Kamis, 29 Januari 2015

TINJAUAN YURIDIS MENGENAI PRIVATISASI BUMN TERKAIT PEMENUHAN PASAL 33 UUD 1945 (STUDI KASUS KEPEMILIKAN SAHAM PT. TELKOM DAN PT. INDOSAT OLEH PT. TEMASEK SINGAPORE

BAB III
PEMBAHASAN

1.      TIMBULNYA PRIVATISASI BUMN DALAM KASUS KEPEMILIKAN SAHAM TELKOM DAN INDOSAT
                  Dalam kasus STT/Temasek.STT atau Singapore Technologies Telemedia menjual 40,8 persen sahamnya di PT Indosat ke Qatar Telecom (Qtel) dengan harga jauh dari saat membelinya tahun 2002. Kita seolah (terlambat) disadarkan bahwa pemerintah Megawati waktu itu menjual terlalu murah, hanya Rp 5,62 triliun untuk 41,94 persen saham Indosat ke STT dengan alasan sedang butuh uang untuk menambal APBN. Mendapat dividen sekitar 1,5 miliar dollar AS selama mengelola PT Indosat selain menyisakan 1,14 persen saham, STT juga untung hampir dua kali lipat dengan penjualan senilai 1,8 miliar dollar AS atau Rp 16,56 triliun (kurs Rp 9.200 per dollar AS).
                  Kelompok Temasek, selain mempunyai PT Indosat, juga memiliki 35 persen saham PT Telkomsel, yang sebagian didapat dari hengkangnya Koninklijke PTT—Post Telefoon en Telegraf—Nederland (KPN), ditambah penjualan saham Telkom untuk menaikkan kepemilikan saham Singapore Telecom (SingTel), anak usaha Temasek. Dari semua unit usaha telekomunikasi di Singapura atau di luar, Telkomsel menyumbang jumlah pelanggan yang paling besar, yakni 55 juta berbanding sekitar 2,5 juta pelanggan Sing.
                  Indonesia memang merupakan negara yang luas tapi sayangnya pemikiran kita tak seluas negara kita,lihat saja Telkomsel dan indosat merupakan perusahaan besar yang di miliki oleh negara kita, namun apa yang terjadi pada dua perusahaan ini mereka malah menjualkannya pada negera-negara asing,yang membuat negara kita semakin miskin dan meningkatnya pengangguran seandainya kedua perusahaan ini tidak di jual, dua perusahaan ini bisa menambah pendapatan negara kita, karena kenapa di lihat dari segi penduduknya indonesia murupakan salah satu negara yang penduduknya sangat banyak dan semuanya menggunakan handphone selular baik itu yang kaya maupun yang miskin dan harga pulsanya pun sangat mahal misalnya saja pulsa yang 5 ribu rupiah Rp6000 rupiah, dan ini merupakan harga yang sangat mahal kalau kita bandingkan dengan Malasia, Singapore, Brunei Darussalam, bahkan hampir bisa di katakan pulsa di negara mereka tidak berharga. Sungguh ironis apa yang telah di lakukan oleh bangsa kita ini sehingga menjurumuskan kita ke dalam keterperosotan yang semakin dalam. 
                        Privatisasi merupakan kebijakan yang diambil pemerintah untuk mendapatkan devisa bagi negara dengan menjual sebagian saham milik aset milik negara ke pihak lain. Kebijakan yang diatur dalam Undang-Undang No. 5 tahun 1999 ini diambil dari usulan yang diberikan oleh pemerintah sebagai upaya untuk menstabilkan kondisi keuangan dan meningkatkan devisa atau penerimaan negara. Kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah ini harus mendapat persetujuan dari DPR RI.
                        Oleh karena itu kebijakan privatisasi merupakan salah satu kebijakan ekonomi politik Indonesia yang diharapkan dapat membawa manfaat yang besar bagi Indonesia. Dalam kasus privatisasi  PT Indosat Tbk dan PT Telekomunikasi Seluler (Telkomsel) yang mendapat persetujuan DPR RI adalah penjualan sebagian saham PT Indosat Tbk dan PT Telkomsel Tbk kepada pihak luar. Sebesar 35 persen saham Telkomsel dibeli oleh Singapore Telecom (Singtel) dan sebagian saham Indosat yaitu sebesar 41,94 persen saham dibeli oleh Singapore Technologies Telemedia (STT). Akan tetapi dalam kenyataannya kedua perusahaan Singapore yang telah membeli saham PT Telkomsel Tbk dan PT Indosat Tbk adalah perusahaan-perusahaan yang ada dibawah satu perusahaan induk yaitu Temasek Holding Group Ltd Singapura. Sehingga secara tidak langsung Temasek Holding Group Ltd Singapura yang memegang lebih dari sepertiga saham memiliki kewenangan untuk mempengaruhi kebijaksanaan, strategi dan profit dari PT Indosat Tbk dan PT Telkomsel Tbk.
                  Indosat Tbk dan PT Telkomsel Tbk merupakan provider telekomunikasi terbesar di Indonesia. Kedua perusahaan tersebut memiliki cakupan pasar sekitar 80 persen dibandingkan dengan provider telekomunikasi yang lain sehingga bisa dikatakan bahwa kedua perusahaan tersebut merupakan perusahaan vital karena berhubungan langsung dengan hajat hidup orang banyak. Bila mengacu pada pasal 33 ayat 2, kepemilikan saham yang begitu besar ini jelas akan mengurangi peran pemerintah dalam mengalokasikan sumber daya publik pada masyarakat karena semakin besar pemegang saham membeli saham suatu perusahaan, maka akan semakin besar pula intervensi yang dapat ia lakukan dalam menentukan kebijakan perusahaan tersebut.

2.      KEPEMILIKAN SAHAM TELKOM DAN INDOSAT  TERKAIT PASAL 33 UUD 1945 TENTANG PEREKONOMIAN NASIONAL DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL HAJAT HIDUP ORANG BANYAK

a.      Pasal 33 UUD 1945
Pasal 33 UUD 1945 tersebut berbunyi (1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan, (2) Cabang-cabnag produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara, (3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, (4) Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional, (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang. Membaca UUD 1945 pasal 33 ini, peran penting negara sangat diperlukan secara dominan. Dengan tidak menjalankan pasal 33, terbukti telah berdampak terhadap hak-hak rakyat yang telah hilang.
Terdapat beberapa poin yang harus dicerna oleh pemerintah terkait konstitusi tersebut. Pertama, bentuk dan sistem ekonomi yang mesti dijalankan berdasarkan asas kekeluargaan. Asas kekeluargaan yang disebutkan dalam konstitusi tersebut merupakan pola asli Indonesia yang diambil dari nilai dan budaya bangsa Indonesia. Pola liberalis justru sangat bertentangan dengan karakter dan nilai budaya bangsa. Tengok saja, perusahaan-perusahaan besar yang berdiri hanya menguntungkan segilintir orang maka kesenjangan ekonomi pun terjadi. Kedua, alat produksi dan pabrik-pabrik yang menyangkut hajat hidup orang banyak mesti dikuasai oleh negara, diantaranya pabrik tekstil, baja, nikel, timah, besi, gula, pabrik lainnya, dan perkebunan. Ketiga, negara harus menguasai sumber daya alam, terutama di tingkat hulu. Menguasai berarti pengelolaan harus dipegang oleh negara tanpa melibatkan pihak asing. Pengelolan pada sektor ini jangan sampai diserahkan kepada pihak swasta, baik nasional maupun asing.
b.      Privatisasi tentang kepemilikan Saham Telkom dan Indosat
Bahwa apabila privatisasi tidak dilaksanakan, maka kepemilikan BUMN tetap di tangan pemerintah. Dengan demikian segala keuntungan maupun kerugian sepenuhnya ditanggung oleh pemerintah. Pemerintah saat krisis moneter tahun 1997,1998 berargumentasi bahwa devisit anggaran harus ditutup dengan sumber lain, bukan dari hasil penjualan BUMN. Mereka memprediksi bahwa defisit APBN juga akan terjadi pada tahun-tahun mendatang. Apabila BUMN dijual setiap tahun untuk menutup defisit APBN, suatu ketika BUMN akan habis terjual dan defisit APBN pada tahun-tahun mendatang tetap           akan terjadi.
Kontroversi privatisasi BUMN juga timbul dari pengertian privatisasi dalam Pasal 1 (12) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang BUMN yang menyebutkan: “Privatisasi adalah penjualan saham Persero, baik sebagian maupun seluruhnya, kepada pihak lain dalam rangka meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan, memperbesar manfaat bagi negara dan masyarakat, serta memperluas pemilikan saham oleh masyarakat”.
Pada pasal tersebut dijelaskan bahwa privatisasi yaitu pernjualan saham sebagian dan seluruhnya.  Kata seluruhnya inilah yang mengandung kontroversi bagi masayarakat karena apabila dijual saham Telkom dan Indosat seluruhnya kepemilikan pemerintah terhadap BUMN tersebut sudah hilang beralih menjadi milik swasta yakni PT. Temasek Singapore dan beralih namanya bukan BUMN lagi tetapi perusahaan swasta sehingga ditakutkan pelayan publik ke masyarakat akan ditinggalkan apabila dikelola oleh pihak swasta dan apabila diprivatisasi hendaknya hanya sebagian maksimal 49% dan pemerintah harus tetap sebagai pemegang saham mayoritas agar aset BUMN tidak hilang dan beralih ke swasta dan BUMN sebagai pelayan publik tetap diperankan oleh pemerintah Indonesia.
Sementara itu, pemerintah sendiri terdesak untuk melakukan privatisasi guna menutup defisit anggaran APBN. Defisit anggaran selain ditutup melalui utang luar negeri juga ditutup melalui hasil privatisasi dan setoran BPPN. Dengan demikian, seolah-olah privatisasi hanya memenuhi tujuan jangka pendek (menutup defisit anggaran) dan bukan untuk maksimalisasi nilai dalam jangka panjang.
Jika pemerintah sudah mengambil langkah kebijakan melakukan privatisasi terhadap kepemilikan saham Telkom dan Indosat, secara teknis keterlibatan negara di bidang industri strategis juga sudah tidak ada lagi dan pemerintah hanya mengawasi melalui aturan main serta etika usaha yang dibuat.
Sebagaimana metode privatisasi Telkom dan Indosat dilakukan dengan IPO dan strategis sales, maka yang membeli saham-saham baik sedikit ataupun banyak adalah investor di pasar modal apabila privatisasi dilakukan dengan cara IPO, dan investor tunggal apabila privatisasi menggunakan metode strategic sales. Investor di pasar modal maupun investor tunggal bisa berasal dari dalam negeri atau dari luar negeri. Realnya saja sekarang Saham Telkom telah di beli SingTel sebanyak 35% sedangkan saham Indosat telah dibeli STT sebanyak 39,96%.
Jadi tidak mungkin privatisasi Telkom dan Indosat akan menciptakan kepemilikan masyarakat, sebab kehidupan masyarakat sudah sangat sulit dengan mahalnya harga-harga barang pokok, pendidikan, dan kesehatan, bagaimana bisa mereka dapat berinvestasi di pasar modal. Apalagi hingga akhir tahun 2007 investor asing menguasai 60% pasar modal Indonesia sehingga memprivatisasi BUMN melalui IPO jatuhnya ke asing juga. Sedangkan investor lokal, mereka ini juga kebanyakan para kapitalis yang hanya mengejar laba, apalagi konglomerat-konglomerat yang dulu membangkrutkan Indonesia sudah banyak yang comeback.
c.       Privatisasi Telkom dan Indosat terkait Pasal 33 UUD 1945
Sementara itu, langkah-langkah kebijakan privatisasi di Indonesia selaras dengan sebuah dokumen milik Bank Dunia yang berjudul Legal Guidelines for Privatization Programs. Dalam dokumen ini terdapat panduan bagaimana pemerintah melakukan kebijakan privatisasi dengan menghilangkan persoalan hukum. Pertama, memastikan tujuan-tujuan pemerintah dan komitmen terhadap privatisasi. Kedua, amandemen undang-undang atau peraturan yang merintangi privatisasi. Ketiga, ciptakan institusi yang memiliki kewenangan dalam implimentasi privatisasi. Keempat, hindari kekosongan kewenangan kebijakan privatisasi yang dapat menyebabkan kebijakan privatisasi tidak dapat dijalankan.
Dalam dokumen USAID Strategic Plan for Indonesia 2004-2008 disebutkan bagaimana lembaga bantuan Amerika Serikat ini bersama Bank Dunia aktif terhadap permasalahan privatisasi di Indonesia. Sementara itu ADB dalam News Release yang berjudul Project Information: State-Owned Enterprise Governance and Privatization Program tanggal 4 Desember 2001, memberikan pinjaman US$ 400 juta untuk program privatisasi BUMN di Indonesia. ADB menginginkan peningkatan partisipasi sektor swasta dalam BUMN yang mereka sebut bergerak di sektor komersial. Jadi lembaga-lembaga keuangan kapitalis, negara-negara kapitalis, dan para kapitalis kalangan investor sangat berkepentingan terhadap pelaksanaan privatisasi di Indonesia. Sebaliknya rakyat Indonesia sangat tidak berkepentingan terhadap privatisasi.
 Para kapitalis ini menginginkan pemerintah Indonesia membuka ladang penjarahan bagi mereka. Mereka sebenarnya tidak mengharapkan perbaikan ekonomi dan kesejahteraan rakyat Indonesia, tapi yang mereka inginkan adalah merampok kekayaan Indonesia.
Pasal 33 UUD 1945 memberi petunjuk bahwa kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan, bukan kemakmuran orang seorang. Sebab itu cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hidup orang banyak harus dikuasai oleh negara. Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung dalam bumi adalah pokok-pokok kemakmuran rakyat. Sebab itu harus dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Penjelasan pasal 33 menyatakan bahwa hanya perusahaan yang tidak menguasai hajat hidup orang banyak boleh ditangan orang seorang. Oleh karena itu maka pengaturan privatisasi dalam sektor usaha yang berkaitan dengan kepentingan umum dan menguasai hidup orang banyak harus menggunakan paradigma konstitusi (pasal 33) dan paradigma yuridis yang sejalan dengan pasal 33 sebagai tolak ukurnya. Undang-undang privatisasi belum ada. Pengaturan privatisasi di1aksanakan sesuai Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN. Menurut Undang-undang BUMN, bahwa badan usaha yang dapat di privatisasi adalah bentuk perusahaan perseroan (Persero), sedangkan bentuk perusahaan umum (Perum) karena keberadaannya untuk melaksanakan kemanfaatan umum tidak dapat di privatisasi.
Namun tidak semua bentuk badan perseroan (Persero) boleh di privatisasi. Hal ini diketahui dari isi pasal 77 UU No. 19 tahun 2003 tentang BUMN yang menegaskan Persero yang tidak boleh di privatisasi adalah yang bidang usahanya berdasarkan ketentuan peraturan Perundang-undangan hanya boleh dikelola oleh BUMN, Persero yang begerak disektor usaha yang berkaitan dengan pertahanan dan keamanan negara.
Persero yang bergerak disektor tertentu yang oleh pemerintah diberi tugas khusus berkaitan dengan kepentingan masyarakat, dan Persero yang bergerak di bidang usaha sumber daya alam yang secara tegas berdasarkan ketentuan peraturan perundang undangan dilarang untuk di privatisasi. Sejak diberlakukan UU No. 19 tahun 2003 tentang BUMN, belum pernah diterbitkan peraturan perundang-undangan sebagai implementasi pasal 77, terkecuali melalui sinkronisasi hukum dapat dinyatakan bahwa Pasal 77 UU No. 19 tahun 2003 tentang BUMN menguatkan eksistensi dari pada UU No.1 tahun 1967 tentang penanaman modal asing (PMA). Bidang-bidang usaha yang penting bagi negara dan meguasai hajat hidup orang banyak, untuk itu tidak boleh di privatisasi di atur dalarn UU No. 1 tahun 1967 tentang PMA, sebagai berikut; Pelabuhan-pelabuhan, Produksi, Transmisi dan Distribusi Tenaga Listrik untuk Umum, Telekomunikasi, Pelayaran, Penerbangan, Air Minum, Kereta Api Umum, Pembangkit Tenaga Atom dan Media Massa. Termasuk bidang-bidang yang menduduki peranan penting dalam Pertahanan Negara, seperti : produksi senjata, mesiu, alat-alat peledak dan peralatan perang. Namun kenyataannya hal itu telah dilanggar oleh Telkom dan Indosat yang sahamnya dibeli oleh SingTel dan STT (Singapore Technologies Telemedia) yang merupakan anak perusahaan PT. Temasek Singapore, sedangkan Indonesia dirugikan dengan penjualan saham yang begitu murah yakni sebesar Rp 5,62 triliun untuk 41,94 persen saham sedangkan mereka mendapat dividen sekitar 1,5 miliar dollar AS selama mengelola PT Indosat selain menyisakan 1,14 persen saham, STT juga untung hampir dua kali lipat dengan penjualan senilai 1,8 miliar dollar AS atau Rp 16,56 triliun (kurs Rp 9.200 per dollar AS) kepada Qtel (Qatar Telecom).





















BAB IV
PENUTUP
A.       KESIMPULAN
1)      BUMN adalah salah satu amanat UUD 1945 Pasal 33 Ayat 2 : “Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara”. Jadi keberadaan BUMN ini adalah wujud tanggung jawab Negara secara langsung dalam berupaya menyejahterakan rakyatnya. Sangat mengejutkan bahwasannya pemerintah saat ini memilih untuk memprivatisasi sejumlah BUMN tanpa didahului kajian yang mendalam terutama dari sudut pandang hukum.
2)      Pelaksanaan kebijakan privatisasi BUMN diharapkan mampu mendorong pelaksanaan dan perwujudan demokrasi ekonomi di Indonesia sebagai upaya peningkatan kesejahteraan rakyat. Disamping, privatisasi mampu meningkatkan nilai perusahaan. Kendati begitu, belum optimalnya dampak privatisasi BUMN terhadap kesejahteraan rakyat disebabkan oleh dorongan privatisasi BUMN di Indonesia yang lebih mengedepankan kebutuhan untuk memenuhi defisit APBN dibandingkan kepentingan korporasi. Kasus itulah yang terjadi dalam kepemilikan saham Telkom yang telah dijual ke SingTel (Singapore Telecomunications) sehingga pemerintah hanya mempunyai saham sebesar 65% sedangkan Indosat yang telah di jual ke STT (Singapore Technologies Telemedia) sehingga pemerintah hanya mempunyai saham sebesar 14,29%. Mirisnya Keduanya merupakan anak perusahaan dari Tamasek Singapore yang pada akhirnya memonopoli perekonomian di bidang telekomunikasi Indonesia.
3)      Pelepasan sejumlah BUMN adalah sama saja mengurangi kedaulatan dan kemandirian perekonomian secara langsung maupun tak langsung. Alasan-alasan privatisasi yang umum seperti: membebani keuangan Negara karena merugi dan inefisien dan bahkan menjadi sumber tindak pidana korupsi dapat diminimalisir dengan law enforcement yang tegas. Penguasaan cabang produksi yang strategis oleh perusahaan asing hanya akan merugikan Negara dan rakyat. Idealnya diperlukan sebuah peraturan yang memproteksi BUMN. Memang disatu sisi privatisasi dapat meningkat mutu pelayanan serta berakibat timbulnya harga yang kompetitif dimata rakyat (konsumen) namun tidak sedikit pula Negara menangung kerugiannya.

B.     SARAN
1)      Privatisasi BUMN harus melalui suatu kajian yang mendalam dan komprehensif sehingga tidak mengurangi kedaulatan dan kemandirian ekonomi Indonesia
2)      Mengubah orientasi pelaksanaan program privatisasi dari berjangka pendek menjadi berjangka panjang. Artinya, pelaksanan program privatisasi tidak hanya ditujukan untuk memancing masuknya investor asing dan tercapainya target penerimaan anggaran negara, tetapi langsung diarahkan untuk membangun landasan yang kuat bagi perkembangan perekonomian nasional
3)      Segera menerbitkan UU Privatisasi yang dapat menjamin berlangsungnya proses privatisasi secara demokratis dan transparan. Dalam UU Privatisasi ini hendaknya tidak hanya diatur mengenai proses privatisasi BUMN, tetapi harus mencakup pula proses privatisasi BUMD dan harta publik lainnya. Semua itu tidak hanya diperlukan untuk melindungi kepentingan publik, tapi juga untuk memperjelas peranan negara dalam pengelolaan perekonomian nasional.
4)      Segera membubarkan kantor menteri Negara BUMN dan mengubahnya menjadi sebuah badan otonom dengan nama Badan Penyehatan dan Privatisasi BUMN (BPP-BUMN). Badan yang memiliki kedudukan sederajat dengan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) ini, tidak hanya bertugas untuk menjual BUMN, tetapi terutama didorong untuk mengutamakan peningkatan kinerja BUMN agar benar-benar bermanfaat bagi masa depan perekonomian Indonesia.



DAFTAR PUSTAKA

Buku:
1.         Abdulkadir Muhammad. Pengantar Hukum Perusahaan Indonesia. PT. Citra Adtya Bhakti. Bandung, 1995.
2.         ------------------------------. Hukum Perusahaan Indonesia. Cetakan Kedua Revisi. PT. Citra Aditya Bakti. Bandung: 2002.
3.         Mulhadi. Hukum Perusahaan ( Bentuk-bentuk badan Usaha ). Ghalia Indonesia. Bogor: 2010
4.         Sentosa Sembiring. Hukum Dagang. Citra Aditya Bakti. Bandung: 2004

Internet:
Diakses: Senin, 8 Oktober 2012. Pukul: 17.34
Diakses: Senin, 8 Oktober 2012. Pukul: 17.37
Diakses: Senin, 8 Oktober 2012. Pukul: 17.48
Diakses: Senin, 8 Oktober 2012. Pukul: 17.53
Diakses: Senin, 8 Oktober 2012. Pukul: 17.58


Tidak ada komentar:

Posting Komentar