikan perkara pidana.
Pasal 89 (2) KUHAP telah menentukan cara dan aparat yang berwenang dalam melakukan penyidikan terhadap perkara koneksitas. Aparat penyidik perkara koneksitas terdiri dari suatu tim tetap, yang terdiri dari unsur :
a. Penyidik Polri;
b. Polisi Militer;
c.Oditur Militer atau Oditur Militer Tinggi.
Penyidikan Koneksitas
Di dalam Hukum Acara Pidana Militer (HAPMIL) yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tidak membedakan pengertian “Penyelidik”, “Penyelidikan”, Penyidik dan Penyidikan sebgaaimana diatur dalam Pasal 1 butir 1,2,3,4,5 dan Pasal 102, 106 KUHAP. Tidak dibedakannya pengertian tersebut karena HAPMIL adalah Hukum Acara Pidana Khusus, jadi tidak perlu mengatur semua hal yang telah diatur oleh Hukum Acara Pidana Umum, maka aturan Hukum Acara Pidana Umum yang tidak diatur dalam Hukum Acara Pidana Khusus dengan sendirinya berlaku bagi Hukum Acara Pidana Khusus sepanjang ketentuan itu tidak bertentangan dengan Hukum Acara Pidana Khusus itu, bsik yang tersurat maupun yang tersirat. Demikian halnya ketentuan mengenai penyelidikan sebagaimana tersebut di atas berlaku bagi penyelidikan hukum Acara Pidana Militer, dimana kalau dalam Hukum Acara Pidana Umum penyelidikan tersebut dilakukan oleh Polisi Negara, di dalam Hukum Acara Pidana Militer dilakukan oleh Atasan Yang Berhak Menghukum (ANKUM) melalui Bagian I (Intel) tiap-tiap kesatuan dan Polisi Militer.
Jadi di dalam Hukum Acara Pidana Militer proses pemeriksaan pendahuluan sangat berbeda dengan KUHAP, dimana kekuasaan Komandan meliputi dua hal/macam wewenang, yaitu wewenang lazimnya disebut hak komando dan wewenang hak menghukum. Hak Komando ini meliputi tiga hal yaitu:
1.      Mengarahkan (directing);
2.      Mengkoordinir (coordinating);
3.      Mengendalikan (control).
Hak Komando daripada Komandan diperolehnya dari delegasi yang berasal dan pucuk pimpinan Angkatan Bersenjata sedangkan hak untuk menghukum anak buahnya diatur oleh undang-undang[3].
Hukum Acara Pidana Militer yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 membagi tahap-tahap Penyidikan sebagaimana diatur dalam Bab IV yaitu:
a.       Bagian Pertama adalah Penyidikan yang terdiri dari lima paragrap yaitu:
1)      Paragraf 1 tentang Penyidik dan Penyidik Pembantu.
2)      Paragraf 2 tentang Penangkapan dan Penahanan.
3)      Paragraf 3 tentang Penggeledahan dan Penyitaan.
4)      Paragraf 4 tentang Pemeriksaan Surat.
5)      Paragraf 5 tentang Pelaksanaan Penyidikan.
b.      Bagian Kedua Penyerahan Perkara.
c.       Bagian Ketiga Pemeriksaan di sidang Pengadilan terdiri dari:
1)      Paragraf 1 Persiapan Persidangan
2)      Paragraf 2 mengenai Penahanan
3)      Paragraf 3 mengenai Pemanggilan
d.      Bagian Keempat Acara Pemeriksaan biasa terdiri dari:
1)      Paragraf 1 Pemeriksaan dan Pembuktian
2)      Paragraf 2 Penuntutan dan Pembelaan
3)      Paragraf 3 Penggabungan Perkara Gugatan Ganti Rugi
4)      Paragraf 4 Musyawarah dan Putusan
e.       Bagian Kelima, Acara Pemeriksaan Koneksitas
f.       Bagian Keenam, Acara Pemeriksaan Khusus
g.      Bagian Ketujuh, Acara Pemeriksaan Cepat
h.      Bagian Kedelapan, Bantuan Hukum
i.        Bagian Kesembilan, Upaya Hukum Biasa terdiri dari:
Paragraf 1 tentang Pemeriksaan Banding
Paragraf 2 tentang Pemeriksaan Tingkat Kasasi
j.        Bagian Kesepuluh, Upaya Hukum Luar Biasa terdiri dari Paragraf 1 tentang Pemeriksaan Tingkat Kasasi demi Kepentingan Hukum. Paragraf 2 tentang Pemeriksaan Peninjauan Kembali Putusan yang sudah memperoleh kekuatan Hukum Tetap.
k.      Bagian Kesebelas, Pelaksanaan Putusan Pengadilan
l.        Bagian Ketigabelas, Berita Acara
Di dalam Pasal 69 Undnag-Undang Nomor 31 Tahun 1997 menyatakan bahwa yang dimaksud dengan penyidik adalah:
1)      a. Atasan Yang Berhak Menghukum
b. Polisi Militer
c. Oditur Militer.
Kemudian pada ayat (2) menyatakan tentang penyidik pembantu yaitu:
2)      a. Provos TNI Angkatan Darat
b. Provos TNI Angkatan Laut
c. Provos TNI Angkatan Udara
Tim tetap adalah;
- Tim yang dibentuk dengan surat keputusan bersama,
-Menteri Pertahanan dan Keamanan dan Menteri Kehakiman. Pasal 89 ayat (3).
Tata cara menetapkan kewenangan mengadili perkara tindak pidana koneksitas:
1. Diadakan penelitian bersama oleh jaksa tinggi dan oditur militer atau oditur militer tinggi atas dasar hasil penyidikan tim tersebut. Pasal 90 ayat (1).
2. Pendapat dari penelitian bersama tersebut dituangkan dalam berita acara yang ditanda tangani oleh para pihak. Pasal 90 ayat (2).
3. Jika dalam penelitian bersama terdapat persesuaian pendapat tentang pengadilan yang berwenang mengadili perkara tersebut, maka hal itu dilaporkan oleh jaksa atau jaksa tinggi kepada Jaksa Agung dan oleh oditur militer atau oditur militer tinggi kepada Oditur Jendral Angkatan Bersenjata Republik Indonesia. Pasal 90 ayat (3).
Menetapkan tentang wewenang mengadili; apabila titik berat kerugian yang ditimbulkan oleh tindak pidana tersebut terletak pada kepentingan umum, 
- perkara pidana itu harus diadili oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan umum, 
-maka perwira penyerah perkara yang diserahkan melalui oditur militer atau oditur militer tinggi kepada penuntut umum, 
-untuk dijadikan dasar mengajukan perkara tersebut kepada pengadilan negeri yang berwenang.  Pasal 91 ayat (1)
Apabila menurut pendapat itu titik berat kerugian terletak pada kepentingan militer.
- perkara pidana itu harus diadili oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan militer, 
- pendapat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 ayat (1) dijadikan dasar bagi Oditur Jendral Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, 
-untuk mengusulkan kepada Menteri pertahanan dan Keamanan, 
- agar dengan persetujuan Menteri Kehakiman dikeluarkan keputusan Menteri Pertahanan dan Keamanan yang menetapkan, bahwa 
- perkara pidana tersebut diadili oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan militer. Pasal 91 ayat (2).

Prosedur Pemeriksaan Pengadilan Dalam Perkara Koneksitas
1.      Peradilan umum
Langkah-langkah peradilan dalam hal telah ditetapkan bahwa perkara pidana diadili oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan umum, maka langkah selanjutnya adalah;
1.1.  Penyerahan perkara;
Perwira penyerah perkara segera membuat surat keputusan penyerahan perkara yang diserahkan melalui oditur militer atau oditur militer tinggi kepada penuntut umum, untuk dijadikan dasar mengajukan perkara tersebut kepada pengadilan negeri yang berwenang. Pasal 91 ayat (1). 
1.2. Berita acara pemeriksaan;
- penuntut umum yang mengajukan perkara, 
- menerangkan dalam berita acara tersebut telah di ambil alih olehnya. Pasal 92 ayat (1).
1.3. Pemeriksaan pengadilan;
Perkara tersebut diadili dengan majelis hakim yang terdiri dari sekurang-kurangnya tiga orang hakim.  Pasal 94 ayat (1).
2.      Peradilan militer;
Langkah - langkah peradilan dalam hal telah ditetapkan bahwa perkara pidana diadili oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan militer, maka langkah selanjutnya adalah; 
2.1. Usul kepada Menhankam.
-Perwira penyerah perkara,
- segera membuat surat keputusan penyerahan perkara yang diserahkan melalui oditur militer atau oditur militer tinggi kepada oditur jendral ABRI,
- untuk dijadikan dasar usulan mengajukan perkara,
-kepada Menteri Pertahanan dan Keamanan, 
-agar dengan persetujuan Menteri Kehakiman,
-dikeluarkan keputusan yang menetapkan, 
- perkara pidana tersebut diadili oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan militer.  Pasal 91 ayat (2). 
2.2. Berita acara pemeriksaan;
- Oditur militer menambahi catatan pada berita acara yang dibuat oleh tim, 
- menerangkan dalam berita acara tersebut telah di ambil alih olehnya. 
Pasal 92 ayat (2).
2.3. Pemeriksaan pengadilan;
Berdasarkan surat keputusan Menhankam, perwira penyerah perkara dan jaksa atau jaksa tinggi menyerahkan perkara tersebut kepada mahkamah militer atau mahkamah militer tinggi. Pasal 91 ayat (3). 
Bilamana terjadi perbedaan pendapat dalam wewenang mengadili.
1. Apabila dalam penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 ayat (1) terdapat perbedaan pendapat antara penuntut umum dan oditur militer atau oditur militer tinggi, mereka masing-masing melaporkan tentang perbedaan pendapat itu secara tertulis, dengan disertai berkas perkara yang bersangkutan melalui jaksa tinggi, kepada Jaksa Agung dan kepada Oditur Jendral Angkatan Bersenjata Republik Indonesia. Pasal 93 ayat (1).
2. Jaksa Agung dan Oditur Jendral Angkatan Bersenjata Republik Indonesia bermusyawarah untuk mengambil keputusan guna mengakhiri perbedaan pendapat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)……Pasal 93 ayat (2).
3. Dalam hal terjadi perbedaan antara Jaksa Agung dan Oditur Jendral Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, pendapat Jaksa Agung yang memutuskan. 
Pasal 93 ayat (3).
Komposisi majelis hakim yang mengadili perkara koneksitas :
1. Dalam hal mengadili perkara koneksitas, baik diadili oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan umum atau dalam lingkungan peradilan militer terdiri dari sekurang-kurangnya tiga hakim. Pasal 94 ayat (1).
2. Dalam hal pengadilan dalam lingkungan peradilan umum yang mengadili perkara pidana, majelis hakim terdiri dari hakim ketua dari lingkungan peradilan umum dan hakim anggota masing-masing ditetapkan dari peradilan umum dan hakim anggota masing-masing ditetapkan dari peradilan umum dan peradilan militer secara berimbang. Pasal 94 ayat (2).
3. Dalam hal pengadilan dalam lingkungan peradilan militer yang mengadili perkara pidana tersebut majelis hakim terdiri, hakim ketua dari lingkungan peradilan militer dan hakim anggota secara berimbang dari masing-masing lingkungan peradilan militer dan dari peradilan umum diberi pangkat militer. Pasal 94 ayat (3)
4. Ketentuan tersebut pada ayat (2) dan ayat (3) berlaku juga bagi pengadilan tingkat banding. Pasal 94 ayat (4).
5. Menteri Kehakiman dan Menteri Pertahanan dan Keamanan secara timbal balik mengusulkan pengangkatan hakim anggota sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) dan hakim perwira sebagai-mana dimaksud dalam ayat (3) dan ayat (4).Pasal 94 ayat (5).

C. ANALISIS KORUPSI DI TUBUH TNI
Korupsi atau rasuah (bahasa Latin: corruptio dari kata kerja corrumpere yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutar balik, menyogok) adalah tindakan pejabat publik, baik politisi maupun pegawai negeri, serta pihak lain yang terlibat dalam tindakan itu yang secara tidak wajar dan tidak legal menyalahgunakan kepercayaan publik yang dikuasakan kepada mereka untuk mendapatkan keuntungan sepihak[4]. Kartono memberi batasan korupsi sebagi tingkah laku individu yang menggunakan wewenang dan jabatan guna mengeduk keuntungan pribadi, merugikan kepentingan umum dan negara. Jadi korupsi merupakan gejala salah pakai dan salah urus dari kekuasaan, demi keuntungan pribadi, salah urus terhadap sumber-sumber kekayaan negara dengan menggunakan wewenang dan kekuatan-kekuatan formal (misalnya denagan alasan hukum dan kekuatan senjata) untuk memperkaya diri sendiri[5]. Penyebab dari korupsi itu sendiri antara lain:
-Sistem administrasi yang memungkinkan pertukaran antara jabatan resmi dengan imbalan material;
-Kekeliruan persepsi masyarakat tentang makna upeti atau gratifikasi terkait budaya nenek moyang yang sudah mengenal tentang adanya upeti pada masa kerajaan; dan
-Menurut Harold Rogow korupsi terjadi karena tataran politik yang ada membuka peluang lebar bagi adanya jual-beli jabatan publik (Uang dan modal mendapat jabatan penting)[6].
Korupsi merupakan perbuatan yang sangat keji dan membunuh karakteristik bangsa Indonesia, dana publik di Indonesia yang hilang akibat korupsi sangat besar. Pada tahun 1995, menurut laporan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) telah terjadi 358 kebocoran dana negara sebesar Rp.1.062 triliun. Pada tahun 1996 Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melaporkan adanya kebocoran dana 22 departemen dan lembaga pemerintah non departemen dengan total senilai Rp 3.22 milliar. Selain itu sepanjang tahun 1995-1996 ditemukan 18.578 kasus korupsi dan penyelewengan dana senilai Rp 888,72 milliar. Pada era reformasi tidak akan berubah menjadi lebih baik dari era sebelumnya dan bahkan lebih buruk. Menurut laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) penyimpangan uang negara sudah mencapai Rp166,53 triliun atau sekitar 50% dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2003. Sebagaimana dilaporkan oleh Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Satrio Budihardjo Joedono sejak pertengahan 2003 telah ditemukan 22 penyimpangan keungan negara. Dalam semester satu tahun 2004 Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) juga melakukan pemeriksaan terhadap 377 proyek dan asset senilai Rp 1.312 trlliun. Dari jumlah tersebut menemukan penyimpangan sekitar Rp 37,4 trilliun atau 2,85% dari nilai keseluruhannya. Tidak mengherankan jika dalam laporan Tranparansi Internasional Indonesia (TII) sebagaimana diungkapkan dalam siaran persnya dari 146 negara yang disurvey Indonesia masuk dalam urutan kelima negara terkorup di dunia dengan indeks prestasi korupsi 2,0 [7].
Adapun sebab-sebab Korupsi adalah Ainan (1982) menyebutkan beberapa sebab terjadinya korupsi yaitu :
a. Perumusan perundang-undangan yang kurang sempurna;
b. Administrasi yang lamban, mahal, dan tidak luwes;
c. Tradisi untuk menambah penghasilan yang kurang dari pejabat pemerintah dengan upeti atau suap;
d. Dimana berbagai macam korupsi dianggap biasa, tidak dianggap bertentangan dengan moral, sehingga orang berlomba untuk korupsi;
e. Di India, misalnya menyuap jarang dikutuk selama menyuap tidak dapat dihindarkan;
f. Menurut kebudayaannya, orang Nigeria Tidak dapat menolak suapan dan korupsi, kecuali mengganggap telah berlebihan harta dan kekayaannya;
g. Manakala orang tidak menghargai aturan-aturan resmi dan tujuan organisasi pemerintah, mengapa orang harus mempersoalkan korupsi[8].
Celah KKN di Tubuh TNI
Banyak modus yang dapat dilakukan untuk menggelontorkan dana secara besar-besaran baik yang merupakan kegiatan resmi juga yang fiktif. Misalnya, ada kegiatan di luar program (kegiatan atas inisiatif pimpinan) yang “seolah-olah” ada dan dilaksanakan, dan didanai dengan dana yang tidak sedikit walaupun kenyataan tidak pernah ada. Triknya cukup sederhana, lengkapi saja dengan perencanaan kegiatan dan rencana anggaran, ditutup dengan laporan pelaksanaan kegiatan. Jika sifatnya kegiatannya resmi, maka modus yang berlaku adalah penggelembungan dana dan setelah dana turun, “sunat-menyunat” anggaran pun dilakukan di bawah tangan. Permainan ini terbilang masih dalam skala kecil, pada skala yang lebih besar dilakukan dengan melibatkan “rekanan-rekanan hitam” yang merupakan pemasok perlengkapan militer yang berbiaya milyaran rupiah yang pelaksanaan tendernya pun hanya “akal-akalan”. Rekanan-rekanan hitam tersebutlah yang menentukan spesifikasi alat yang akan dibeli (dimana seharusnya TNI yang melakukannya), sehingga tentu saja pada saat tender dilakukan, rekanan hitam lah yang akan memenangkannya.
Kenapa KKN Di TNI Sulit Diungkap?
Struktur organisasi TNI yang menuntut loyalitas mati terhadap pimpinannya menjadikan penyakit korupsi di tubuh TNI sulit diberantas ketika pimpinan ataupun pejabat berwenang bertindak sebagai “orang yang mengetahui” kegiatan nakal ini. Atau bahkan pejabat yang berwenang tersebut bertindak sebagai rekan, sahabat, saudara atau bahkan “pencipta” rekanan-rekanan hitam. Para pimpinan ini tentu bukan orang sembarangan. Mereka rata-rata adalah orang yang dekat dengan kekuasaan. Kedekatan dengan kekuasaan ini menjadikan para pimpinan tersebut “disegani” di angkatan masing-masing. Misalnya, para mantan ADC Presiden, dengan bermodalkan kata-kata “Atas petunjuk Bapak Presiden” maka dijamin, tak seorangpun yang berani menghalanginya. Misalnya dalam tubuh Angkatan Udara yang sarat dengan asset-asset bernilai puluhan triliyun rupiah yang membuat Angkatan Udara sangat rentan dengan kasus korupsi berskala besar jika dibandingkan dengan kasus simulator SIM POLRI yang nilainya “hanya” milyaran rupiah. Para pemegang jabatan strategis TNI AU seperti Kasau, Asisten-asisten Kasau dan Pangkoops AU, adalah pejabat-pejabat yang diyakini “mengetahui” pergerakan para rekanan-rekanan hitam ini (jika tidak dikatakan sebagai mitra dari rekanan hitam). Sebagaimana layaknya berbagai modus korupsi yang terjadi, selalu dilakukan secara sistematis dan terstruktur dengan melibatkan pejabat-pejabat lainnya seperti misalnya Kadispam AU untuk mengamankan “kegiatan”, Danpom AU untuk mencari “celah” legalitas kebijakan dan pejabat lain yang memiliki hubungan darah dengan keluarga Cikeas seperti Gubernur AAU sekarang misalnya. Lalu, tentu diperlukan peran Pangkoops AU sebagai pejabat berwenang penyelenggara operasi udara di wilayah kedaulatan NKRI yang bertanggung jawab dalam operasional dan pembinaan manusia dan pemeliharaan alat yang sangat tinggi nilainya. Pangkoops AU yang juga kebetulan merupakan mantan ADC Presiden tentu akan bekerja sama dengan rekanan hitam untuk menentukan spesifikasi alat yang “layak” dibeli oleh negara. Agar layak dan pantas untuk memperoleh keuntungan besar dari pembelian tersebut maka spesifikasinya pun “disesuaikan”. Jika sudah seperti ini alurnya, pimpinan Angkatan Udara hanya perlu menyetujui dan mengajukannya ke DPR melalui Kemenhan, dan “menutup mata” saat menandatanganinya[9].
Terbukti bahwa Brigjen Koesmayadi dan Letjen TNI Purnawirawan Djaja Suparman tidak menghayati dan meresapi nilai-nilai Sapta Marga dan Sumpah Prajurit, bahwa setiap prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia memiliki sendi-sendi disiplin yang kukuh, kode etik dalam pergaulan, kode kehormatan dalam perjuangan, kode moral dan pengamalan, serta sistem nilai dalam tata kehidupan yang mantap.  Suatu ketaatan yang dilandasi oleh kesadaran lahir dan bathin atas pengabdiannya pada nusa dan bangsa serta merupakan perwujudan pengendalian diri untuk tidak melanggar perintah kedinasan dan tata kehidupan prajurit[10].  

D.    PENYIDIKAN, PENUNTUTAN TINDAK PIDANA KORUPSI
Di dalam kasus tersebut berlaku ketentuan Pasal 26 yang menentukan penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tindak pidana korupsi, dilakukan berdasarkan acara pidana yang berlaku, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang. Jadi meskipun yang berlaku untuk penyidikan itu adalah hukum acara pidana militer yang menjadi wewenang; Atasan Yang Berhak Menghukum, tetapi pada bagian akhir kalimat pasal tersebut menyebutkan “kecuali ditentukan lain dalam Undnag-Undang ini”. Kalimat tersebut mengakibatkan timbulnya wewenang dari Jaksa Agung turut berperan serta di dalam penyelidikan, penyidikan dalam perkara tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 27 dan Pasal 39  Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi atau disebut UUPTPK. Keberadaan UUPTPK adalah lebih khusus lagi, karena hal-hal yang diatur di dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 sudah merupakan tindak pidana khusus yang berlaku bagi militer. Akan tetapi dengan Undang-Undang tindak pidana korupsi masih disimpangi meniadakan kewenangan Ankum dalam pengusutan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh militer.


DAFTAR PUSTAKA
Barda Nawawi Arief, 2010.  Kapita Selekta Hukum Pidana. Bandung: Citra Aditya Bakti.
Moch.Faisal Salam, 2002. Hukum Acara Pidana Militer Di Indonesia. Bandung: Mandar Maju.
Moch.Faisal Salam, 2004. Peradilan Militer Di Indonesia. Bandung: Mandar Maju.
M.Karjadi,R.Soesilo, 1997. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Bogor: Politeia
OC Kaligis, 2008. Praktek Tebang Pilih Perkara Korupsi Jilid 1.Yogyakarta.
“Korupsi” dalam http://id.wikipedia.org/wiki/Korupsi, diakses tanggal 12 Desember 2013 pukul 11.00 WIB.

KORUPSI DI INDONESIA: MASALAH DAN SOLUSINYA” dalam http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3800/1/fisip-erika1.pdf, diakses tanggal 12 Desember 2013, pukul 11. 20 WIB.




[3] Moch. Faisal Salam, Hukum Acara Pidana Militer di Indonesia  (Bandung: Mandar Maju, 2002), hal. 25-26
[4] “Korupsi” dalam http://id.wikipedia.org/wiki/Korupsi, diakses 12 Desember 2013, pukul 11.00 WIB.
[5]KORUPSI DI INDONESIA: MASALAH DAN SOLUSINYA” dalam http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3800/1/fisip-erika1.pdf, diakses 12 Desember 2013, pukul 11. 20 WIB.
[6] Barda Nawawi Arief, Kapita Selekta Hukum Pidana (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2010), hal.197.
[7] OC Kaligis, Praktek Tebang Pilih Perkara Korupsi Jilid 1 (Yogyakarta, 2008), hal.1
[8] KORUPSI DI INDONESIA: MASALAH DAN SOLUSINYA” dalam http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3800/1/fisip-erika1.pdf, diakses pada 20 September 2013 pukul 11. 25 WIB
[10] Moch. Faisal Salam, Peradilan Militer di Indonesia (Bandung: Mandar Maju, 2004), hal. 43