Nama: Riska Ega Wardani
NIM: E0010308
Tugas: Resume UKD 1 Hukum Pidana Kodifikasi kelas F
PERCOBAAN/POGING
Pada
umumnya orang melakukan suatu tindak pidana itu hanya dapat dihukum, jikalau
tindak pidana itu telah seluruhnya diselesaikan, artinya semua unsur-unsur dari
tindak pidana itu telah terwujud. Maka kita dihadapkan pada sebuah permasalahan
yakni orang tersebut hanya melakukan sebagian saja dari unsur-unsur tindak
pidana itu, atau jika orang lain tersebut telah mulai melakukan tindak pidana
yang dimaksudkan, akan tetapi tidak sampai selesai.
Undang-undang
tidak memberikan perumusan apakah yang dinamakan percobaan itu, KUHP dalam
pasal 53 hanya memberikan ketentuan mengenai syarat-syarat atau unsur nya agar
percobaan pada kejahatan itu dapat dihukum. Namun diatur dalam Memorie Van Toelichting (dalam Wvs
dulu). “Percobaan untuk melakukan kejahatan dapat dihukum,jika niat orang yang
hendak berbuat itu telah nyata mulai dilakukan dan kejahatan itu tidak
diselesaikan hanyalah karena hal ikhwal yang tidak tergantung pada kemauannya
sendiri”(Soesilo,1997:76).
Buku
I tidak ada. Pasal 53 syarat/unsur hanya berlaku untuk kejahatan tindak pidana
contoh pasal 53 jo buku III KUHP. Dalam pelanggaran tidak boleh ada percobaan
pelanggaran. Pengecualian dari tindak pidana percobaan adalah
·
Pasal 184 ayat (1) tentang Percobaan
Perkelahian Tanding 1 lawan 1 Jika ada 2 orang yang melakukan perkelahian ada
yang melihat tidak di pidana.
·
Pasal 302 ayat (4) tentang percobaan
ringan terhadap hewan.
·
Pasal 351 ayat (5) tentang percobaan
penganiayaan biasa.
·
Pasal 352 ayat (2) tentang percobaan
Penganiayaan Ringan akibat dari perbuatannya korban masih bisa melakukan
aktivitas sehari-hari.
Sehingga
pasal ini digunakan sebagai pembelaan terhadap percobaan pembunuhan pasal 53 jo
338 KUHP. Contoh percobaan pembunuhan tapi terdakwa bilang ia hanya melakukan
percobaan penganiayaan. Tidak mungkin (susah diterima) tapi hakim melihat dari
alat yang digunakan (benda materiil) perbuatannya.
Percobaan Umum:
ü Assesoir
(tidak berdiri sendiri) harus ada unsur 1 dan 2. Secara formil maka harus
dibuktikan hanya ada niat dan permulaan pelaksanaan. Tidak boleh karena siapa
lalu dia mundur. Unsur ke 3 pasti kehendak dari luar pelaku. Kehendak sendiri
(mundur) tidak dipidana. Harus dibuktikan oleh jaksa.
Percobaan Khusus:
ü Makar
terhadap presiden dipidana mati. Unsur nay ada niat dan permulaan pelaksanaan.
Meski dia mundur, diketahui orang lain sudah dipidana masuk pada kejahatan pada
keamanan negara. (Pasal 104 KUHP) tanpa unsur ke 2 dan 3.
ü Permufakatan
jahat baru berhenti pada niat “2 orang /lebih rapat untuk melakukan kejahatan”
pasal 110 KUHP.
ü Perbuatan
persiapan (pasal 250, 261, 275 KUHP)
Niat pasal 110 KUHP akan dipidana
Perbuatan persiapan
Perbuatan Pelaksanaan pasal 104 KUHP
Sifat
Delik Percobaan:
·
Menurut Moeljatno percobaan adalah
sebagai Tadbestandqusdeh nungsgrond
Bahwa percobaan
adalah merupakan delik tersendiri delictum
sui generis yakni memperluas dapat dipidananya perbuatan (Tindak Pidana
Sempurna). Delik yang selesai, penuh, utuh. Sistem hukum Indonesia menggunakan
ini, cukup diatur dalam 1 pasal dan dapat dihubungkan dengan pasal lain sesuai
apa yang dituju oleh pelaku.
Misalnya
mencoba mencuri yang diancam dengan pasal 362 jo 53 ini adalah merupakan delik
tersendiri yang terdiri dan dirumuskan dalam 2 pasal. Jadi disamping delik
selesai di dalam pasal 362,ada delik lain yaitu delik percobaan melakukan
pencurian. Menurut Moeljatno percobaan mencuri merupakan satu kesatuan yang
bulat dan lengkap. Justru karena seseorang memenuhi semua unsur perbuatan
pidana maka ia dipidana. Dengan demikian pendirian ini meluaskan jenis tindak
pidana. Alasan Moeljatno memasukkan percobaan sebagai delik tersendiri adalah:
1. Pada
dasarnya seseorang itu dipidanan karena melakukan suatu delik.
2. Dalam
hukum adat tidak dikenal adanya delik percobaan, yang ada hanya delik selesai.
Contoh si A mau memperkosa namun hakim menjatuhinya dengan alasan pelecehan
seksual.
3. Percobaan
itu isinya niat, permulaan pelaksanaan, tidak selesainya perbuatan bukan atas
kehendak sendiri. Tetapi untuk pasal-pasal tertentu baru terbatas pada niat dan
permulaan pelaksanaan, delik dianggap sudah selesai. Contoh pasal 104, pasal
106, pasal 110 KUHP stressing pada perbuatan.
·
Percobaan sebagai Strafausdehnungs grond artinya memperluas dipidananya seseorang (Strafbaarheind)
Bahwa seseorang
yang melakukan percobaan untuk suatu perbuatan pidana meskipun ia tidak
memenuhi semua unsur perbuatan pidana ia dihukum karena telah memenuhi rumusan
pasal 53 KUHP (Tindak Pidana Tidak Sempurna). Memandang percobaan kejahatan itu
sebagai delik tidak utuh atau delik yang tidak berdiri sendiri. Konsekuensi nya
tiap-tiap pasal harus mengatur tindak pidananya sendiri.
Alasan
Pemidanaan Percobaan:
Subyektif:
orang nya yang berbahaya. Sedangkan Obyektif: perbuatannya yang berbahaya. KUHP
menggunakan keduanya (campuran) Pasal 53 ayat 1 orang dan perbuatannya
sama-sama berbahaya karena ada unsur niat subyektif dan obyektif.
Unsur-Unsur Delik
Percobaan:
Yang
dirumuskan dalam pasal 53 ayat (1) KUHP syarat atau unsur bukan definisi
adalah:
·
Niat
Untuk melakukan
perbuatan yang oleh UU ditentukan sebagai kejahatan, karena itu percobaan tidak
mungkin ada pada delik culpos, pun tak ada pada pelanggaran, dimana dikenakan
karena hanya ada perbuatan saja dengan tidak menghiraukan apakah kehendak nya
itu ditujukan pada perbuatan itu atau tidak. Jika percobaan mampu, maka sengaja
ini meliputi 3 bentuk yakni niat=sengaja=opzet
(maksud, sadar kepastian, sadar kemungkinan).
Contoh
A B (Mengaborsi) namun B
tidak mati
Ketahuan si C, maka aborsi “sasaran/obyek”
C
Contoh:
A B (Meracuni) B tidak mati
karena ketahuan C (pasal 53 ayat 1 KUHP) racun tersebut “alat yang digunakan”.
Contoh:
A B
C (Membunuh) B tapi di rumah ada C.
Maka A ke B maksud sedangkan A ke C sadar kepastian.
Contoh:
A B
(Mengirimi kue beracun)
Tapi
ada C
D C A membunuh sengaja dengan maksud B, dengan sadar kemungkinan
C, karena C belum tentu makan.
ü Niat
= percobaan mampu = sengaja dalam arti luas meliputi 3 hal tersebut.
ü Sedangkan niat = percobaan tidak mampu = unsur
melawan hukum Subyektif (berhenti pada dirinya sendirinya), Obyektif (melanggar
UU, peraturan).
·
Permulaan Pelaksanaan
Terdapat batas antara perbuatan
persiapan dan perbuatan pelaksanaan.
Perbuatan Persiapan
yakni sebelum mengarah pada timbulnya delik. Contoh: 1. A berjalan ke toko B
2. A pergi ke rumah B
3. A berbicara dengan B
4. A membubuhkan racun pada B
1,2,3 disebut perbuatan
persiapan dan hal itu tidak bisa dikriminalisasi.
Perbuatan Pelaksanaan
yakni
ü Obyektif
materiil
Delik
Formil sudah melakukan perbuatan sesuai apa yang dirumuskan sesuai delik pasal
itu. (apa yang ada dalam peraturan per-UU an)
Contoh pasal 362—pencurian—unsur(mengambil)
seseorang yang mengambil atau memegang barang milik orang lain.
Delik Materiil sudah
melakukan perbuatan dan mengarah pada akibat yang ditimbulkan (apa yang menjadi
kenyataan).
Contoh pasal
351--penganiayaan seseorang yang perbuatannya sudah berpotensi menimbulkan
akibat yang dilarang.
ü Obyek
Formil
Delik merupakan
serangkaian perbuatan, apapun perbuatan yang telah dilakukan permulaan pelaksanaan.
Syarat-syarat perbuatan pelaksanaan
menurut Moeljatno:
1. Yang
secara subyektif tidak ada keragu-raguan lagi delik mana yang diniatkan oleh si
pembuat.
2. Secara
subyektif mendekatkan pada suatu kejahatan sedang
3. Perbuatan
itu sendiri bersifat melawan hukum.
Bila
salah satu syarat itu tidak ada maka tidak ada perbuatan pelaksanaan (Winarno Budyatmojo,10:2009)
·
Tidak selesainya Perbuatan Bukan
Kehendak Sendiri
ü Ada
penghalang fisik obyek dan alat. Contoh si A----B racun dengan dosis yang
berbeda
ü Akan
adanya pengahalang fisik. Contoh gerak-geriknya mencurigakan, baru langsung
ditangkap. Takut akan segera diketahui.
ü Penghalang
yang ada pada obyek. Contoh si A----mencuri brankas nya kosong atau nyawa si B
tetapi si B sudah wafat.
Mundur
diri sendiri
ü Sukarela
yaitu jika menurut terdakwa. Ia masih
dapat meneruskan, tapi ia tidak mau meneruskannya.
Percobaan
tidak lengkap jika kelakuan yang diperlukan untuk kejahatan belum semua
dilaksanakan karena penghalang dari luar atau karena tidak mungkinnya tindakan
itu dilengkapkan atau karena tindakan pengurungan yang sukarela.
Percobaan
yang lengkap yaitu jika kelakuan yang diperlukan untuk kejahatan sudah semua
dilaksanakan akan tetapi akibat tidak timbul karena penghalang dari luar atau
pengunduran diri secara sukarela.
ü Penyesalan.
MVT adanya unsur ke 3,
karena:
ü Untuk
menjamin agar orang yang mundur diri tidak dipidana
ü Dari
segi kemanfaatan, salah satu cara mencegah timbulnya kejahatan tidak memidana
orang yang telah mulai melakukan kejahatan tetapi secara sukarela mengurungkan
pelaksanaan nya.
Unsur ke 3 alasan
penghapusan penuntutan.
Mangel Am Tatbestand
Kekhilafan dalam unsur
delik (Feitelijke Dwaling)
ü Melarikan
gadis ternyata sudah cukup umur <21 tahun
ü Mencuri
barang yang ternyata miliknya sendiri. Bukan percobaan tidak mampu karena
obyeknya tidak ada---Absolut.
Ancaman Pidana
Percobaan:
ü Maksimal
Pidana Pokok kejahatan yang dimaksud dikurangi 1/3.
ü Kejahatan
yang diancam mati, seumur hidup, percobaannya diancam pidana penjara 15 tahun
penjara.
ü Ancaman
pidana tambahan sama dengan apabila kejahatan selesai.
Percobaan
Tidak Mampu
|
alat atau sarana—Relatif menurut obyektif itu
dipidana, karena kebetulan racunnya sedikit. (zatnya sama tapi dosisnya
kurang). Contoh sebenarnya itu inginnya racun tapi akhirnya gula yang
dimasukkan. (Absolut itu tidak dipidana), (Mutlak tidak bisa digunakan untuk
tindak pidana)
obyek atau sarana ---Relatif termasuk berbahaya (si
korban tahan). Contoh absolut tidak dipidana. Contoh A B (Membunuh) Ternyata
B adalah mayat karena obyek itu kosong. Contoh A C aborsi
ternyata C tidak hamil.
Kesimpulannya Subyektif semua dapat
dipidana sedangkan Obyektif secara Kasuistis, hal itu berbahaya atau tidak nya.
Percobaan Mampu
Menurut
Simons bahwa percobaan yang mampu yang membahayakan benda hukum. Tidak perlu
bahaya itu harus ternyata dalam keadaan khusus dalam mana perbuatan dilakukan.
Menurut
Pompe bahwa ada percobaan mampu, jik aperbuatan atau alat yang dipakai pada
umumnya mempunyai strekking
(kecenderungan) atau menurut sifatnya mampu untuk menimbulkan delik
selesai.
Dari
pandangan Simons dan Pompe ternyata ukuran yang digunakan untuk pembatasan
yaitu:
1. Dengan
menggunakan hubungan kausal yang Generaliserend.(abstrak
pada umumnya)
2. Keadaan
konkrit pada waktu percobaan itu dilakukan.