Sinopsis Kasus:
Irawady Joenoes Hakim KY Urip Tri Gunawan Jaksa
-
Korupsi sudah mengakar pada
demokratisasi di Indonesia?
-
Koruspi hanya persoalan moralitas para
penguasa atau penegak hukum?
Penyebab :
-
Sistem administrasi yang memungkinkan
pertukaran antara jabatan resmi dengan imbalan material
-
Kekeliruan persepsi masyarakat tentang
makna upeti atau gratifikasi
-
Budaya nenek moyang yang sudah mengenal
tentang adanya upeti pada masa kerajaan.
-
Menurut Harold Rogow (1963) korupsi
terjadi karena tataran politik yg ada membuka peluang lebar bagi adanya
jual-beli jabatan publik. (Uang dan modal mendapat jabatan penting)
Analisis Kasus:
Tiga
unsur dari sistem hukum menurut Lawrence M. Friedman sebagai Three Elements
of Legal System. Struktur hukum menurut Friedman, adalah rangkanya atau
kerangka, dan sebagai bagian-bagian dari hukum yang tetap senantiasa bertahan.
Subtansi hukum juga berarti produk yang dihasilkan oleh orang yang berada dalam
sistem hukum itu, mencakup keputusan yang mereka keluarkan, juga aturan baru
yang mereka susun. Budaya hukum juga mencakup suasana pikiran sosial dan
kekuatan sosial yang menentukan bagaimana hukum digunakan, dihindari atau
disalahgunakan. Dengan adanya budaya hukum tersebut akar permasalahan bisa
dihidupkan kembali atau bisa dimatikan selamanya http://franswinarta.com/EZPDF/Membangun%20Profesionalisme%20Aparat%20Penegak%20Hukum%2030.5.12.pdf diakses 15 September 2013 pukul
21.55 WIB
Terkait
dengan budaya hukum mengenai aparat penegak hukum di Indonesia yang masih kerap
melakukan tebang pilih kasus, berjiwa materialistis, menunjukkan penegakan
hukum di Indonesia saat ini sangatlah jauh dari konsep negara hukum (rechtsstaat)
dimana idealnya hukum merupakan yang utama, diatas politik dan ekonomi.
Suburnya judicial corruption dalam proses peradilan ini yang
mengakibatkan hancurnya sistem hukum dan lembaga peradilan menjadi tercemar
karena keacuhan aparat penegak hukum akan penegakan hukum yang efektif, serta
rendahnya kualitas sumber daya manusia baik secara intelektualitas maupun
spiritual, birokrasi peradilan yang berjenjang, pengawasan internal yang sangat
lemah, dan rendahnya integritas pimpinan lembaga penegak hukum menjadi sebab
terpuruknya penegakan hukum di Indonesia.
Hal
yang perlu diketahui adalah penegak hukum dan penegak keadilan di dalam masyarakat,
dalam kedudukannya sebagai profesi luhur, menuntut kejelasan dan kekuatan moral
yang tinggi. Franz Magnis-Suseno dkk., menunjukkan ada tiga ciri kepribadian
moral yang dituntut dari para penyandang atau pemegang profesi luhur ini,
yaitu:
a. Berani berbuat dengan tekad untuk memenuhi tuntutan profesi.
b. Sadar akan kewajiban yang harus dipenuhi selama menjalankan tugas
profesionalnya.
c. Memiliki
idealisme sebagai perwujudan makna ‘mission statement’ masing-masing
organisasi profesionalnya.
Artinya,
setiap penegak hukum dalam kedudukan dan fungsinya masing-masing dituntut untuk
bertindak dengan tekad dan semangat yang sesuai dengan cita-cita dan tuntutan
profesinya. Integritas dan profesionalisme tidak dilahirkan secara instan,
melainkan terbentuk dalam proses menjalankan tugas dan kewajibannya dalam
sistem yang baik (Jimly Asshiddiqie,
2004:7) daftar pustaka nya Asshiddiqie, Jimly. 2004. Hukum Tata Negara dan Pilar-Pilar Demokrasi. Jakarta: Konstitusi
Press
Solusi
untuk menangani permasalahan tersebut antara lain: Perbaikan institusi hukum
(polisi, jaksa, hakim dan advokat) dalam hal sistem rekruitmen, mengadakan
program pelatihan atau program Continuing Legal Education (CLE) secara
konsisten, pembekalan etika profesi hukum, profesionalisme, dan lain sebagainya
terutama dalam lembaga Mahkamah Agung sebagai sentra penegakan hukum. Perlu
dukungan dan peran serta masyarakat luas (public support) terhadap
pemberantasan praktek-praktek judicial corruption http://arno13.blogspot.com/2009/11/etika-profesi-hukum-bagi-penegak-hukum.html diakses 15 September 2013 pukul 21.55
WIB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar