USULAN
PROGRAM KREATIFITAS MAHASISWA
JUDUL
PROGRAM
REKONSTRUKSI KEBIJAKAN TERHADAP TENAGA KERJA DIFFERENT ABILITY MELALUI PENGUATAN
PERDA DAN PEMBENTUKAN KOMISI ADVOKASI
(Studi Kasus Perusahaan Kulit Magetan, Jawa Timur)
BIDANG KEGIATAN
PKM
GAGASAN TERTULIS (PKM-GT)
Diusulkan Oleh :
Novi
Dharmawati E0010254 Angkatan 2010
Prihastya Rosadiati E0010272
Angkatan 2010
Punto Aditya Wardana E0010273
Angkatan 2010
Riska Ega Wardani E0010308
Angkatan 2010
UNIVERSITAS SEBELAS
MARET
SURAKARTA
2013
HALAMAN
PENGESAHAN
Judul Kegiatan : REKONSTRUKSI KEBIJAKAN
TERHADAP TENAGA KERJA DIFFERENT ABILITY MELALUI
PENGUATAN PERDA DAN PEMBENTUKAN KOMISI ADVOKASI (Studi Kasus Perusahaan Kulit
Magetan, Jawa Timur)
1.
Bidang Kegiatan : PKM-GT
2. Ketua
Pelaksana Kegiatan
a. Nama
Lengkap : Riska
Ega Wardani
b. NIM : E0010308
d. Semester : 6
(enam)
e. Perguruan
Tinggi : Universitas Sebelas Maret Surakarta
f.
Alamat / HP : Selorejo
no.33 02/01 Kawedanan, Magetan Jawa Timur 63382
g. e-mail :
Naota.Cathchy@gmail.com
3. Anggota Pelaksana Kegiatan : 2 orang
4. Dosen Pendamping
a.
Nama :
Rosita Candrakirana, SH.,M.H
b.
NIDN : 0017128402
c.
Alamat / HP : Jl.
Dr. Sutomo No.23 Rt.01/Rw.02 Kel.Penumping, Laweyan,
Surakarta/085725586888
Surakarta, 20 Februari 2013
Pembantu Dekan III
FH UNS Ketua
Pelaksana
(Hernawan
Hadi, S.H.,M.Hum) (Riska
Ega Wardani)
NIP. 19600520 198601 1 001 NIM. E0010308
Pembantu
Rektor III UNS Dosen
Pendamping
(Drs. H. Dwi Tiyanto, SU) (RositaCandrakirana,
SH.,M,H
NIP.
NIP. 19540414 19 80031 007 NIDN 0017128402
KATA
PENGANTAR
Pertama-tamakami
ucapkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa Kuasa yang telah
melimpahkanrahmatdan hidayah-Nya kepada kita semua. Sholawat dan salam
senantiasa kami haturkan kepada junjungan kami Nabi Muhammad SAW beserta
keluarga dan sahabat-sahabatnya karena atas bimbingan dan suri tauladan dari
beliau kita mendapatkan pencerahan dalam kehidupan ini, sehingga penulis dapat
menyelesaikan penulisan proposal dengan judul: “Rekonstruksi
Kebijakan Terhadap Tenaga Kerja Different
Ability Melalui Penguatan Perda dan Pembentukan Komisi Advokasi (Studi
Kasus Perusahaan Kulit Magetan, Jawa Timur)” Pada
kesempatan ini dengan rendah hati penulis bermaksud menyampaikan ucapan terima
kasih kepada ibu Rosita Candrakirana, SH.,M.H selakupembimbing yang telah
memberikan bantuan dan dorongan untuk menyelesaikan penulisan ini.
Penulis
memiliki harapan dan keyakinan bahwa tulisan inikelak akan bermanfaat, namun
penulis juga menyadari bahwa penulis ini masih jauh dari sempurna. Berbagai
masukan sangat diharapkan untuk membangun tulisan inisehingga tujuan penulisan
mampu terwujud sepenuhnya.
Surakarta,
20 Februari 2013
Penulis
DAFTAR
ISI
A. Judul
.................................................................................................................. i
B. Halaman
Pengesahan........................................................................................ ii
C. Kata
Pengantar................................................................................................. iii
D. Daftar
Isi.......................................................................................................... iv
E. Ringkasan.......................................................................................................... 1
F. Pendahuluan...................................................................................................... 1
G. Latar
Belakang............................................................................................... 1-3
H. Tujuan
dan Manfaat.......................................................................................... 3
I. Gagasan............................................................................................................. 4
J. Kondisi
Kekinian Pencetus Gagasan................................................................ 4
K. Solusi
Yang Pernah Ditawarkan Atau Diterapkan Sebelumnya
untuk Memperbaiki Keadaan Pencetus Gagasan.............................................. 5
L. Seberapa
Jauh Kondisi Kekinian Pencetus Gagasan Dapat Diperbaiki
Melalui Gagasan Yang Diajukan................................................................... 5-6
M. Pihak-Pihak
Yang Dipertimbangkan Dapat Membantu
Mengimplementasikan Gagasan dan
Uraian Peran atau Kontribusi
Masing-Masing.................................................................................................. 6
N. Langkah-Langkah
Mengimplementasikan Gagasan, Tujuan atau
Perbaikan Yang Dapat Tercapai.................................................................... 6-7
O. Kesimpulan....................................................................................................... 7
P. Daftar
Pustaka........................................................................................... 13-14
Q. Curiculum
Vitae.............................................................................................. 15
DAFTAR LAMPIRAN
A. Lampiran
1. Hasil Wawancara..................................................................... 8-11
B. Lampiran
2. Foto Hasil Wawancara................................................................ 12
RINGKASAN
Difabel
atau people with different ability merupakan istilah yang digunakan
untuk penyandang cacat fisik atau masyarakat dengan kebutuhan
khusus. Saat ini ada sekitar 22 juta orang penyandang disabilitas di Tanah Air
dengan mayoritas diantaranya berada pada usia kerja.
Di
dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 dalam pasal 10
ayat (1) dan (2) serta pada Peraturan
Pemerintah Nomor
43 Tahun 1998 telah mengatur mengenai hak dan kesempatan para diffabel untuk
dapat memperoeh kesempatan sama seperti orang biasa.
Namun kenyataan itu berbeda dengan realita yang terjadi di lapangan bahwa
baik pihak Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota maupun Organisasi Sosial Penyandang
Cacat khususnya di Jawa Timur, banyak yang belum memahami “policy” yang
baru tentang penyandang cacat, sehingga sampai saat ini belum nampak adanya
realisasi dari Undang-Undang No. 4/1997 dan PP No. 43 /1998; baik berupa PERDA maupun
dalam bentuk penerapannya.
Untuk itu yang harus dilakukan ialah
penguatan Peraturan Daerah Mengenai Kesejahteraan kaum
difabel harus dimaksimalkan mengenai Advokasi Fisik maupun non,suatu
sistem pendataan yang terstruktur, Diversifikasi peluang kerja, dan pemberdayaan tenaga kerja penyandang cacat
perlu lebih diperbanyak dan
ditingkatkan lagi, serta standar pelayanan publik yang dibuat harus mengakomodasi
seluruh kepentingan masyarakat
PENDAHULUAN
Latar
Belakang Permasalahan
Difabel
atau people with different ability merupakan istilah yang digunakan
untuk penyandang cacat fisik atau masyarakat dengan kebutuhan
khusus. Saat ini ada sekitar 22 juta orang
penyandang disabilitas di Tanah Air dengan mayoritas diantaranya berada pada
usia kerja. Data Kementerian Sosial pada
2010 menyebutkan jumlah penyandang disabilitas mencapai 11.580.117 orang. Namun
peluang kerja bagi para penyandang disabel sangat terbatas, bahkan diperkirakan
tidak sampai 50% dari jumlah total penyandang disabilitas yang bekerja secara
formal.
Pada 2011, menurut Siswadi, Ketua Umum Persatuan Penyandang Cacat
Indonesia, jumlah penyandang cacat di Indonesia berdasarkan data Depkes RI
mencapai 3,11% dari populasi penduduk atau sekitar 6,7 juta jiwa.Sementara bila
mengacu pada standar yang diterapkan Organisasi Kesehatan Dunia PBB dengan
persyaratan lebih ketat, jumlah penyandang cacat di Indonesia mencapai 10 juta
jiwa (http://www.seputarindonesia.com/edisicetak/index2.php?option=com_content&task=view&id=487863&pop=1&page=0 ,
diakses pada hari Kamis tanggal 20 Februari 2013 pukul
03.00 WIB
Padahal Para
difabel juga merupakan warga negara Republik Indonesia yang dalam Undang-Undang
Dasar 1945 dijamin untuk memiliki kedudukan, hak, kewajiban, dan peran yang
sama dengan warga negara lainnya (Suharto,
Edi, Penerapan Kebijakan Publik bagi Masyarakat dengan Kebutuhan Khusus,
Pengalaman Kementerian Sosial, disampaikan pada diskusi terbatas Pusat Kajian
Manajemen Pelayanan LAN RI di Hotel Sahira Bogor, 9-10 Oktober 2010).
Komitmen pemerintah dalam
peningkatan persamaan hak untuk memperoleh kesempatan kerja bagi setiap orang
Indonesia termasuk penyandang cacat telah tertuang dan diamanatkan dalam UUD
1945, Pasal 27 ayat 2 dan Pasal 28 D Ayat 2.
Selama ini, kebijakan-kebijakan yang
menyangkut Advokasi para penyandang cacat (disabled persons) di tempat-tempat pelayanan umum di
kota -kota besar di Indonesia, tampaknya sebagian besar masih sebatas wacana. Di
dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 dalam pasal 10
ayat (1) dan (2) tersebut dinyatakan bahwa: “Setiap kesempatan bagi penyandang
cacat dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan dilaksanakan melalui
penyediaan Advokasi”. Pasal 10 ayat (2), penyediaan dan Peraturan Pemerintah Advokasi
dimaksudkan untuk menciptakan keadaan dan lingkungan yang lebih menunjang
penyandang cacat agar dapat hidup bermasyarakat. Sedangkan dalam Peraturan
Pemerintah Nomor
43 Tahun 1998, khususnya pasal 1 (ayat 1) dengan tegas dinyatakan bahwa, sebagaimana warga masyarakat lainnya,
penyandang cacat “ berhak mempunyai
kesamaan kedudukan, hak dan kewajiban dalam berperan dan berintegrasi secara
total sesuai dengan kemampuannya dalam segala aspek kehidupan dan
penghidupannya”. Serta Pasal 11 ayat 1 dan
ayat 2 mengenai Advokasi fisik dan non fisik bagi penyandang difabel. (Anonim, 2004:37).
Dalam penerapan kebijakan mengenai kesejahteraan khususnya Advokasi
penyandang cacat tersebut pemerintah Daerah telah berupaya untuk melaksanakan
amanat sesuai kewenangan nya berdasar Undang-Undang tentang Otonomi Daerah
Nomor 32 tahun 2004 dalam suatu Peraturan Daerah, contoh di
Provinsi Yogyakarta khususnya Pemerintah Kabupaten Sleman telah menerbitkan
Perda Nomor 11 tahun 2002 tentang Penyediaan Fasilitas Pada Bangunan Umum dan
Lingkungan Difabel, di Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, khususnya di
Kota Surakarta, telah lama menerapkan Perda No. 8 tahun 1988 tentang Bangunan
di Kotamadya Surakarta yang antara lain mempersyaratkan Advokasi untuk
masyarakat difabel, di Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung nomor 10
tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Perlindungan Dan Pelayanan Kesejahteraan
Sosial Penyandang Cacat (Ferry Firdaus, Fajar Iswahyudi, “Jurnal
Analisa”, Advokasi Dalam Pelayanan Publik
Untuk Masyarakat Dengan Kebutuhan Khusus, Vol. 6, No. 3 tahun 2010 hal 4-6).
Namun kenyataan itu berbeda dengan realita yang terjadi di
lapangan bahwa baik pihak Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota maupun Organisasi
Sosial Penyandang Cacat khususnya di Jawa Timur, banyak yang belum memahami “policy”
yang baru tentang penyandang cacat, sehingga sampai saat ini belum nampak
adanya realisasi dari Undang-Undang No. 4/1997 dan PP No. 43 /1998; baik berupa
PERDA maupun dalam bentuk penerapannya pada prasarana/sarana bangunan umum di
daerah, Dinas yang paling kompeten dalam masalah Advokasi pada setiap bangunan
umum yaitu Dinas Pemukiman dan Prasarana Wilayah (Kimpraswil) dan Dinas
Pekerjaan Umum (DPU) di tiap Kabupaten/Kota; ada yang belum mengetahui
keberadaan Undang -Undang No.4/1997 dan PP No.43/1998 sehingga penanganan
Pemerintah terhadap kesejahteraan dan kesetaraan kehidupan khususnya Advokasi
kaum difabel dirasa kurang maksimal (IB.
Wirawan, “Jurnal Masyarakat Kebudayaan dan Politik”, Advokasi Penyandang Cacat Di Jawa Timur, Vol.20, No.1 tahun 2008 hal
8-9).
Oleh karena itu
perlu digagasnya suatu Komisi Advokasi
Kaum Different Ability sebagai
lembaga pengawasan eksternal dalam rumpun kesejahteraan dan kesetaraan
kehidupan kaum Difabel. Manakala komisi ini pendanaannya berasal dari APBN dan
APBD dan didasari payung hukum berupa penguatan Peraturan Daerah setiap
Provinsi, Kabupaten/Kota sehingga apa yang dibutuhkan dalam pemenuhan Advokasi
fisik maupun non fisik kaum difabel dapat terpenuhi. Satu hal yang perlu
diingat dalam komisi ini tidak melakukan pencapaian upaya sendiri melainkan
tugas dan kewenangan nya berada di bawah Dinas Sosial Tenaga Kerja dan
Transmigrasi. Mencermati permasalahan yang telah diuraikan di atas, maka
penulis tertarik menelaah lebih lanjut persoalan tersebut dalam sebuah gagasan
yang berjudul “Rekonstruksi Kebijakan Terhadap Tenaga Kerja Different Ability Melalui Penguatan
Perda dan Pembentukan Komisi Advokasi (Studi Kasus Perusahaan Kulit Magetan,
Jawa Timur)”
Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dari penulisan gagasan ini
adalah pemerintah dapat memberikan kewenangan kepada daerah untuk mengerahkan
potensi sumber daya masyarakat semakin dikembangkan karena esensi otonomi
daerah harus mampu mencukupi kebutuhannya atas dasar swadaya daerah. Demikian
halnya dalam pemberdayaan potensi penyandang cacat, tidak menutup kemungkinan
menjadi suatu paradigma baru karena disentralisasi.
Manfaat
Memberikan sumbangan pemikiran agar Pemerintah Daerah dengan kewenangannya terus mendorong berbagai
kekuatan masyarakat baik perorangan, kelompok maupun Institusi untuk selalu
mengembangkan kepeduliannya di bidang lain khususnya pengadaan Advokasi Fisik dan Non Fisik bagi kaum difabel.
Hasil nya....rahasia kami. Kembangkan kreatifitas kalian wahai para Copaster...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar