Rabu, 11 Maret 2015

MERAK KHATULISTIWA ALA JAWA TIMUR dan THINK GLOBALLY ACT LOCALLY


MERAK KHATULISTIWA ALA JAWA TIMUR

Dalam pasal 32 UUD 1945 dinyatakan: "Pemerintah memajukan kebudayaan nasional Indonesia." Ini berarti bahwa masalah kebudayaan nasional adalah masalah kenegaraan, sehingga perlu ditangani secara sungguh-sungguh oleh seluruh lapisan masyarakat Indonesia guna membentuk suatu kebudayaan nasional. Salah satu wahana untuk memajukan kebudayaan nasional tersebut adalah melestarikan warisan budaya bangsa yang dilaksanakan mulai dari hal terkecil dalam kehidupan sehari-hari kita. Terkikisnya budaya warisan leluhur bangsa akibat rasa nasionalisme yang semakin padam di kalangan masyarakat. Mereka lebih tertarik pada kehidupan hedonis (kesenangan) dengan dunia orang lain. Kita bisa melihat banyak pemuda yang tidak peduli dengan kondisi keterpurukan yang melanda bangsa ini.
Seiring dengan zaman dan budaya – budaya asing yang kian merajalela di Indonesia. Sebut saja demam K-pop korea, demam Hollywood,`serta drama asing yang hanya mengajarkan pada kita kehidupan duniawi saja. Budaya bangsa yang diakui oleh negara lain sedangkan kita hanya diam terpaku meringis menahan rasa malu karena ketidakberdayaan kita untuk membuktikan bahwa kita memilikinya.  Jiwa dan rasa Nasionalisme yang tertanam dalam diri bangsa Indonesia semakin luntur, Kondisi ini tidak lepas dari fenomena global yang berkembang pesat, ketidaksiapan dan kemampuan mental dalam menghadapi ancaman globalisme dan neoliberalisme serta di dukung oleh rasa individualisme yang menimbulkan ketidakpedulian mahasiswa dengan budaya asli Indonesia. Tingginya tingkat pengadopsian budaya asing yang melanda masyarakat Indonesia dewasa ini juga disebabkan oleh masih kurangnya informasi, pemahaman, dan penghayatan terhadap nilai-nilai budayanya sendiri menjadi sebuah keniscayaan.
Rasa apatis yang menggerogoti pemikiran kita mengenai nasionalisme, bisa kita cegah dengan terus mengupayakan destinasi terbaik tentang potensi pariwisata di daerah kita sendiri. Mengapa? Karena hal tersebut merupakan bagian dari rasa tanggung jawab kita untuk melaksanakan amanat pasal 32 UUD 1945 seperti penulis utarakan di atas tadi. Penulis berkeyakinan dengan sedikit perubahan mengenai hal tersebut, Indonesia pasti menjadi surga pariwisata bagi para pelancong turis domestik maupun mancanegara. Sebut saja provinsi Jawa Timur yang merupakan provinsi yang strategis mengingat letak geografis nya yang berada pada keadaan menguntungkan.
Jawa Timur merupakan salah satu daerah tujuan wisata yang potensial, hampir disetiap Kabupaten/Kota yang memiliki daerah tujuan wisata yang menarik. Daerah tujuan wisata di Jawa Timur meliputi wisata budaya dan wisata alam. Wisata budaya berupa peninggalan peninggalan situs candi-candi yang paling terkenal di Jawa Timur adalah peningggalan-peninggalan kerajaan Majapahit yang saat ini banyak terdapat di daerah Trowulan Kabupaten Mojokerto, Karapan Sapi di Madura. Sedangkan wisata alam di Jawa Timur yang paling banyak dikunjungi adalah : Gunung Bromo di Kabupaten Pasuruan, Hutan Wisata Suaka Alam Taman Nasional Baluran di Kabupaten Banyuwangi. Monumen bersejarah antara lain, Tugu Pahlawan di Surabaya, dan Hotel Majapahit di Surabaya.
Candi Panataran adalah sebuah candi berlatar belakang Hindu (Siwaitis) yang terletak di Jawa Timur. Candi ini persisnya terletak di lereng barat daya gunung Kelud di sebelah utara Blitar. Kompleks candi ini merupakan yang terbesar di Jawa Timur. Karapan sapi merupakan istilah untuk menyebut perlombaan pacuan sapi yang berasal dari Pulau Madura, Jawa Timur. Pada perlombaan ini, sepasang sapi yang menarik semacam kereta dari kayu (tempat joki berdiri dan mengendalikan pasangan sapi tersebut) dipacu dalam lomba adu cepat melawan pasanganpasangan sapi lain. Trek pacuan tersebut biasanya sekitar 100 meter dan lomba pacuan dapat berlangsung sekitar sepuluh sampai lima belas detik. Beberapa kota di Madura menyelenggarakan karapan sapi pada bulan Agustus dan September setiap tahun, dengan pertandingan final pada akhir September atau Oktober di kota Pamekasan untuk memperebutkan Piala Bergilir Presiden. Kerapan sapi didahului dengan mengarak pasangan-pasangan sapi mengelilingi arena pacuan dengan diiringi gamelan Madura yang dinamakan saronen. Babak pertama adalah penentuan kelompok menang dan kelompok kalah. Babak kedua adalah penentuan juara kelompok kalah, sedang babak ketiga adalah penentuan juara kelompok menang. Piala Bergilir Presiden hanya diberikan pada juara kelompok menang.    


Taman Nasional Bromo-Semeru merupakan satu-satunya kawasan konservasi di Indonesia yang memiliki keunikan berupa laut pasir seluas 5.250 hektar, yang berada pada ketinggian 2.392 m dari permukaan laut. Pegunungan Bromo-Semeru, merupakan pegunungan yang masih aktif dan paling terkenal sebagai obyek wisata di Jawa Timur. Kawasan wisata ini menjanjikan sebuah keindahan yang tak bisa anda temui di tempat lain. Dari puncak gunung berapi yang masih aktif ini, anda bisa menikmati hamparan lautan pasir seluas 10 km persegi, dan menyaksikan kemegahan gunung Semeru yang menjulang menembus awan. Selain menyaksikan keindahan panorama yang ditawarkan oleh Bromo-Semeru, apabila Anda datang di waktu yang tepat, maka Anda dapat menyaksikan Upacara Kesodo, yang diadakan oleh masyarakat Tengger. Upacara ini biasanya dimulai pada saat tengah malam hingga dini hari setiap bulan purnama sekitar tanggal 14 atau 15 di bulan Kesodo [ke-sepuluh] menurut penanggalan Jawa. Upacara Kesodo merupakan upacara untuk memohon panen yang berlimpah atau meminta tolak bala dan kesembuhan atas berbagai penyakit, yaitu dengan cara mempersembahkan sesaji dengan melemparkannya ke kawah Gunung Bromo.
 Taman Nasional Baluran dengan luas 25.000 Ha wilayah daratan dan 3.750 Ha wilayah perairan terletak di antara 114° 18' - 114° 27' Bujur Timur dan 7° 45' - 7° 57' Lintang Selatan. Daerah ini terletak di ujung Timur pulau Jawa. Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Madura, sebelah Timur berbatasan dengan Selat Bali, sebelah Selatan berbatasan dengan sungai Bajulmati dan sebelah Barat berbatasan dengan sungai Kelokoran. Iklimnya bertipe Monsoon yang dipengaruhi oleh angin Timur yang kering. Curah hujan berkisar antara 900 - 1600 mm/tahun, dengan bulan kering per tahun rata-rata 9 bulan. Antara bulan Agustus s/d Desember bertiup angin cukup kencang dari arah Selatan. Pada bagian tengah kawasan ini terdapat Gunung Baluran yang sudah tidak aktif lagi. Tinggi dinding kawahnya bervariasi antara 900-1.247 m dan membatasi kaldera yang cukup luas. Kawasan perairan memiliki keanekaragaman hayati dan ekosistem perairan yang perlu dilestarikan guna mendukung strategi konservasi.
Tugu Pahlawan, Tragedi 10 Nopember 1945 dan sejarah-sejarah perjuangan lainnya membuat Surabaya dikenal dengan sebutan ‘Kota Pahlawan’. Alasan tersebutlah yang menjadi dasar dibangunnya tugu pahlawan. Walaupun banyak patung-patung pahlawan lain di Surabaya, namun tugu pahlawan merupakan yang paling dikenal. Tugu Pahlawan berbentuk seperti roket yang menjulang tinggi yang terletak di Taman Kebonrojo di seberang kantor Gubernur di pusat kota Surabaya. Tugu tersebut tidaklah terlalu dekoratif, tidak pula besar, namun kesederhanaannya yang memang disengaja oleh perancangnya menunjukkan karakter yang rendah hati dan menjauhkan kesan angkuh. Monumen ini menjadi pusat tempat peringatan hari pahlawan 10 Nopember dimana kota Surabaya mengenang para pahlawan yang telah gugur mempertahankan kemerdekaan. Industri Kerajinan Kulit di Tanggulangin berdiri sejak tahun 1976. Selain memproduksi tas dan koper juga sepatu, ikat pinggang, dompet, dll. Tas dan koper hasil kerajinan tersebut selain dipasarkan di dalam negeri, juga diekspor ke luar negeri antara lain Jepang, Arab Saudi dan Eropa. Tak lupa industri Kerajinan kulit khas Jalan Sawo Magetan yang kualiitas produk lebih unggul karena proses produksinya yang hand made dan terdapat pabrik pengolahan kulit terbesar di Jawa Timur. Tak mengehrankan apabila Jawa Timur merupakan daerah pemasok kerajinan kulit terbesar di Indonesia.
Hotel Majapahit terletak di Jalan Tunjungan, pernah dikenal dengan nama LMS, Orange Hotel, Yamato Hotel, Hoteru hotel dan merupakan pusat kegiatan Eropa dan Belanda dalam rangka mengembalikan Surabaya ke kekuasaan Belanda. Pada tanggal 19 September 1945 yang terkenal dengan insiden bendera, pejuang-pejuang Surabaya merobek warna biru pada bendera Belanda sehingga menjadi merah putih, bendera Indonesia. Insiden ini amat memicu kemarahan Belanda. Jembatan merah yang terletak di utara Surabaya merupakan tempat berlangsungnya pertempuran terdahsyat yang pernah terjadi di pulau Jawa. Pertempuran Surabaya bermula pada tanggal 10 Nopember 1945, kurang dari tiga bulan setelah proklamasi kemerdekaan dan di tempat inilah Brigadir Jenderal Mallaby terbunuh. Dekat jembatan ini terletak Kampung Cina yang membuat arsitektur di sekitar jembatan kental dengan arsitektur dan konstruksi bernuansa Cina dan merupakan tempat bisnis dan perdagangan yang ramai. Kya-kya merupakan pusat jajanan malam terbesar di kota Surabaya yang terletak di Kembang Jepun (Kampung Cina) yang hanya buka di malam hari karena pada siang hari lokasi tersebut merupakan pusat kegiatan perdagangan yang ramai.
Museum Sampoerna menawarkan pengalaman yang unik bagi pengunjung. Mulai cerita mengenai keluarga Sampoerna hingga melihat secara dekat produksi pelintingan rokok, bahkan pengunjung dapat mencoba melinting rokok Dji Sam Soe sendiri. Pengunjung dapat menjadi bagian dari 3.900 orang wanita yang bekerja di pabrik ini, melinting rokok dengan peralatan tradisional. Mereka dapat melakukannya dengan kecepatan 325 batang rokok per jamnya. Dengan sentuhan art deco, unsur kreativitas dan sentuhan sejarah, Kafe Sampoerna menawarkan pengalaman kuliner yang unik. Campuran lukisan, kaca jendela patri dan ukiran panel kayu jati yang antik dengan disain yang modern, Kafe Sampoerna dapat memberikan pengalaman yang sukar untuk dilupakan. Beraneka ragam pilihan makanan ala western maupun Asia tersedia. Pada malam-malam tertentu, penampilan live music akan menemani suasana makan anda.

Terbukti memang mengapa penulis menjuluki Jawa Timur sebagai Merak Khatulistiwa. Karena provinsi Jawa Timur mempunyai keunikan serta keberagaman budaya dari berbagai etnik dan suku. Terlebih lagi Jawa Timur tidak hanya menonjol dari segi pariwisata nya namun juga merupakan sentra industri terbesar kedua di Indonesia. Merak di sini menunjukkan bahwa provinsi Jawa Timur memberikan warna yang tak ternilai harga nya terhadap kemajuan Indonesia, sedangkan arti Khatulistiwa di sini penulis berpendapat bahwa mengenai Sejarah Provinsi Jawa Timur merupakan saksi masa Kejayaan Majapahit. Dulunya kejayaan kerajaan di Jawa Tengah menurun sejak abad ke-10. Perannya kemudian digantikan  oleh Kerajaan Majapahit yang berpusat di Jawa Timur. Kerajaan ini menguasai seluruh kepulauan Indonesia, Semenanjung Melayu, dan sebagian wilayah Filipina selama ratusan tahun. Sukses membina hubungan dagang dengan Cina, Kamboja, Siam, Burma, dan Vietnam, selama masa pemerintahan Raja Airlangga, masyarakat Jawa Timur dan Bali berhasil menciptakan hubungan dagang dengan pulau-pulau di Nusantara dan mengembangkan kebudayaan dan kesenian bercorak Hindu hingga puncaknya dari karya sastra hingga corak candi yang indah.

Mengenai Transportasi Provinsi Jawa Timur terhubung ke seluruh Pulau Jawa melalui jalan darat, kereta api regular, dan transportasi udara antara Surabaya dan kota-kota besar lainnya di Indonesia termasuk Bali yang hanya membutuhkan waktu sekitar setengah jam. Masyarakat dan Budaya Masyarakat desa di Jawa Timur, seperti halnya di Jawa Tengah, memiliki ikatan yang berdasarkan persahabatan dan teritorial.

Sedangkan berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Jatim, jumlah wisatawan mancanegara yang datang ke Jawa Timur melalui pintu masuk Juanda pada Februari 2013 sebanyak 16.718 orang atau turun 0,9% dibanding Januari. Namun, secara kumulatif jumlah wisatawan mancanegara pada Januari – Februari mencapai 33.589 orang atau naik 17,89% dibanding dengan periode yang sama tahun lalu. Menurut BPS, sebagian besar wisatawan mancanegara pada Februari berkebangsaan Malaysia yakni sebanyak 4.324 orang atau naik 12,08% dari Januari 3.858 orang.
Diikuti kebangsaan Singapura sebanyak 1.557 orang atau 40,78% dari 1.106 orang dan China sebanyak 951 orang atau turun 2,46% dari 975 orang pada Januari. Dibanding dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya, jumlah wisman Jawa Timur pada Februari tahun ini naik 17,89%. Sementara wisatawan mancanegara berkebangsaan Taiwan pada Februari 2013 sebanyak 756 orang atau naik 20,77% dibanding Januari. Sedangkan wisatawan asal Jepang naik 5,52% dari 543 orang pada Januari menjadi 573 orang pada Februari. Menurut kontribusinya, selama Februari 2013 wisatawan berkebangsaan Malaysia berperan 25,86%, kebangsaan Singapura 9,31%, kebangsaan China dan Taiwan masing-masing 5,67% dan 4,52%, dan kebangsaan Jepang 3,43% terhadap jumlah wisatawan mancanegara yang masuk Juanda, dengan kontribusi kelimanya sebesar 48,81%.
Berdasarkan paparan mengenai keistimewaan Provinsi Jawa Timur di atas, penulis berharap ke depannya masyarakat sadar dan patut bangga akan keistimewaan Indonesia. Mampu berkontribusi penuh demi kemajuan bangsa, mampu memelihara dan menjaga keistimewaan tersebut. Sehingga ke depannya Indonesia tetaplah Indonesia bukan menjadi Indonesia sebagai Negara Boneka masyarakat dunia.

THINK GLOBALLY, ACT LOCALLY

Think globally, act locally menjadi sikap kunci dalam hal ini. Berpikir secara global dan bersikap secara lokal akan dapat menjadi sikap yang mendamaikan ketiganya. Tanpa berpikir secara global yang dibarengi dengan kesadaran akan kearifan lokal, desentralisasi bakal sulit memberikan solusi atas ketidakadilan pusat-daerah.
Setiap daerah tentu mempunyai potensi dan keunggulan masing-masing. Potensi dan keunggulan itulah yang harus dikembangkan untuk "memerdekakan" masyarakat (lokal). Ini mutlak mengingat persaingan antardaerah semakin bebas. Kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia sebagai cita-cita kemerdekaan kini berada di tangan masing-masing daerah dalam mengelola segala potensinya.
Perlu kita ketahui terlebih dahulu siapa kah yang termasuk Putra Daerah tersebut? Menurut Eep Saefullah Fathan dalam satu tulisannya, ia membagi putra daerah menjadi  4 kategori: genealogis, politik, ekonomi, dan sosiologis.
Pertama, “putra daerah genealogis,” yakni mereka yang sekadar memiliki kaitan darah dengan daerah itu tetapi tidak menetap dan di situ. Putra daerah genealogis terbelah lagi ke dalam dua kategori: Mereka yang kebetulan dilahirkan di daerah bersangkutan dari (salah satu atau kedua) orang tua yang juga berasal daerah tersebut, dan mereka yang tidak dilahirkan di daerah tersebut tapi memiliki orang tua yang berasal dari daerah bersangkutan.
Kedua, “putra daerah politik”, yakni putra daerah genealogis yang memiliki kaitan politik dengan daerah itu. Misalnya: Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dari daerah tertentu yang sebelumnya tak punya kiprah politik dan ekonomi di daerah tersebut atau Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Pusat yang oleh partainya ditempatkan sebagai kandidat dari daerah yang memiliki kaitan genealogis dengannya.
Ketiga, “putra daerah ekonomi”, yakni putra daerah genealogis yang karena kapasitas ekonominya kemudian memiliki kaitan dengan daerah asalnya melalui kegiatan investasi atau jaringan bisnis di daerah asalnya. Dalam konteks sistem politik dan ekonomi Indonesia, putra daerah politik dan ekonomi ini biasanya hanya berhubungan dengan daerah asalnya secara pragmatis belaka. 
Mereka membutuhkan daerah lebih banyak sebagai basis pemenuhan kepentingan politik dan ekonomi mereka sendiri. Tentu saja, sebaliknya, daerah itupun sedikit banyak bisa memperoleh keuntungan politik dan ekonomi dari mereka.
Keempat, “putra daerah sosiologis”, yakni mereka yang bukan saja memiliki keterkaitan genealogis dengan daerah asalnya tetapi juga hidup, tumbuh dan besar serta berinteraksi dengan masyarakat di daerah itu. Mereka sungguh-sungguh menjadi bagian sosiologis dari masyarakat daerahnya.
Dari empat kategori sederhana diatas, kita bisa menyimpulkan bahwa walaupun sama-sama putra daerah, namun tidak semua memiliki sebuah motif yang sama terhadap daerahnya itu sendiri. Ada yang memberdayakan daerah untuk menguntungkan dirinya sendiri, ada pula yang menguntungkan kedua belah pihak: dirinya dan daerahnya sendiri. Putra daerah turut berperan untuk menentukan arah perkembangan daerah tempat mereka berada.
Ada banyak wacana dan rencana yang digulirkan secara makro untuk mengarahkan pembangunan Indonesia menjadi lebih baik. Namun semua hal itu tidak akan bisa dilepaskan dari suksesnya pembangunan daerah-daerah didalamnya. Mustahil Indonesia bisa maju, jika daerah-daerah didalamnya saja masih belum terurus dengan baik.
Peran putra-putra daerah tidak bisa lagi dipandang sebelah mata. Pembangunan mental dan pikiran putra daerah harus dipersiapkan secara matang dan sistematis baik itu oleh keluarga maupun pemerintah daerah itu sendiri agar mampu menjadi bagian sosiologis masyarakat sekitarnya. Adanya sebuah program pembangunan sumber daya manusia yang baik, dapat menjadikan putra daerah sebagai aset strategis  tuan rumah di daerahnya sendiri.
Kita mungkin sudah terbiasa dengan fenomena putra daerah cemerlang bermigrasi dan bersekolah tinggi diluar daerahnya. Sebagian besar dari mereka berdalih ingin mendapatkan penghidupan dan pendidikan yang lebih layak. Namun yang terjadi di lapangan tidaklah semulus seperti apa yang diharapkan. Kenyataannya ada yang sukses serta akhirnya “nyaman” ditempat barunya dan ada juga yang gagal serta akhirnya menjadi beban bagi daerah barunya. Ini merupakan realita nyata yang terjadi di Indonesia. Untuk memutus rantai permasalahan ini, perlu ada program dari pemerintah untuk memberdayakan putra daerah yang potensial dan bisa berkomitmen untuk kembali untuk membangun daerahnya.
India, Cina, dan Jepang merupakan salah satu negara yang sukses melakukan hal ini. Pemerintah tiga negeri itu melakukan sebuah terobosan untuk mengirimkan pemuda-pemuda mereka yang potensial ke negara-negara maju (Amerika dan Eropa) untuk mencari ilmu dan membangun komitmen mereka untuk kembali ke daerah asalnya. Alhasil, kita bisa melihat bahwa kualitas pemuda-pemuda yang potensial negara itu tidak kalah hebatnya dengan kualitas pemuda-pemuda negara maju sana. Industri elektronik di Beijing hampir sama hebatnya dengan industri elektronik yang ada di New York. Industri software di Balangore hampir sama canggihnya dengan industry software diSilicon Valley. Industri otomotif diToyotahampir sama briliannya dengan industri otomotif di Jerman.
Pemuda putra daerah tentunya lebih mengerti akan potensi daerahnya ketimbang orang luar. Di sini, peran putra daerah sangat dibutuhkan untuk mewujudkan cita-cita kemerdekaan. Memang hal ini dapat diterima secara logis sebagai hal yang benar, mengingat pemuda termasuk dalam level manusia yang berumur produktif, dimana mereka menjadi poros utama dalam membangun daerah. Jika digambarkan secara statistik, hingga kini komposisi penduduk Indonesia masih berbentuk “piramida”, dimana jumlah pemudanya belum mencapai titik ideal dibandingkan kaum usia non produktifnya. Mungkin inilah salah satu faktor penghambat mengapa banyak daerah Indonesia yang masih belum bisa maju.
Padahal penulis berkeyakinan sesuai ucapan dari Sang Proklamator kita Bapak Soekarno bahwa “Berikan aku sepuluh pemuda yang cinta akan tanah air Indonesia, maka aku akan menguncang dunia". Memang hal ini dapat diterima secara logis sebagai hal yang benar, mengingat pemuda termasuk dalam level manusia yang berumur produktif, dimana mereka menjadi poros utama dalam membangun daerah. Jika digambarkan secara statistik, hingga kini komposisi penduduk Indonesia masih berbentuk “piramida”, dimana jumlah pemudanya belum mencapai titik ideal dibandingkan kaum usia non produktifnya. Mungkin inilah salah satu faktor penghambat mengapa banyak daerah Indonesia yang masih belum bisa maju. Solusi dari permasalahan tersebut adalah pemberdayaan putra daerah potensial secara efektif dan tepat sasaran, maka percepatan pembangunan daerah pun dapat terlaksana dengan baik. Bukan tidak mungkin, putra daerah ini nantinya juga pantas menjadi pilar-pilar nasional pembangun bangsa di masa depan. Bukankah itu juga yang menjadi mimpi para founding fathers dari negara ini yang ber”bhineka tunggal ika” ini?
Setelah bola reformasi bergulir, otonomi daerah diterapkan berdasarkan  UU No. 22/1999 yang kemudian dilanjutkan dengan UU No.32/2004. Kebijakan otoda diterapkan sebagai evaluasi atas sentralisasi pemerintahan Orde Baru yang dinilai hanya memberikan kesejahteraan bagi pusat. Di era itu, di mana sentralisasi menjadi skema penyelenggaraan pemerintahan, daerah cenderung dijadikan lahan eksploitasi pusat [Jakarta]. Tak hanya eksploitasi sumber daya ekonomi, seluruh sumber daya daerah ikut termarjinalisasi. Ketika ada proyek pembangunan di daerah, sumber daya manusia lokal kerap hanya menjadi penonton. Karena, tak hanya mesin yang didatangkan dari pusat, sumber daya manusia pelaksana kebijakan dan segala bentuk proyek pembangunan juga dipasok dari sana. Kalaupun ada SDM lokal, mereka kerap hanya dijadikan tenaga teknis.
Tak hanya itu, konstalasi perpolitikan daerah dikontrol ketat dan detail oleh pusat yang berkarakter militeristik. Bahkan, sentralisasi politik diperparah dengan dikembangkannya uniformintas supra-struktur dan infra-struktur politik. Dengan kata lain, Orde Baru telah melakukan negaraisasi (state formation) seluas-luasnya. Negaraisasi itu menisbikan eksistensi politik lokal yang telah lama mengakar di masyarakat. Konsekuensi logisnya, partisipasi politis masyarakat lokal pun terpasung.
Desentralisasi ingin mendobrak itu semua. Kebijakan desentralisasi memberikan “kebebasan” lebih kepada daerah untuk mengelola sumber daya ekonomi dan segala potensi daerah, termasuk penyelenggaraan pemerintahan. Konsekuensi logisnya, peran strategis putra daerah dalam pembangunan pun diutamakan. Tuntutan peran bagi putra daerah otomatis kian signifikan. Yang jelas, kepedulian terhadap daerah erat kaitannya dengan nasionalisme dalam konteks kekinian. Menurut Pratikno (2009), desentralisasi menjadi pusaka ampuh integrasi nasional. Nasionalisme adalah modal penting kaum muda dalam pengisian kemerdekaan. Sejarah bangsa ini merekam bagaimana ampuhnya nasionalisme dijadikan senjata oleh para pemuda pendahulu kita yang juga kaum terpelajar/cendekiawan/intelegensia dalam merebut kedaulatan bangsa dari tangan penjajah dan menggulirkan bola reformasi. Kini, era desentralisasi, pusaka nasionalisme yang masih tetap ampuh itu kiranya dapat diwujudkan dalam kepedulian lebih terhadap darah asal.
Kini kita dihadapkan pada beberapa tuntutan zaman. Beberapa tuntutan itu seolah saling tarik ulur. Di satu sisi, kita dituntut untuk peka zaman oleh Gelombang Ketiga perkembangan dunia, jika tidak mau ketinggalan kereta zaman. Permasalahannya, sikap peka zaman itu kerap cenderung—entah disadari atau tidak— menghantarkan, bahkan memaksa kita untuk tidak terlalu menggumuli nasionalisme dengan intim. Dan, keasyikan intim dengan nasionalisme kerap dinilai sebagai sikap kemandekan.
Di sisi lain, kita dituntut untuk senantiasa mengutamakan nasionalisme, agar kita senantiasa tidak ahistoris dalam mendefinisikan diri. Bahwa kita adalah orang Indonesia dengan kultur agraris dan segala kebhinekaannya, pernah dijajah beberapa negara, merdeka atas peran besar pemuda, terdiri dari komposisi masyarakat multietnis dan religi, serta masih menderita penyakit akut korupsi. Semua itu juga menuntut kita untuk berfikir dan bertindak secara nasional.
Selain dua sisi itu, kita juga dituntut untuk memilihara local wisdom [kearifan lokal] sebagai warisan budaya yang tak ternilai harganya. Mengapa? Pertama, agar kita  senantiasa mafhum akan jati diri kita. Kedua, agar kearifan lokal sebagai jati diri bangsa tetap terjaga.  Ketiga, agar potensi-potensi lokal dapat dimanfaatkan dengan maksimal sebagai modal pemberdayaan. Sisi terakhir ini, kalau tidak disikapi dengan dewasa, kadang memang dapat memicu etnonasionalisme yang berpotensi memicu konflik horizontal. Ketiga sisi itu seolah memang terasa kontroversial. Namun, ketika disikapi dengan dewasa, ketiganya bahkan bisa saling mendukung. Think globally, act locally, penulis rasa menjadi sebuah sikap paling kompromis yang dapat mendamaikan ketiganya itu. Berfikir secara global dan bersikap secara lokal selanjutnya akan dapat mendukung keberhasilan penerapan kebijakan desentralisasi. Bahkan, tanpa berfikir secara global yang dibarengi dengan sadar akan kearifan lokal, desentralisasi tidak akan dapat memberikan solusi atas ketidakadilan pusat dan daerah.

Setiap daerah tentunya mempunyai potensi dan keunggulan masing-masing. Potensi dan keunggulan itu lah yang harus dikembangkan untuk “memerdekakan” masyarakat (lokal). Ini mutlak mengingat persaingan antar daerah kian bebas. Kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia sebagai cita-cita kemerdekaan kini berada di tangan masing-masing daerah dalam mengelola segala potensinya. Pemuda putra daerah tentunya lebih mengerti akan potensi daerahnya ketimbang orang luar. Di sini, peran putra dearah sangat dibutuhkan untuk mewujudkan cita-cita kemerdekaan.

Lalu bagaimana kiprah mahasiswa sebagai seorang pemimpin yang berjuang dalam pelestarian Budaya Bangsa khusus nya sebagai putra daerah?

Mahasiswa sebagai Agent of Information, diharapkan mampu mempengaruhi atau menjadi penyuluh pada basis masyarakat baik dalam lingkup kecil maupun secara luas. Dengan tataran ideal seperti itu mahasiswa dapat mengambil peran kemasyarakatan yang lebih bermakna  sebagai corong penyuluh dan agen informasi bagi  masyarakat. Contoh riil nya kita menjadi guide tour dalam acara resmi penyuluhan budaya di setiap kelurahan.

                Mahasiswa sebagai Inisiator of Change dimana mahasiswa menjadi inisiatif atau pencetus perubahan itu sendiri yang tentunya menjadi teladan ke arah yang lebih baik. Contoh riil nya di UNS sendiri terdapat UKM universitas yakni BKKT (Badan Koordinasi Kesenian Tradisional) yang berkontribusi dalam kegiatan pembelajaran dan pelestarian kesenian tradisional Jawa. Kita sebagai mahasiswa bisa memberi penyuluhan serta ajakan untuk bermain dan berlatih berkesenian entah itu dalam hal tari maupun musik. Bidikan kita adalah para pemuda di lingkungan sekitar atau masyarakat luas eks.Surakarta.

                Mahasiswa putra daerah memang sebagai harapan dan tumpuan dalam perbaikan dan kemajuan Bangsa Indonesia. Percayalah, membantu menyukseskan orang lain adalah cara tercepat menuju kesuksesan. Membantu memuliakan orang lain adalah cara tercepat menuju kemuliaan. Membantu membahagiakan orang lain adalah cara tercepat menuju kebahagiaan. Sungguh, ini adalah hukum kausalitas. Diharapkan kita tidak terlena dengan duniawi saja, melainkan tetap berkontribusi penuh dalam menebar benih perbaikan di masyarakat mengenai budaya asli Indonesia, tetap mengedepankan rasa nasionalisme yang membara serta yang terpenting adalah bangga mengakui bahwa kita mahasiswa yang sangat cinta akan tanah air Indonesia.





















Tidak ada komentar:

Posting Komentar