Jumat, 09 Januari 2015

PENYELESAIAN PELANGGARAN BERAT HAM di TIMOR-LESTE

NAMA:          RISKA EGA WARDANI
NIM:   E0010308
KELAS:         HUKUM dan HAM kelas C

PENYELESAIAN PELANGGARAN BERAT HAM di TIMOR-LESTE”
A.    Latar Belakang:
Sejumlah kasus di Timor-Timur menguak setelah pemerintah melakukan opsi penentuan masa depan Timor-timur dengan jajak pendapat yg menunjukkan sebagian besar rakyat memilih berpisah dengan rincian 438.968 pemilih: 94.388 (21,5%) memilih otonomi dan 344.580 (78,5%) memilih berpisah. Menyikapi kekerasan yg terjadi di sana, tgl 15 September 1999 DK PBB mengeluarkan resolusi no.1264 yg mengutuk tindak kekerasan seusai jajak pendapat tersebut. Resolusi tersebut memberi kan kewajiban internasional secara mandatory kepada pemerintah. Jika tidak DK PBB bisa menjatuhkan sanksi penangguhan hak-hak dan keistimewaan Indonesia sebgai anggota PBB.
B.     Korban:
KPP HAM memusatkan perhatian pada kasus-kasus utama sejak  bulan Januari-Oktober 1999 yang meliputi: pembunuhan di kompleks gereja Liquica, 6 April penculikan enam orang warga Kailako, Bobonaro 12 April, pembunuhan penduduk sipil di Bobonaro, penyerangan rumah Manuel Carrascalo, 17 April penyerangan  Diosis Dili, 5 September penyerangan rumah uskup Belo, 6 September pembakaran rumah penduduk  di Maliana, 4 September pembunuhan wartawan  Belanda Sander Thoenes, 21 September pembunuhan rombongan rohaniawan dan wartawan di Lospalos, 25 September kekerasan terhadap perempuan dan tindak pemerkosaan.
C.    Pelaku:
KPP HAM  juga telah mengidentifikasi 3 jenis pelaku terpenting sebagai penanggung jawab  rangkaian tindak kekerasan di Timor –Timur: Pertama yg ada di lapangan secara langsung yaitu para milisi, aparat TNI dan POLRI. Kedua yg bertindak pengendalian operasi lapangan adalah aparat birokrasi, Ketiga adalah pemegang tanggung jawab kebijakan keamanan termasuk para petinggi Militer. Hingga saat ini (9 Maret 2004), dari total 369 orang tersangka yang telah di dakwa SCU, 281 orang di antaranya diduga berada di luar yurisdiksi Timor Leste. Termasuk 37 anggota dan komandan militer dari TNI, empat kepala kepolisian dari Indonesia dan 60 orang anggota TNI asal Timor Leste, mantan Gubernur Timor-Timur dan lima mantan bupati.
Pelaku diantaranya: Ablilo Soares, Timbul Silaen, Herman Sedyono dkk, Eurico Guteres, Endar Priyanto, Asep Kuswani, Soedjarwo, Jajat Sudrajat, Hulman Gultom.
D.    Kategori Hak Yang Dilanggar
Hak untuk hidup dan mempertahankan kehidupannya, hak equality before law, kebebasan mengeluarkan pendapat, hak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan, hak atas perlindungan pribadi,keluarga, kehormatan, martabat dan harta benda yg di bawah kekuasaannya. Hak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yg merendahkan derajat martabat manusia, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani. Hak untuk mendapatkan kompensasi, restitusi dan rehabilitasi bagi para korban pelanggaran berat HAM.
E.     Ketentuan Hukum Yang Dilanggar
Menyimpangi UU no.26 tahun 2002 tentang Pengadilan HAM dan Peraturan Pemerintah no. 3 tahun 2002 tentang Kompensasi, Restitusi, Rehabilitasi bagi korban dan menyimpangi prinsip-prinsip Internasional mengenai hak ini yang tercantum dalam van Boven Principle yg telah diakui oleh hukum internasional.
Ditambah dengan beberapa pasal tentang HAM  pada UUD 1945 pasal 28A, 28C ayat (2), Pasal 28D ayat (1), pasal 28E ayat (3), pasal 28G ayat (1), dan ayat (2), pasal 28 I ayat (1) dan ayat (2).
F.     Elemen-Elemen Kriminal yang Terpenuhi Dalam Kasus tersebut:
Pasal 9 UU no.26 tahun 2000 salah satu perbuatan yg dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan itu ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil berupa: pembunuhan, perbudakan, pengusiran penduduk secaarra paksa,perampasan kebebasan fisik yg sewenang-wenang yg melanggar ketentuan pokok hukum Internasional, penyiksaan, perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa dll. Kejahatan apartheid, penghilangan orang secra paksa, penganiayaan thdp kelompok ttt.
G.    Proses Hukum yg dilakukan untuk menyelesaikan kasus tersebut:
DK PBB  berdasarkan kewenangan yg diatur dalam Bab VII Piagam PBB mengeluarkan Resolusi no.1272 tahun 1999mtgl 25 Oktober 1999 untuk membentuk United Nations Transitional Administration in East Timor (UNTAET)                        Kewen angan Regulation no.1 tahun 1999 tentang authorithy of the Transitional Administration in East Timur                    Regulasi no.15 tahun 2000                 Kejahatan Yurisdiksi (genosida, penyiksaan dsb.) diatur dlm bag. 1.3 Regulasi no.15/2000, Kejahatan Yurisdiksi Universal bag. 2.1 dan 2.2 Regulasi no.15/2000, Kejahatan pembunuhan dan Seksual bag. 2.3 Regulasi no.15/2000, mengadili kejahatan di Timor-Timur bag.2.4 Regulasi no.15/2000.
Pembentukan Komisi Penyelidik Pelanggaran HAM                   Perpu no.1 thn 1999 pasal 104 ayat (1) UU no.39 tahun 1999 tentang HAM yg berhak mengadili kasus pelanggaran  berat HAM adalah pengadilan HAM. Proses nya tidak hanya melibatkan jajaran militer bawahan namun juga pertanggung jawaban Para petinggi Militer lainnya.
Sejalan dengan ketentuan yg diatur dalam pasal 43 ayat (2) UU no.26 tahun 2000 maka pada tgl 23 April 2001 dikeluarkannya Keppres no.53 thun 2001 tentang Pembentukan Pengadilan HAM ad Hoc Untuk perkara pelanggaran HAM berat di Timor-Timur.
H.    DAFTAR PUSTAKA
Andrey,Sujatmoko. 2005. Tanggung Jawab Negara Atas Pelanggaran Berat HAM: Indonesia, Timor Leste dan lainnya. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia
C.de Rover.2000.To Serve and to Protect Acuan Universal Penegakan HAM. Jakarta: RajaGrafindo Persada
Majda El Multaj.2008. Dimensi-Dimensi HAM Pengurai Hak Ekonomi Sosial dan Budaya. Jakarta: RajaGrafindo Persada
UUD 1945 penerbit CV. Pustaka Agung Harapan Surabaya


Tidak ada komentar:

Posting Komentar