Selasa, 06 Januari 2015

MODEL PERLINDUNGAN HUKUM BAGI WHISTLE BLOWER DALAM PERADILAN PIDANA INDONESIA


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Saksi pengungkap atau Whistle blower telah menjadi pembicaraan yang hangat di Indonesia sejak mencuatnya kasus mafia hukum oleh Komisaris Jenderal Susno Duadji. Whistle blower sebenarnya telah lama dikenal dalam dunia internasional diantaranya adalah Amerika Serikat, Afrika Selatan, Jerman dan lain sebagainya. Negara – negara tersebut memberikan perlindungan hukum yang cukup bagi para whistle blower dalam memberikan kesaksiannya. Prioritas perlindungan yang ditentukan  adalah terkait siapa yang dapat menjadi saksi dan mendapatkan perlindungan secara hukum, fisik, maupun psikis, yaitu saksi yang sangat berguna dalam proses peradilan misalnya orang–orang yang telah mengetahui tindak pidana ataupun orang yang merasa terancam keselamatannya atas kesaksian yang telah diungkapkan.  Bentuk perlindungannya pun bermacam-macam, tidak hanya saksi saja namun juga keluarga serta harta kekayaan saksi sebagai whistle blower.
Konsep kedudukan whistle blower yang terdapat pada Amerika Serikat sudah maju. Hal tersebut terlihat dari program kualifikasi yang diadakan pemerintah Amerika Serikat demi mengklasifikasikan keurgensian kesaksian yang diberikan. Dengan klasifikasi tersebut dapat ditentukan tindakan selanjutnya berupa bentuk perlindungan yang bisa diberikan oleh negara. Tak hanya itu disediakan pula  lembaga atau komisi antara lain US Marshal Service, Bureau of Prison[1] dan badan-badan investigasi lainnya yang memberikan perhatian dan perlindungan hukum bagi para saksi dan whistle blower termasuk keluarganya juga. Perlindungan hukum bagi whistle blower dipandang sangat penting melihat kondisi mafia hukum yang tersebar di setiap tahap penegakan hukum dan bentuk perlindungan bagi whistle blower yang masih abstrak.
Di Indonesia, dari fakta yang terlihat whistle blower enggan memberikan kesaksian di muka persidangan. Hal ini karena lemahnya perlindungan hukum yang diberikan oleh negara bagi mereka dan keluarganya. Instrumen hukum yang tersedia tidak memberikan jaminan atas kedudukan whistle blower. Contoh kasus tentang lemahnya perlindungan hukum bagi whistle blower adalah kasus mafia hukum dan kasus besar lainnya di Indonesia yang diungkapkan oleh Komisaris Jenderal Susno Duadji.  Namun demikian, Komjen Susno Duadji tidak mendapat suatu perlindungan hukum khusus sebagai saksi atau whistle blower sehingga banyak fakta-fakta mafia hukum yang kemudian tidak jadi diungkapkan olehnya.
Sistem hukum di Indonesia sebenarnya sudah mengatur mengenai perlindungan saksi. Instrumen hukum Indonesia memang ada yang mengatur tentang perlindungan saksi dan korban terdapat dalam Undang-Undang No.13 Tahun 2006 tentang Perlindungan saksi dan Korban. Namun demikian, UU tersebut tidak secara khusus menjamin perlindungan bagi whistle blower sebagai saksi pengungkap yang harusnya mendapat perlindungan secara menyeluruh bahkan mungkin dibebaskan dari tindak pidana yang telah dia lakukan. KUHP dan KUHAP juga belum mengatur perlindungan secara khusus bagi whistle blower. Hak–hak saksi dalam hal ini whistle blower kurang mendapat perhatian serta tidak ada aturan baku yang mengatur mekanisme perlindungan yang konkrit bagi whistle blower. Oleh karenanya perlu adanya model perlindungan bagi whistle blower sebagai saksi pengungkap dalam sistem peradilan Indonesia.
Setidaknya ada tiga urgensi yang bisa diungkapkan pentingnya model Perlindungan hukum bagi whistle blower dalam sistem peradilan Indonesia. Ketiga urgensi tersebut antara lain adalah sebagai berikut.
Pertama, Model perlindungan bagi whistle blower dalam sistem peradilan di Indonesia diperlukan karena UU yang ada belum menjamin sepenuhnya perlindungan bagi whistle blower. Undang-Undang No.13 Tahun 2006 tentang Perlindungan saksi dan Korban tidak secara khusus menjamin perlindungan bagi whistle blower sebagai saksi pengungkap yang harusnya mendapat perlindungan secara menyeluruh bahkan mungkin dibebaskan dari tindak pidana yang telah dia lakukan. Begitupun dengan KUHP dan KUHAP juga belum mengatur perlindungan secara khusus bagi whistle blower.
Kedua, Model perlindungan bagi whistle blower dalam sistem peradilan di Indonesia sangat penting untuk menjamin keselamatan bagi whistle blower dan keluarganya. Hukum nasional kurang mampu secara optimal menjangkau kepentingan para whistle blower. Penampakan secara luas bahwa whistle blower terisolasi atau tampak seperti sengaja diasingkan dari publik, biasanya whistle blower tertekan psikis karena harus berdiri dan berjuang sendiri menjaga kebenaran fakta yang dibawa. Hukum tidak bekerja secara efektif dalam menngakomodir kepentingan whistle blower, perhatian hukum yang sudah selayaknya didapatkan oleh whistle blower pun tak sampai padanya. Kesaksian yang dilakukan oleh para saksi maupun whistle blower kurang mendapat perhatian hukum.
Ketiga, model perlindungan perlindungan bagi whistle blower dalam sistem peradilan Indonesia sangat penting dalam membongkar kejahatan-kejahatan dimana kepentingan negara menghendaki hal tersebut. Peran whistle blower sebagai saksi kunci atau saksi pengungkap sangat dibutuhkan, apalagi dibongkarnya kasus-kasus besar korupsi di Indonesia berkat bantuan dari whistle blower.
Berdasarkan fakta-fakta dan urgensi perlindungan bagi whistle blower dalam sistem peradilan di Indonesia, penulis tertarik untuk mengkaji lebih lanjut permasalahan tersebut yaitu dengan mengadakan penelitian hukum dalam sebuah karya tulis yang berjudul “MODEL PERLINDUNGAN HUKUM BAGI WHISTLE BLOWER DALAM PERADILAN PIDANA INDONESIA






[1] Muhadar,dkk.Perlindungan Saksi Dan Korban Dalam Sistem Peradilan Pidana:19

Tidak ada komentar:

Posting Komentar