RISKA EGA WARDANI/E0010308
Essay Mengapa Saya Ingin Menjadi
Seorang Trainer!!!
Suramnya realitas kehidupan remaja saat ini memang sudah mencakup hal klimaks. Sebagai contoh
didapatinya pola pengajaran tinggi hukum yang hanya bersifat teknologis yakni hanya
menjalankan peran Undang-Undang secara benar, hanya menekankan pada pola dan
cara-cara penggunaan pengetahuan hukum sehingga menciptakan pemikiran manusia hukum
yang craftmanship[1].
Hal itu sangat bertolak belakang dengan pola pendidikan tinggi hukum yang humanis, yang mengedepankan
kemanusiaan dan keadilan di dalam masyarakat.
Salah satu
bentuk upaya preventif untuk menanggulangi hal tersebut maka dibutuhkan Training
sebagai bentuk pengaktualisasian diri agar menjadi pribadi yang lebih baik.
Karena di dalam training kita bisa saling bertukar pendapat dengan teman,
mencari perbedaan sebagai bentuk perbaikan diri serta memperdalam pengetahuan
non akademik kita. Training adalah metode pembelajaran aktif yang menggunakan
prinsip psikologi untuk mengubah perilaku atau meningkatkan knowledge (pengetahuan), skill & ability (kemampuan).
Training juga dilakukan untuk mengembangkan kualitas SDM yang merupakan
kebutuhan setiap insan akan ilmu yang bermanfaat. Selain itu, training juga
dilakukan untuk menghindari akibat negatif dari kurangnya ilmu dan motivasi.
Di
dalam Training yang menjadi inti pokoknya adalah trainer-nya. Trainer-lah yang
mampu mempengaruhi, mewarnai dan menentukan
bagaimana warna training tersebut. Trainer jugalah yang menentukan training
tersebut berjalan, suasana serta bagaimana keterlibatan peserta dibangun. Oleh
karena itu pribadi trainer merupakan kunci keberhasilan training. Kesimpulannya
Trainer adalah orang yang membantu peserta training untuk menambah wawasan,
pengetahuan, mengubah perilaku menjadi lebih produktif dan meningkatkan
kecakapan serta ketrampilan mereka melalui kegiatan training. Dan pada dasarnya
harus mempunyai keyakinan terlebih dahulu terhadap apa yang dilakukan, dengan
begitu harapannya yang bersangkutan dapat mengerti apa yang harus dilakukan.
Berlatar
belakang dari hal itulah mengapa saya ingin menjadi seorang Trainer, karena
begitu banyak manfaat yang saya dapat untuk melatih leadership, pengetahuan serta kecakapan saya dalam berbicara di
depan publik. Pengalaman itulah yang ke
depannya dapat menambah poin plus untuk melamar pekerjaan. Karena
saya telah terlatih untuk mengahdapi suatu masalah, bercengkerama dengan orang
lain, mencoba menerima kelebihan orang lain untuk saya jadikan modal dalam perbaikan diri saya. Seperti pendapat salah
seorang praktisi hukum yakni John Dewey bahwa pentingnya penekanan belajar
lewat pengalaman (learning by doing)[2].
Karena
Kesuksesan seseorang lebih banyak ditentukan oleh soft-skillnya sehingga Kesempatan
menjalin networking dengan cepat terbuka lebar. Ada kepuasan batin yang tidak
ternilai harganya saat menjadi trainer yang dalam penerapannya dapat menambah
ilmu dan saling menularkan energy positif (semangat). Trainer bisa menjadi
teladan & bukti. Kesalahan trainer yang membuat dia jatuh adalah bahwa dia mengajarkan
sesuatu yang tidak dilakukannya. Trainer sebaiknya menjadi teladan baik saat training
maupun di luar training. Bekerja dalam team. Biasanya trainer yang bagus
bekerja dalam team dan menunjukkan teamwork yang bagus. Bahkan, bagi trainer
pemula bisa bergabung dalam tim yang sudah terpercaya untuk mempercepat
kariernya. Dari sekian manfaat yang saya utarakan di atas tadi, membuat langkah
saya semakin yakin mengapa saya sangat antusias untuk mejadi seorang trainer.
Apa
yang saya lakukan ketika menjadi trainer adalah menyusun tujuan dari training
tersebut dengan menganut sistem SMART yakni:
·
Specific
yang
berarti khusus, terbatas, jelas. Artinya bahwa training diperuntukkan siapa,
bagaiaman kondisi peserta, apakah tujuan pemberian training tersebut.
·
Measurable
yang
berarti dapat diukur secara kuantitatif. Kita tidak inginkan training sekedar
kegiatan presentasi dan selesai, diharapkan training juga bisa berdampak. Ada
baiknya diberikan evaluai guna mengukur sampai sejauh mana pemahaman dan
penyerapan akan hasil training. Pengukuran sederhana adalah berupa pre dan post test (yakni evaluai akan kemampuan atau ketrampilan peserta
sebelum dan sesudah diberikan training)
·
Achievable,
yang
dapat dicapai oleh peserta, trainer, penyelenggara berdasarkan waktu, tempat
dan fasilitas yang tersedia. Training juga dapat terselenggara dengan benar dan
wajar, peserta pun dapat paham atau terampil sesuai dengan sasaran training
yang ditetapkan.
·
Realistic
berarti
memenuhi kebutuhan training yang sebenarnya bukan hanya berdasarkan keinginan
penyelenggara atau trainer. Training secara nyata mampu memberikan kontribusi
pada individu dan pekerjaannya dan bukan sekedar wawasan di awang-awang yang
sulit dicapai atau bahkan dipahami.
·
Timebound
yang berarti waktu pencapaian tujuan dapat di
batasi, misal pelaksanaan training tentang skill A diberikan 2 hari namun hasil
praktek di lapangan akan teramati setelah 1 minggu. Training bisa diberikan
dengan batasan waktu tertentu, sehingga memudahkan pelaksanaan serta
memperkirakan waktu efektivitas penerapan hasilnya[3].
Dengan
cara-cara di atas, akan membantu saya untuk menjadi seorang trainer yang handal
dalam menghadapi peserta training yang beragam. Namun sebelum nya ada poin
pribadi dari saya sendiri yang sangat mendukung saya sebelum melaksanakan
cara-cara di atas yakni adanya “Kemauan untuk Mencoba”. Sebab kemampuan tanpa
ada kemauan hanya akan menjadi mimpi, sedangkan kemauan dengan sedikit
kemampuan akan menjadi batu pijakan pertama untuk mampu menjadi seorang
trainer. Saya akan mengikuti aspirasi, inspirasi dan semangat dari dalam diri
saya sendiri untuk menjadi seorang Trainer yang handal.
Aspirasi,
inspirasi dan semangat atau idealisme
ini, memiliki nuansa yang lebih tinggi dari sekedar kebutuhan dasar. Inilah
yang jika kita resapi dengan baik dan penuh kesadaran, akan menempatkan diri
dan kehidupan kita menjadi lebih alamiah, sesuai pertumbuhan usia, sesuai
perkembangan kedewasaan dan kebijaksanaan kita yang masing-masing nya memiliki
kebutuhan yang berbeda-beda. Kesadaran ini, akan mengaktivasi bergulirnya
spiral besar kehidupan.
Kuncinya
adalah terus belajar dan tetap belajar. Semakin kita belajar semakin kita
memperkaya khasanah kehidupan. Semakin kaya kita akan khasanah kehidupan, maka
kehidupan akan semakin meminta kita untuk berbagi dan mengaktualisasi diri.
Beginilah hukum kehidupan. Diri kita adalah gerbang pelaluan, apa-apa akan
menjadi rizki ketika ia sampai ke tempat nya. Apa yang masuk, perlu
dikeluarkan. Diri ini Cuma wadah kecil bagi kehidupan. Normalnya kita hanya
makan sehari 3 kali. Itupun harus dikeluarkan lagi, fenomena yang sma juga
berlaku untuk kebijaksanaan kehidupan, untuk ilmu dan untuk pengetahuan. Tidak
menyalurkannya ke tempat yang memerlukan, hanya akan membuat kita sakit.
Kucinya, tidak terjebak hanya untuk memenuhi
kebutuhan dasar. Jika kita paksakan, sejalan dengan usia dan tuntutan alamiah
kehidupan dengan segala kebutuhannya untuk makin dewasa dan makin bijaksana,
kita akan mulai menemukan lubang-lubang kekosongan.
Menjadi Trainer merupakan kesempatan yang sangat
berharga untuk bisa menilai dan bisa dinilai oleh orang lain tentang kinerja
kita. Adapun karakteristik seorang trainer yang umum dijumpai adalah: cerdas,
berwawasan, kreatif, inspiratif, bersemangat, empatik, menarik, antusias,
aktif, dinamis, hangat, ramah, dekat, optimis, positif, dan fun / menyenangkan.
Namun, masing-masing trainer tetap mempunyai
gaya dan kekhasan sendiri yang
menjadi personal branding-nya. Itulah yang meyakinkan saya untuk menjadi
seorang Trainer.
[1] Muhammad
Rustamadji, Dewi Gunawati Moot Court
“Membedah Peradilan Pidana dalam Kelas Pendidikan Progresif”, Surakarta, CV
Mefi Caraka, 2011,halaman 39
[2] John
Dewey, Pengalaman dan Pendidikan, Yogyakarta, Kepel Press, 2008
[3] http://www.jtanzilco.com/main/index.php/component/content/article/1-kap-news/165-menjaditraineritumudahv
Tidak ada komentar:
Posting Komentar