3 CONTOH
PERJANJIAN BERNAMA
1. Perjanjian
Jual Beli
A.
Pengertian Jual Beli
Perjanjian jual beli adalah suatu persetujuan, dengan mana pihak yang satu mengikatkan
dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan dan pihak yang lain bersedia
untuk membayar harga yang telah diperjanjikan (Pasal 1457 KUHPerdata)
B.
Unsur - Unsur Perjanjian Jual Beli
a. adanya subjek hukum, yaitu penjual dan pembeli
b. adanya kesepakatan antara penjual dan pembeli tentang
barang dan harga
c. adanya hak dan kewajiban yang timbul antara pihak penjual
dan pembeli.
C.
Objek Perjanjian Jual Beli
Obyek dari perjanjian jual beli adalah barang-barang tertentu yang dapat
ditentukan wujud dan jumlahnya serta tidak dilarang menurut hukum yang berlaku
untuk diperjualbelikan. Perjanjian jual beli telah sah mengikat apabila kedua
belah pihak telah mencapai kata sepakat tentang barang dan harga meski barang
tersebut belum diserahkan maupun harganya belum dibayarkan (Pasal 1458 KUHPerdata)
D.
Kewajiban di dalam Perjanjian Jual Beli
1)
Kewajiban
Penjual
Bagi pihak penjual terdapat dua kewajiban utama
dalam perjanjian jual beli, diantaranya yaitu :
a.
Menyerahkan hak milik atas barang yang
diperjual belikan. Kewajiban menyerahkan hak milik meliputi segala perbuatan
yang menurut hukum diperlukan untuk mengalihkan hak milik atas barang (barang
bergerak, barang tetap maupun barang tak bertubuh atau piutang atau penagihan
atau claim) yang diperjual belikan itu dari si penjual kepada pembeli.
b.
Menanggung tenteram atas barang
tersebut. Kewajiban untuk menanggung kenikmatan tenteram merupakan konsekuwensi
dari pada jaminan yang oleh penjual diberikan kepada pembeli bahwa barang yang
dijual dan dilever itu adalah sungguh-sungguh miliknya sendiri yang bebas dari
sesuatu beban atau tuntutan dari sesuatu pihak. Kewajiban tersebut menemukan
realisasinya dalam kewajiban untuk memberikan penggantian kerugian jika sampai
terjadi si pembeli karena suatu gugatan pihak ke tiga.
2)
Kewajiban
Pembeli
Kewajiban pembeli adalah membayar harga pembelian
pada waktu dan ditempat sebagaimana dietapkan menurut perjanjian. Jika pada
waktu membuat perjanjian tidak ditetapkan tentang tempat dan waktu pembayaran
maka si pembeli harus memmbayar ditempat dan pada waktu dimana penyerahan
barangnya harus dilakukan (pasal 1514
KUHPerdata)
E.
Risiko dalam Perjanjian Jual Beli
Risiko adalah kewajiban memikul kerugian yang
disebabkan oleh suatu kejadian (peristiwa) diluar kesalahan salah satu pihak.
Dengan demikian maka persoalan tentang risiko itu merupakan buntut dari
persoalan tentang keadan memaksa, suatu kejadian yang tak disengaja dan tak
dapat diduga. Mengenai risiko dalam jual beli dalam KUHPerdara disebutkan ada
tiga peraturan yang terkait akan hal itu, yaitu :
a.
Mengenai barang tertentu (pasal 1460 KUHPerdata)
b.
Mengenai barang yang dijual menurut
berat, jumlah atau ukuran (pasal 1461
KUHPerdata)
c.
Mengenai barang-barang yang dijual
menurut tumpukan (pasal 1462 KUHPerdata)
Namun perlu diingat bahwa selama belum dilever
mengenai barang dari macam apa saja, resikonya masih harus dipikul oleh
penjual, yang masih merupakan pemilik sampai pada saat barang itu secara
yuridis diserahkan kepada pembeli.
F.
Jual Beli dengan Hak Membeli Kembali
Kekuasaan untuk membeli kembali barang yang telah
dijual (recht van wederinkoop, right to
repurchase) diterbitkan dari suatu perjanjian dimana si penjual diberikan
hak untuk mengambil kembali barangnya yang telah dijual, dengan mengembalikan
harga pembelian yang telah diterimanya disertai semua biaya yang telah
dikeluarkan oleh si pembeli untuk menyelenggarakan pembelian serta
penyerahannya, begitu pula biaya-biaya yang perlu untuk pembetulan-pembetulan
dan pengeluaran-pengeluaran yang menyebabkan barang yang dijual bertambah
harganya. (pasal 1519 dan 1532 KUHPerdata)
G.
Jual
Beli Piutang dan Hak - Hak Tak Berwujud
Penjualan suatu piutang meliputi segala sesuatu yang
melekat padanya seperti penanggungan , hak istimewa dan hak hipotek. Barangsiapa menjual suatu piutang atau suatu hak yang tak
berwujud lainnya, harus menanggung hak-hak itu benar ada pada waktu diserahkan
biar pun penjualan dilakukan tanpa janji penanggungan. Ia tidak bertanggung
jawab atas kemampuan debitur kecuali jika ia mengikatkan dirinya untuk itu,
tetapi dalam hak demikian pun ia hanya bertanggung jawab untuk jumlah harga
pembelian yang telah diterimanya. Ia telah berjanji untuk menanggung cukup
mampunya debitur, maka janji ini harus diartikan sebagai janji mengenai
kemampuannya pada waktu itu, dan bukan mengenai keadaan di kemudian hari
kecuali jika dengan tegas dijanjikan sebaliknya.
Barangsiapa menjual suatu warisan tanpa memberi
keterangan tentang barang demi barang, tidaklah menanggung apa-apa selain
kedudukannya sebagai ahli waris. Jika ia
menikmati hasil suatu barang atau telah menerima suatu jumlah sebesar suatu
piutang yang termasuk warisan tersebut, ataupun telah menjual beberapa barang
dari harta peninggalan itu maka ia diwajibkan untuk menggantinya jika tidak
dengan tegas diperjanjikan lain. Sebaliknya,
pembeli diwajibkan mengganti kepada penjual itu segala sesuatu yang oleh orang
itu telah dikeluarkan untuk membayar utang-utang dan orang yang memegang suatu
piutang terhadap warisan itu, kecuali jika diperjanjikan sebaliknya. Bila
sebelum penyerahan suatu piutang yang telah dijual, debitur membayar utangnya
kepada penjual, maka hal itu cukup untuk membebaskan debitur.
2. Perjanjian Sewa Menyewa
A.
Pengertian sewa menyewa
Perjanjian sewa-menyewa adalah suatu persetujuan, dengan mana pihak yang
satu mengikatkan dirinya untuk memberikan kenikmatan dari sesuatu barang kepada
pihak lain selama waktu tertentu, dan dengan pembayaran suatu harga yang
disanggupi oleh pihak yang terakhir itu (Pasal
1548 KUH Perdata).
Definisi lainnya menyebutkan bahwa perjanjian sewa-menyewa adalah "persetujuan
untuk pemakaian sementara suatu benda, baik bergerak maupun tidak bergerak,
dengan pembayaran suatu harga tertentu." (Algra, dkk., 1983: 199)
Pada dasarnya sewa menyewa dilakukan untuk waktu tertentu, sedangkan sewa menyewa
tanpa waktu tertentu tidak diperkenankan. Persewaan tidak berakhir dengan
meninggalnya orang yang menyewakan atau penyewa. Begitu juga karena barang yang
disewakan dipindahtangankan. Di sini berlaku asas bahwa jual beli tidak
memutuskan sewa-menyewa.
B.
Unsur-unsur perjanjian sewa-menyewa
1.
adanya pihak yang menyewakan dan pihak penyewa,
2.
adanya konsensus antara kedua belah pihak,
3.
adanya objek sewa-menyewa, yaitu barang, baik barang
bergerak maupun tidak bergerak,
4.
adanya kewajiban dari pihak yang menyewakan untuk
menyerahkan kenikmatan kepada pihak penyewa atas suatu benda, dan
5.
adanya kewajiban dari penyewa untuk menyerahkan uang
pembayaran kepada pihak yang menyewakan.
C.
Subjek dan Objek
Sewa-Menyewa
Pihak yang terlibat dalam perjanjian sewa-menyewa adalah pihak yang
menyewakan dan pihak penyewa. Pihak yang menyewakan adalah orang atau badan
hukum yang menyewakan barang atau benda kepada pihak penyewa, sedangkan pihak
penyewa adalah orang atau badan hukum yang menyewa barang atau benda dari pihak
yang menyewakan.
Yang menjadi objek dalam perjanjian sewa-menyewa adalah barang dan harga.
Dengan syarat barang yang disewakan adalah barang yang halal, artinya tidak
bertentangan dengan undang-undang, ketertiban, dan kesusilaan.
D.
Kewajiban di dalam Perjanjian Sewa Menyewa
1)
Kewajiban pihak yang menyewakan, antara
lain :
a.
Menyerahkan barang yang disewakan kepada
si penyewa
b.
Memelihara barang yangdisewakan
sedemikian hingga itu dapat dipakai untuk keperluan yang dimaksudkan.
c.
Memberikan keapada si penyewa kenkmatan
tenteram dari barang yang diseakan selama berlangsungnya persewaan.
2)
Kewajiban penyewa, antara lain :
a.
Memakai barang yang disewa sesuai dengan
tujuan yang diberikan kepada barang itu menurut perjanjian sewanya.
b.
Membayar harga sewa pada waktu-waktu
yang telah ditentukan menurut pejanjian.
E.
Risiko dalam Perjanjian Sewa Menyewa
Menurut pasal 1553 KUHPerdata, jika
selama waktu sewa, barang yang disewakan sama sekali musnah karena suatu
kejadian yang tak disengaja, maka persetujuan sewa demi hukum. Jika barangnya
hanya sebagian musnah, si penyewa dapat memilih menurut keadaan, apakah ia akan
meminta bahkan pembatalan persetujuan sewa tetapi tidak dalam satu hari dari
kedua hal itupun ia berhak atas suatu ganti rugi.
F.
Bentuk dan Substansi
Perjanjian Sewa Menyewa
Di dalam KUHPerdata tidak ditentukan secara tegas tentang bentuk perjanjian
sewa menyewa yang dibuat oleh para pihak. Oleh karena itu, perjanjian sewa menyewa
dapat dibuat dalam bentuk tertulis dan lisan. Dalam perjanjian sewa menyewa
bangunan, khususnya dalam praktik dibuat dalam bentuk tertulis dan isi
perjanjian itu telah dirumuskan oleh para pihak, dan atau Notaris. Akan tetapi,
yang paling dominan dalam menentukan substansi kontrak adalah dari pihak yang
menyewakan, sehingga pihak penyewa berada pada pihak yang lemah. Dengan
demikian, semua persyaratan yang diajukan oleh pihak yang menyewakan tinggal disetujui
atau tidak oleh pihak penyewa.
3. Perjanjian Tukar Menukar
A. Perjanjian Tukar Menukar
Perjanjian tukar menukar adalah "Suatu persetujuan,
dengan mana kedua belah pihak mengikatkan dirinya untuk saling memberikan suatu
barang secara bertimbal balik sebagai suatu ganti barang lainnya." (Pasal 1451 KUH Perdata)
Algra mengartikan perjanjian tukar-menukar adalah "Suatu
perjanjian di mana pihak-pihak mengikatkan diri untuk saling memberikan benda
kepada satu sama lain." (Algra, dkk. 1983: 487). Definisi ini terlalu
singkat, karena yang ditonjolkan adalah saling memberikan benda antara satu
sama lain. Akan tetapi menurut hemat penulis, perjanjian tukar-menukar adalah
suatu perjanjian yang dibuat antara pihak yang satu dengan pihak lainnya, dalam
perjanjian itu pihak yang satu berkewajiban menyerahkan barang yang ditukar,
begitu juga pihak lainnya berhak menerima barang yang ditukar. Barang yang
ditukar oleh para pihak, dapat berupa barang bergerak maupun barang tidak
bergerak. Penyerahan barang bergerak cukup penyerahan nyata, sedangkan barang
tidak bergerak menggunakan penyerahan secara yuridis formal.
B. Unsur-unsur
perjanjian tukar menukar
a. adanya subjek
hukum,
b. adanya kesepakatan
subjek hukum,
c. adanya objek, yaitu
barang bergerak maupun tidak bergerak, dan
d. masing-masing
subjek hukum menerima barang yang menjadi objek tukar
menukar.
C. Subjek dan Objek dalam
Perjanjian Tukar Menukar
Subjek
hukum dalam perjanjian tukar menukar adalah pihak pertama dan pihak kedua.
Sedangkan yang dapat menjadi objek tukar-menukar adalah semua barang, baik
barang bergerak maupun barang yang tidak bergerak (Pasal 1542 KUH Perdata). Dengan syarat barang yang menjadi objek
tukar-menukar tidak bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum, dan
kesusilaan. Jika barang yang telah ditukarkannya ternyata membuktikan
bahwa barang yang ditukarnya bukan pernilik barang tersebut, maka pihak lain
tidak dapat memaksakan untuk menyerahkan barang yang telah ia janjikan dari
pihak sendiri, melainkan mengembalikan barang yang ia telah terimanya (Pasal 1543 KUHPerdata).
Pihak
yang telah melepaskan barang yang diterima dalam perjanjian tukar-menukar maka
ia dapat memilih, apakah ia akan menuntut penggantian biaya, rugi, dan bunga
dari pihak lawannya atau menuntut pengembalian barang yang telah ia berikan (Pasal 1544 KUHPerdata). Tuntutan itu
hanya dilakukan terhadap satu alternatif yang dipaparkan di atas, yaitu
menuntut biaya, rugi, dan bunga atau pengembalian barang. Jadi, pihak yang
menyerahkan barang tidak dapat menuntut kedua alternatif tersebut di atas.
D. Hak dan Kewajiban dalam
perjanjian Tukar-menukar
Pihak
pertama dan pihak kedua, masing-masing berkewajiban untuk menyerahkan barang
yang ditukar sedangkan haknya menerima barang yang ditukar.
E. Risiko dalam perjanjian
Tukar-menukar
Jika
barang yang menjadi objek tukar-menukar musnah di luar kesalahan salah satu
pihak maka perjanjian tukar-menukar itu menjadi gugur. Pihak yang telah
menyerahkan barang dapat menuntut kembali barang yang telah diserahkannya (Pasal 1545 KUH Perdata).
Pasal-pasal
yang mengatur tentang tukar-menukar sangat sedikit, jika dibandingkan dengan
perjanjian jual beli. Namun, di dalam ketentuan mengenai tukar-menukar
disebutkan bahwa ketentuan tentang jual beli berlaku bagi perjanjian
tukar-menukar.
Daftar Pustaka
HS, Salim. 2009 "Hukum Kontrak - Teori dan
Teknik Penyusunan Kontrak". Depok : Sinar Grafika
Internet :
http://www.indolawcenter.com/. 24
Oktober 2011. 16.12 WIB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar