PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata (B.W) yang kita warisi dari pemerintah Hindia
Belanda tidak mengenal peraturan mengenai lembaga pengangkatan anak. Hanya bagi
golongan Tionghoa yang diadakan pengaturannya secra tertulis di dalam
Staatsblaad tahun 1917 no.129. Bahwa Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Indonesia tidak membuat peraturan mengenai adopsi. Hal ini dapat dimengerti
sebab dalam B.W Netderland yang belum dirubah (sebelum Perang dunia II), materi
tersebut tidak diatur dan berdasarkan asas Konkordansi KUH Perdata Indonesia
tidak pula mengenalnya. Baru pada tahun 1956 Nederland memasukkan
ketentuan-ketentuan adopsi dalm B.W. Tetapi oleh karena antara Nederland dan
Indonesia tidak lagi terdapat hubungan Konstitusionil maka tidak ada lagi
penyesuaian Kuh Perdata Indonesia dengan B.W Nederland.
Setelah
Perang dunia II. Pemerintah Hindia Belanda, sesuai pula dengan poltik hukumnya
devide et impera membuat peraturan tertulis mengenai pengangkatan anak khusus
Tionghoa yang tidak berlaku bagi golongan Indonesia Asli. Oleh karena peraturan
tersebut berasal dari negara asing, mak ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam
pasal-pasal yang bersangkutan sejak semula adalah tidak sesuai dengan hukum
yang hidup dalam masyrakat Indonesia dan kini bahkan seluruh perangkat peraturan
dalam Staatsblaad tahun 1917 no.129 sudah tidak memadai karena tertinggal oleh
perkembangan jaman. (Sudargo
Gautama,1981:68)
Pada
mulanya pengangkatan anak (adopsi) dilakukan semata-mata untuk melanjutkan dan
mempertahankan garis keturunan atau marga, dalam suatu keluarga yang tidak
mempunyai anak kandung. Disamping itu juga untuk mempertahankan ikatan
perkawinan. Sehingga tidak terjadi perceraian. Tetapi dalam perkembangannya
kemudian sejalan dengan perkembangan masyarakat, tujuan adopsi telah berubah
menjadi untuk kesejahteraan anak. Dengan permohonan pengangkatan anak ada pihak-pihak yang
menarik banyak keuntungan yang tidak pada tempatnya, dan kurangnya pengamatan
lingkungan dapat mengakibatkan lolosnya
permohonan pengangkatan anak antar warga negara (domestic adoption) maupun pengangkatan anak oleh warga negara asing
(inter country adoption) tanpa
memperhatikan aspek kesejahteraan anak.
Dengan demikian perlu dikaji permasalahan proses pengangkatan anak oleh Warga
Negara Asing (WNA), Pengaruh pengangkatan anak Warga Negara Indonesia (WNI)
oleh Warga negara Asing (WNA) terhadap
kewarganegaraan dan agama anak yang diangkat, dan hambatan yang dihadapi oleh
Departemen Sosial dalm proses pengangkatan anak oleh Warga Negara Asing dalm
pemantauan keadaan anak yang diangkat dan jaminan hukumnya (http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol18779/urus-suratsuratnya-setahun-sidangnya-45-menit tanggal 19 Mei 2012 pukul 20.30
WIB)
Pada Agustus 2005, namanya banyak menghiasi
pemberitaan media massa nasional menyusul terbongkarnya jaringan penjualan anak
berkedok adopsi. Tristan Dowse yang bernama asli Erwin adalah salah satu
korbannya, Joseph wrga negara Irlandia yang sudah 2 tahun menjadi ekspatriat
Indonesia memiliki istri bernama Lala, asal Azerbaijan. Dia 'membuang' Tristan
yang diadopsinya pada 2001 saat bocah itu masih 2 bulan, di Panti Asuhan
Immanuel di Bogor setelah adopsi nya dilegalkan oleh Pemerintah Irlandia karena
tujuan adopsi bagi kehamilan sang istri telah berhasil. pada 28 Juli 2005,
Polda Metro Jaya berhasil membongkar sindikat penjualan bayi yang terjadi di
wilayah Ciputat, Tangerang, Banten. Dari hasil pemeriksaan terhadap tersangka,
Rosdiana dan Eretha, diketahui sedikitnya 80 balita telah dijual para tersangka
ini. Termasuk Tristan Dowse ini senilai Rp.20.000.000,00.
Kondisi pengangkatan anak seperti kasus di atas
memang telah menjadikan kekhawatiran bagi kesejahteraan anak Indonesia.
Tercatat bahwa Indonesia termasuk pemasok terbesar dalam
perdagangan anak di seluruh Asia Tenggara. Tak kurang dari 300.000 – 400.000
anak dari Indonesia diperdagangkan setiap tahun, baik dengan modus adopsi
illegal maupun dipaksa bekerja sebagai pekerja seks komersial. Padahal Indonesia pada tanggal 3 Oktober 2007
mengeluarkan Peraturan Pemerintah no. 54 tahun 2007 tentang Pelaksanaan
Pengangkatan Anak dan dimuat dalam lembaran Negara tahun 2007 no.123. Komitmen
Pemerintah untuk memberikan perlindungan terhadap anak di Indonesia ditindak
lanjuti dengan disahkannya Undang-Undang nomor 23 tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak. Hal ini bertujuan untuk dapat mencegah terjadinya
penyimpangan yang pada akhirnya dapat melindungi dan meningkatkan kesejahteraan
anak demi masa depan dan kepentingan terbaik bagi anak.
Perlunya
perspektif Hak Asasi Manusia dalm hal pengangkatann anak warga Negara Indonesia
(WNI) oleh warga negara Asing (WNA) tertuang dalam pasal 53 Undang-Undang RI
no.39 tahun 1999 ayat (1) dan ayat (2) maka sudah kewajiban pemerintah, negara
dan orang tua serta masyarakat untuk tidak menelantarkan dan wajib peduliu
terhadap hak anak tersebut dengan berupaya melakukan legalitas status identitas
anak dalm bentuk dokumen Kutipan akta kelahiran. Dengan adanya kepemilikan
dokumen hukum tersebut seorang anak merasa dihargai harkat dan martabat sebagai
makhluk ciptaan Tuhan. (Jean K.Matuankota.”Perlindungan Hukum Terhadap Anak
Angkat”.Jurnal Sasi Vol.17 no.3
Juli-September 2011)
Pengangkatan
Anak adalah suatu perbuatan hukum yang mengalihkan seorang anak dari lingkungan
kekuasaan orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas
perawatan, pendidikan dan membesarkan anak tersebut, ke dalam lingkungan
keluarga orang tua angkat. Pengangkatan anak berdasarkan Peraturan Perundang _
undangan mencakup pengangkatan anak secara langsung dan pengangkatan anak
melalui lembaga pengasuhan anak yang dilakukan melalui penetapan pengadilan
sehingga besar kemungkinan kesejahteraan dan perlindungan hukum bagi anak Warga
Negara Indonesia (WNI) oleh WNA akan berlangsung dengan maksimal sesuai dengan
tujuan asli adopsi tersebut.
Berdasarkan
fakta-fakta dan urgensi pentingnya perlindungan hukum pengangkatan anak WNI
oleh WNA tersebut maka penulis tertarik untuk mengkaji lebih lanjut dalm sebuah
makalah yang berjudul
“Perlindungan
Hukum Dalam Perspektif HAM terhadap Pengangkatan Anak (Adoptie) WNI oleh WNA
Dalam Memperoleh Kejelasan Status Hukum Melalui Pencatatan Pengangkatan Anak”
B.
Rumusan
Masalah
Guna
memberikan fokus terhadap permasalahan yang hendak dikaji dalam makalah
dimaksud, berikut adalah dua pokok pertanyaan yang coba digali oleh penulis:
1. Bagaimana
prosedur pengangkatan anak (Adoptie) WNI oleh WNA dalam memperoleh kejelasan
status hukum anak tersebut?
2. Bagaimana
korelasi antara pengangkatan Anak (Adoptie) WNI oleh WNA dengan perspektif HAM
bagi anak tersebut?
C.
Metode
Penulisan
Metode peneltian yang digunakan dalam makalah ini
adalah penelitian Yuridis Normatif yang berarti bahwa penelitian ini mengacu
dan berbasis pada analisa norma hukum dengan tujuan untuk menemukan kebenaran
berdasarkan logika keilmuan dari sisi normatifnya. Baik hukum dalam arti Law as it is written in the books (dalam
bentuk perundang-undangan) maupun hukum dalam arti law as it is decided by judge trough judicial process
(putusan-putusan pengadilan).
Penulis akan melakukan penelitian dengan melalui
berbagai bahan kepustakaan. Dalam studi kepustakaan ini diharapakan agar dapat
memberikan sudut pandang yang lebih luas mengenai adopsi atau pengangkatan anak
di indonesia.
Adapun jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dan data primer.
Untuk data sekunder dapat diperoleh melalui studi pustaka (penelitian
kepustakaan) yang bersumber dari:
a. Bahan
hukum Primer adalah bahan-bahan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat, yang berupaperaturan
perundang-undangan yaitu:
1. Undang-undang
nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak.
2. Undang-Undang
nomor 54 tahun 2007 tentang Pelaksanaan Anak.
b. Bahan
hukum Sekunder adalah bahan-bahan hukum yang erat hubungannya dengan bahan
hukum primer dan dapat menganalisis
serta memahami bahan hukum primer yaitu buku-buku, artikel ilmiah,
makalah, jurnal dan laporan penelitian. Bahan hukum sekunder tersebut terdiri
dari:
1. Prof.
Mr. Dr. Sudargo Gautama dengan judul Hukum Perdata Internasional Indonesia
2. Prof. Mr. Dr. Sudargo Gautama dengan judul
Soal-soal Hukum Perdata Internasional
3. Muderiz
Zaini, SH dengan judul Adopsi Suatu Tinjauan Dari Tiga Sistem Hukum.
4. M.Budiarto
dengan judul Penganagkatan Anak ditinjau dari Segi Hukum.
5. Abdul
Manan, M.Fauzan..2002.Pokok-Pokok Hukum Perdata.
c. Bahan
Hukum Tersier yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum
primer dan sekunder yaitu kamus
Sedangkan
dalam pengolahan data maupun analisis data yang digunakan adalah metode
kualitatif. Dimana metode ini berlandaskan atas penafsiran empirik terhadap
peristiwa yang terjadi dan berkembang di masyarakat metode ini juga
menghasilkan data deskriptif dengan menggunakan pendekatan fenomologis yang
berusaha memahami subyek dari segi pandang mereka sendiri. Dengan melakukan hal
tersebut penulis berharap dapat memperoleh pemahaman yang lebih mendalam
terhadap peristiwa yang terjadi. Semua data yang telah dikumpulkan disusun
kembali secara sistematis dan disajikan dalam bentuk makAlah yang kemudian diambil
suatu kesimpulan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
PENGERTIAN
ADOPSI
Kata
adopsi berasal dari perkataan ad (menambahakan) dan optare (memilih),
(menginginkan), jadi adopsi berarti mengambil secara sukarela seorang anak dari
orang lain sebagai anaknya sendiri.
They adopted him as their sole heir
(mereka mengadopsi anak itu sebagai satu-satunya ahli waris mereka). Webster”s
third New International Dictionary of the English Language.
Untuk
memeberikan pengertian tentang adopsi, dapat membedakannya dari dua sudut pandangan,
yaitu pengertian secara etimologi dan secara terminologi.
a.
Secara
Etimologi
Adopsi berasal dari kata “adoptie” bahasa Belanda, atau “adopt” (adoption) bahasa Inggris yang
berrati pengangkatan anak, mengangkat anak. Dalam bahasa Arab disebut “Tabanni”
yang menurut Prof. Mahmud Yunus diartikan dengan “mengambil anak angkat”
Pengertian dalam bahasa Belanda menurut
Kamus Hukum, berarti pengangkatan seorang anak untuk sebagai anak kandungnya
sendiri. Jadi disni penekananya pada persamaan status anak angkat dari hasil
pengangkatan anak sebagai anak kandung. Ini adalah pengertian secara Literlijk
yaitu (adopsi) di masukkan ke dalam bahsa Indonesia berarti anak angkat atau
mengangkat anak.
b.
Secara
Terminologi
Para ahli mengenukakan beberapa rumusan
tentang definisi adopsi (pengangkatan anak) yaitu antara lain:
Dalam
Kamus Umum Bahasa Indonesia dijumpai arti anak angkat yaitu”anak orang lain
yang diambil dan disamakan dengan anaknya sendiri”. Dalam Ensiklopedia Umum
disebutkan:
“Adopsi
adalah suatu cara untuk mengadakan hubungan antara orang tua dan anak yang
diatur dalam pengaturan perundang-undangan. Biasanya adopsi dilaksanakan untuk
mendapatkan pewaris atau untuk mendapatkan anak bagi orang tua yang tidak
beranak. Akibat dari adospi yang demikian itu ialah bahwa anak yang diadopsi
kemudian memiliki status sebagai anak kandung yang sah dengan segala hak dan
kewajiban. Sebelum melaksanakan adopsi itu calon orangtua harus memenuhi
syarat-syarat untuk benar-benar dapat menjamin kesejahteraan bagi anak.
Selanjutnya
dapat dikemukakan pendapat Hilman Hadi Kusuma S.H dalam bukunya Hukum
Perkawinan Adat;
“Anak
angkat adalah orang lain yang dianggap anak sendiri oleh orang tua angkat
dengan resmi menurut hukum adat setempat, dikarenakan tujuan untuk kelangsungan
keturunan dan atau pemeliharaan atas harta kekayaan rumah tangga”.
Azas-azas
Hukum adat, memberikan batasan sebagai berikut:
“Adopsi
(mengangkat anak) adalah suatu perbuatan pengambilan anak orang lain ke dalam
keluarga sendiri sedemikian rupa, sehingga antara orang yang memungut anak dan
anak yang dipungut itu timbul suatu hukum kekeluargaan yang sama, seperti yang
ada antara orang tua dengan anak kandungnya sendiri”.
Kemudian
Dr. Mahmud Syaltut, seperti yang dikutip secara ringkas oleh Drs.Fachtur Rahman
dalm bukunya Ilmu Waris, beliau membedakan dua macam ari anak angkat yaitu;
Pertama:
penyatuan seseorang terhadap anak yang diketahuinya bahwa ia sebagai anak orang
lain ke dalam keluarganya. Ia diperlakukan sebagai anak dalam segi kecintaan,
pemberian nafkah, pendidikan dan pelayanan dalam segala kebutuhannya, bukan
diperlakukan sebagai anak nasabnya sendiri.
Kedua:
yakni yang dipahamkan dari perkataan ‘tabanni”: (mengangkat anak secara
mutlak). Menurut syariat adat dan kebiasaan yang berlaku pada manusia. Tabanni
ialah memasukkan anak yang diketahuinya sebagai orang lain ke dalam
keluarganya, yang tidak ada pertalian nasab kepada dirinya. Sebagai anak yang
sah, tetapi mempunyai hak dan ketentuan hukum sebagai anak.
Pengertian yang dikemukakan terakhir
di atas tentang istilah anak angkat menurut pengertian Dr.Mahmud Syaltut yang
lebih tepat untuk kultur Indonesia yang mayoritas penduduknya pemeluk Islam
sebab disini tekanan pengangkatan anak adalah perlakukan sebgai anak dalam segi
kecintaan, pemberian nafkah, pendidikan dan pelayanan dalm segala kebutuhannya,
bukan diperlakukan sebgai anak nasabnya sendiri.
Sedangkan pengertian yang kedua
menurut Dr.Mahmud Syaltut tersebut persis dengan pengrtian adopsi menurut hukum
Barat, yaitu dimana arahnya lebih menekankan kepada memasukkan anak yang
diketahuinya sebagai orang lain ke dalam keluarganya dengan mendapatkan status
dan fungsi yang sama persis dengan anak kandungnya sendiri. Pengertian kedua
ini konsekuensinya sampai kepada hak untuk mendapatkan warisan dari orang
tuanya yang mengangkat dan larangan kawin dengan keluarganya, hal ini jelas
bertentangan dengan hukum islam.
Adopsi adalah suatu lembaga hukum
yang terletak di bidang Hukum Perdata khususnya Hukum Perorangan dan
Kekeluargaan Lembaga adopsi ini berbeda-beda pada negara yang satu dibandingkan
negara yang lain keanekaragaman ini menimbulkan persoalan Vorfrage (Persoalan
Pendahuluan) dan Ampassung (Penyesuaian) dalam negara-negara yang bersangkutan.
Di berbagai kebudayaan kuno,
termasuk pula dari Negara Asia, maka adopsi ini sering dianggap sebagai suatu
cara untuk melanjutkan keturunan, terutama dimana dikenal sistem pengabdian
kepada leluhur (vooroundervering), seperti misalnya di Yunani, Romawi kuno,
Jepang, Tiongkok dan lain-lain Negara Asia. Dalam sistem-sistem demikian maka
yang dapat diangkat hanya anak laki-laki dan anak angkat itu dianggap sama
seperti anak betul dari si pengangkat sendiri.
Akan tetapi kita saksikan bahwa
fungsi dari adopsi ini mengalami perubahan diberbagai negara lain. Bukan saja
orang-orang yang boleh diangkat yang berubah hingga tidak hanya anak laki yang
boleh di adopsi, tetapi anak-anak perempuan juga. Kita saksikan pula pergeseran
dalam penilaian akibat-akibat suatu adopsi, tidak lagi demikian mendalam
sehingga seratus persen dianggap sebagai anak sendiri melainkan terbatas
misalnya kepada pemeliharaan dan pendidikan.
B.
TUJUAN
ADOPSI
Menurut
Mr.Wirjono Prodjodikoro, mantan Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia ketika
masih menjabat sebagai Ketua Mahkamah Agung telah menulis sebuah prasaran dalam
kongres Ikatan Sarjana Hukum Indonesia ke-II seluruh Indonesia di Bandung yang
kemudian dimuat dalam Majalah “Hukum dan Masyrakat” pada tahun 1960 dengan
judul “Usaha Memperbaiki Hukum Warisan”. Dua hakekat kemungkinan adopsi
tersebut adalah:
1. Pengangkatan
anak yang hanya bertujuan pemeliharaan belaka dari seseorang anak orang lain
atau seperti yang terdapat dalam surat Keputusan tanggal 9 Mei 1769 dari
gubernur Jendral, pengangkatan anak semata-mata hanya bertujuan memberikan
pendidikan yang baik kepada anak yang diangkat itu, hal mana yang tidak dapat
dibenarkan oleh gubernur Jendral tersebut karena dalam praktek menimbulkan
permasalahan-permasalahan dan selisih-selisih pendapat sehubungan dengan
pewarisan, maka untuk menghilangkan semua keresahan itulah Gubernur Jendral
mengeluarkan Surat Keputusan tersebut.
2. Penganagkatan
anak yang bertujuan lebih baik daripada hanya memberikan pemeliharaan dan
pendidikan yang baik kepada anak itu sebagaiamana dikehendaki oleh surat
Keputusan Gubernur Jenderal tersebut menurut Wirjono Prodjodikoro pengangkatan
anak demi untuk disamakan atau hampir disamakan dengan anak kandung yang telah
ada atau sekiranya ada, tidak saja dalam pemeliharaan dan pendidikan saja tapi
juga soal warisan.
C.
ASPEK
YURIDIS YANG MENGATUR TENTANG ADOPSI
Dalam bab II Staatsblaad tersebut diatur
tentang pengangkatan anak yang berlaku khusus diperuntukkan bagi orang-orang
golongan Tionghoasedangkan untuk golongan pribumi Indonesia belum ada peraturan
yang mengaturnya.
Kemudian setelah zaman kemerdekaan yaitu
pada tahun 1958 dikeluarkanlah Undang-Undang no.62 tahun 1958 tentang
Kewarganegaraan Republik Indonesia. Dalam Undang-Undang tersebut, yang
berkaitan dengan pengangkatan anak dimuat dalam pasal 2 Undang-Undang tersebut
dimuat dalam Lembaran Negara tahun 1958 no.113 tambahan Lembaran Negara n0.1647
Kemudian pada tahun 1978, dilakukanlah
surat edaran Direktur Jendral Hukum dan Perundang-Undangan Departemen Kehakiman
Nomor JHA 1/12 tanggal 24 Februari 1978. Surat Edaran tersebut mengatur tentang
prosedur pengangkatan anak warga negara Indonesia oleh orang asing.
Pada tahun 1979.,dikeluarkanlah
Undang-Undang no.4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak. Dalam pasal 12
Undang-Undang tersebut ditentukan tentang motif pengangkatan anak yaitu untuk
kepentingan kesejahteraan anak. Undang-Undang no.4 tahun 1979 itu imuat dalam
Lembaga Negara tahun 1979 no.32 tambahan Lembaran Negara no.3143.
Pada tahun 1983, Mahkamah Agung
mengeluarkan Surat Edaran Mahkamah Agung RI no.6 tahun 1983. Surat edaran
tersebut merupakan penyempurnaan dari Surat Edaran Mahkamah Agung RI no.2 tahun
1979 mengenai pengangkatan anak.
Kemudian pada tanggal 22 oktober 2002,
dikeluarkanlah Undang-Undang no.23 tahun 2002 tentang perlindungan anak.
Undang-Undang no.23 tahun 2002 itu dimuat dalam lembaran negara tahun 2002
no.109.
Undang-undang ini menegaskan tentang
hak-hak anak untuk mendapatkan perlindungan hukum dalma segala aspek.
Undang-undang ini juga meletakkan kewajiban memberikan perlindungan kepada anak
berdasarkan asas-asas sebagai berikut:
·
Nondiskriminasi
·
Kepentingan yang terbaik bagi anak
·
Hak untuk hidup, kelangsungan hidup dan
perkembangan dan
·
Penghargaan terhadap pendapat anak
Dalam
Undang-Undang nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia telah dicantumkan
tentang hak anak, pelaksanaan kewajiban dan tanggung jawab orang tua, keluarga,
masyarakat, pemerintah dan negara untuk memberikan perlindungan terhadap anak.
Meskipun demikian dipandang masih sangat diperlukan suatu Undang yang khusus
mengatur mengenai perlindungan anak sebagai landasan yuridis bagi pelaksannan
kewajiban dan tanggung jawab tersebut. Dengan demikian, pembentukan
Undnag-Undang perlindungan anak harus didasarkan pada pertimbangan bahwa
perlindungan anak dalam segala aspeknya merupakan bagian dari kegiatan
pembangunan nasional, khususnya dlam memajukan kehidupan berbangsa dan
bernegara.
Dalam pelaksanaan pengangkatan anak,
kemudian pada tanggal 3 Oktober 2007 pemerintah mengeluarkan Peraturan
Pemerintah no.54 tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan anak. Peraturan
Pemerintah no.54 tahun 2007 itu dimuat dalam lemabran negara tahun 2007 no.123.
Dengan berlakunya Peraturan
Pemerintah yang mengatur tentang pelaksanaan pengangkatan anak yang berlaku
secara nasional tanpa mengesampingkan hukum positiflainnya yaitu hukum adat dan
hukum agama ini diharapkan terjadinya pengangkatan anak yang berujuan untuk
memberikan kehidupan yang lebih baik dari segala aspek kehidupan kepada anak.
Dalam rangka peningkatan kesejahteraan ank, berlakunya Peraturan Pemerintah ini
bertujuan untuk menangani permasalahan-permasalahn yang terjadi terhadap anak.
Peraturan Pemerintah ini berlaku sebagai salah satu bentuk tindak lanjut
pemerintah terhadap perlindungan dan kesejahteraan anak.
D.
CONTOH
ADOPSI DI DUNIA INTERNASIONAL
Adopsi
ini mempunyai akibat hukum yang berbeda, ada yang mempunyai kekuatan hukum yang
besar dan adapula yang agak lemah. Dalam sistem yang mempunyai akibat kuat kita
saksikan bahwa hubungan hukum dengan ayah ibu biologis sama sekali menjadi terputus
dan diganti oleh hubungan hukum antara seorang anak dan orang tua angkat.
·
NETHERLAND
Sebelum
dapat dilangsungkan , pihak orang tua yang hendak mengadoptif sudah terlebih
dahulu menjadi “wali”dari sang ank (pasal 344k sub f B.W)
·
INGGRIS
Pernah
terjadi seorang warga negara Belanda
dengan istrinya yang bipatride (Belanda-Inggris) pernah ajukan
permohonan adopsi di Netherland dari seorang ank perempuan Catherine yang
terlebih dahulu (1934) sudah memperoleh status anak sah menurut hukum Inggris
karena terhadapanya sudah dilakukan suatu “legal
adoption”. Menurut Rechtbank Amsterdam telah diterima persamaan nilai ini,
persamaan dalm intisari, satu dan yang lain oleh karena menurut sistem “legal
adoption” ini teranglah bahwa pihak orang tua bersangkutan dilimpahkan dengan
kekuasaan yan luas sebagai ibu-bapak pendidik dan pemelihara yang boleh
disamakan dengan apa yang dinamakan perwalian dalam sistem perdata Belanda.
·
CEKOSLOWAKIA
Dalam
catatan Kollewijn cara pemasrahan ini memang merupakan adopsi menurut hukum
yang berlaku di Cekoslovakia. Bilamana halnya demikian, maka beliau condong
untuk menerima bahwa, sesuai dengan pertimbangan hakim amsterdam dalam perkara
adopsi Inggris tersebut di atas, dapat dipandang syarat perwalian menurut B.W
terpenuhi adanya.
·
SINGAPURA
Berkenaan
dengan adopsi ini menarik pula keputusan Kantongerecht
Haarlem tahun 1960 mengenai permohonan supaya diangkat sebagai “wali” oleh
suami istri Beland, yang telah mengadoptir seorang anak British subject di
Singapura menurut hukum Singapura dengan bantuan pengawasan dari “The High Court of the Colony of Singapore”.
Karena sudah ada perwalian atau “gezag” atas anak belum dewasa bersangkutan
menurut hukum nasional yang berlaku baginya, maka tidak perlu untuk mengangkat
wali lagi. Hakim berpendapat bahwa kesimpulan ini adalah sesuai dengan “Redelijke wetstoepassing”. Offerhaus
melihat adanya “aanpassing” kepada
hukum asing yang melalui jalan interpretasi peraturan hukum (wetsinterpretatie). Hal ini sesuai
dengan perwalian menurut pasal 344 sub 7 B.W (Sudargo Gautam.1998:86)
DAFTAR PUSTAKA
Jurnal:
Jean K.Matuankota.”Perlindungan
Hukum Terhadap Anak Angkat”.Jurnal Sasi
Vol.17 no.3 Juli-September 2011
Buku:
Abdul Manan,
M.Fauzan..2002.Pokok-Pokok Hukum Perdata.Jakarta:RajaGrafindo
Persada
Sudargo Gautama.1981.Soal-Soal Aktual Hukum Perdata Internasional.Jakarta:Bandung Alumni
Sudargo
Gautama.1993.Hukum Perdata Internasional
Indonesia.Jakarta:Bandung Alumni
Sudargo
Gautama.1998.Hukum Perdata Internasional
Indonesia.Bandung:Bandung Alumni
Internet:
www.wikipedia.com
diakses pada tanggal 19 Mei 2012 pukul 20.08 WIB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar