NAMA: RISKA EGA WARDANI
NIM: E0010308
KELAS: HUKUM dan HAM kelas C
“PENYELESAIAN
PELANGGARAN BERAT HAM di TIMOR-LESTE”
A. Latar Belakang:
Sejumlah kasus di
Timor-Timur menguak setelah pemerintah melakukan opsi penentuan masa depan
Timor-timur dengan jajak pendapat yg menunjukkan sebagian besar rakyat memilih
berpisah dengan rincian 438.968 pemilih: 94.388 (21,5%) memilih otonomi dan
344.580 (78,5%) memilih berpisah. Menyikapi kekerasan yg terjadi di sana, tgl
15 September 1999 DK PBB mengeluarkan resolusi no.1264 yg mengutuk tindak
kekerasan seusai jajak pendapat tersebut. Resolusi tersebut memberi kan
kewajiban internasional secara mandatory
kepada pemerintah. Jika tidak DK PBB bisa menjatuhkan sanksi penangguhan
hak-hak dan keistimewaan Indonesia sebgai anggota PBB.
B. Korban:
KPP HAM memusatkan
perhatian pada kasus-kasus utama sejak
bulan Januari-Oktober 1999 yang meliputi: pembunuhan di kompleks gereja
Liquica, 6 April penculikan enam orang warga Kailako, Bobonaro 12 April,
pembunuhan penduduk sipil di Bobonaro, penyerangan rumah Manuel Carrascalo, 17
April penyerangan Diosis Dili, 5
September penyerangan rumah uskup Belo, 6 September pembakaran rumah
penduduk di Maliana, 4 September
pembunuhan wartawan Belanda Sander
Thoenes, 21 September pembunuhan rombongan rohaniawan dan wartawan di Lospalos,
25 September kekerasan terhadap perempuan dan tindak pemerkosaan.
C. Pelaku:
KPP HAM juga telah mengidentifikasi 3 jenis pelaku
terpenting sebagai penanggung jawab
rangkaian tindak kekerasan di Timor –Timur: Pertama yg ada di lapangan secara
langsung yaitu para milisi, aparat TNI dan POLRI. Kedua yg bertindak
pengendalian operasi lapangan adalah aparat birokrasi, Ketiga adalah pemegang
tanggung jawab kebijakan keamanan termasuk para petinggi Militer. Hingga saat
ini (9 Maret 2004), dari total 369 orang tersangka yang telah di dakwa SCU, 281
orang di antaranya diduga berada di luar yurisdiksi Timor Leste. Termasuk 37
anggota dan komandan militer dari TNI, empat kepala kepolisian dari Indonesia
dan 60 orang anggota TNI asal Timor Leste, mantan Gubernur Timor-Timur dan lima
mantan bupati.
Pelaku diantaranya:
Ablilo Soares, Timbul Silaen, Herman Sedyono dkk, Eurico Guteres, Endar
Priyanto, Asep Kuswani, Soedjarwo, Jajat Sudrajat, Hulman Gultom.
D. Kategori Hak Yang Dilanggar
Hak untuk hidup dan mempertahankan
kehidupannya, hak equality before law, kebebasan mengeluarkan pendapat, hak
atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan, hak atas perlindungan
pribadi,keluarga, kehormatan, martabat dan harta benda yg di bawah
kekuasaannya. Hak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yg merendahkan
derajat martabat manusia, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani. Hak untuk
mendapatkan kompensasi, restitusi dan rehabilitasi bagi para korban pelanggaran
berat HAM.
E. Ketentuan Hukum Yang Dilanggar
Menyimpangi UU no.26
tahun 2002 tentang Pengadilan HAM dan Peraturan Pemerintah no. 3 tahun 2002
tentang Kompensasi, Restitusi, Rehabilitasi bagi korban dan menyimpangi
prinsip-prinsip Internasional mengenai hak ini yang tercantum dalam van Boven Principle yg telah diakui oleh
hukum internasional.
Ditambah dengan
beberapa pasal tentang HAM pada UUD 1945
pasal 28A, 28C ayat (2), Pasal 28D ayat (1), pasal 28E ayat (3), pasal 28G ayat
(1), dan ayat (2), pasal 28 I ayat (1) dan ayat (2).
F. Elemen-Elemen Kriminal yang
Terpenuhi Dalam Kasus tersebut:
Pasal
9 UU no.26 tahun 2000 salah satu perbuatan yg dilakukan sebagai bagian dari
serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan itu
ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil berupa: pembunuhan,
perbudakan, pengusiran penduduk secaarra paksa,perampasan kebebasan fisik yg
sewenang-wenang yg melanggar ketentuan pokok hukum Internasional, penyiksaan,
perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa dll. Kejahatan apartheid,
penghilangan orang secra paksa, penganiayaan thdp kelompok ttt.
G. Proses Hukum yg dilakukan untuk
menyelesaikan kasus tersebut:
DK PBB berdasarkan kewenangan yg diatur dalam Bab
VII Piagam PBB mengeluarkan Resolusi no.1272 tahun 1999mtgl 25 Oktober 1999
untuk membentuk United Nations
Transitional Administration in East Timor (UNTAET) Kewen angan Regulation no.1 tahun 1999 tentang authorithy of the Transitional
Administration in East Timur Regulasi
no.15 tahun 2000 Kejahatan
Yurisdiksi (genosida, penyiksaan dsb.) diatur dlm bag. 1.3 Regulasi no.15/2000,
Kejahatan Yurisdiksi Universal bag. 2.1 dan 2.2 Regulasi no.15/2000, Kejahatan pembunuhan
dan Seksual bag. 2.3 Regulasi no.15/2000, mengadili kejahatan di Timor-Timur
bag.2.4 Regulasi no.15/2000.
Pembentukan Komisi
Penyelidik Pelanggaran HAM Perpu
no.1 thn 1999 pasal 104 ayat (1) UU no.39 tahun 1999 tentang HAM yg berhak
mengadili kasus pelanggaran berat HAM adalah
pengadilan HAM. Proses nya tidak hanya melibatkan jajaran militer bawahan namun
juga pertanggung jawaban Para petinggi Militer lainnya.
Sejalan
dengan ketentuan yg diatur dalam pasal 43 ayat (2) UU no.26 tahun 2000 maka
pada tgl 23 April 2001 dikeluarkannya Keppres no.53 thun 2001 tentang
Pembentukan Pengadilan HAM ad Hoc Untuk
perkara pelanggaran HAM berat di Timor-Timur.
H. DAFTAR PUSTAKA
Andrey,Sujatmoko.
2005. Tanggung Jawab Negara Atas
Pelanggaran Berat HAM: Indonesia, Timor Leste dan lainnya. Jakarta:
Gramedia Widiasarana Indonesia
C.de
Rover.2000.To Serve and to Protect Acuan
Universal Penegakan HAM. Jakarta: RajaGrafindo Persada
Majda
El Multaj.2008. Dimensi-Dimensi HAM
Pengurai Hak Ekonomi Sosial dan Budaya. Jakarta: RajaGrafindo Persada
www.scribd.com/doc/38698814/kasus-timor-timur.repository.usu.ac.id/handle/123456789/2019
diakses pada tanggal 30 November 2011 pukul 24.00 WIB
UUD
1945 penerbit CV. Pustaka Agung Harapan Surabaya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar