BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Saksi
pengungkap atau Whistle blower telah
menjadi pembicaraan yang hangat di Indonesia sejak mencuatnya kasus mafia hukum
oleh Komisaris Jenderal Susno Duadji. Whistle
blower sebenarnya telah lama dikenal dalam dunia internasional diantaranya
adalah Amerika Serikat, Afrika Selatan, Jerman dan lain sebagainya. Negara –
negara tersebut memberikan perlindungan hukum yang cukup bagi para whistle blower dalam memberikan
kesaksiannya. Prioritas perlindungan yang ditentukan adalah terkait siapa yang dapat menjadi saksi
dan mendapatkan perlindungan secara hukum, fisik, maupun psikis, yaitu saksi
yang sangat berguna dalam proses peradilan misalnya orang–orang yang telah
mengetahui tindak pidana ataupun orang yang merasa terancam keselamatannya atas
kesaksian yang telah diungkapkan. Bentuk
perlindungannya pun bermacam-macam, tidak hanya saksi saja namun juga keluarga
serta harta kekayaan saksi sebagai whistle
blower.
Konsep
kedudukan whistle blower yang
terdapat pada Amerika Serikat sudah maju. Hal tersebut terlihat dari program
kualifikasi yang diadakan pemerintah Amerika Serikat demi mengklasifikasikan
keurgensian kesaksian yang diberikan. Dengan klasifikasi tersebut dapat
ditentukan tindakan selanjutnya berupa bentuk perlindungan yang bisa diberikan
oleh negara. Tak hanya itu disediakan pula
lembaga atau komisi antara lain US
Marshal Service, Bureau
of Prison[1]
dan badan-badan investigasi lainnya yang
memberikan perhatian dan perlindungan hukum bagi para saksi dan whistle blower termasuk keluarganya
juga. Perlindungan hukum bagi whistle blower dipandang sangat penting melihat kondisi mafia hukum yang
tersebar di setiap tahap penegakan hukum dan bentuk perlindungan bagi whistle blower yang masih abstrak.
Di
Indonesia, dari fakta yang terlihat whistle
blower enggan memberikan kesaksian di muka persidangan. Hal ini karena
lemahnya perlindungan hukum yang diberikan oleh negara bagi mereka dan
keluarganya. Instrumen hukum yang tersedia tidak memberikan jaminan atas
kedudukan whistle blower. Contoh
kasus tentang lemahnya perlindungan hukum bagi whistle blower adalah kasus mafia hukum dan kasus besar lainnya di
Indonesia yang diungkapkan oleh Komisaris Jenderal Susno Duadji. Namun demikian, Komjen Susno Duadji tidak
mendapat suatu perlindungan hukum khusus sebagai saksi atau whistle blower sehingga banyak
fakta-fakta mafia hukum yang kemudian tidak jadi diungkapkan olehnya.
Sistem hukum di Indonesia sebenarnya
sudah mengatur mengenai perlindungan saksi. Instrumen hukum Indonesia memang ada yang
mengatur tentang perlindungan saksi dan korban terdapat dalam Undang-Undang No.13 Tahun 2006 tentang
Perlindungan saksi dan Korban. Namun demikian, UU tersebut tidak secara khusus menjamin
perlindungan bagi whistle blower sebagai
saksi pengungkap yang harusnya mendapat perlindungan secara menyeluruh bahkan
mungkin dibebaskan dari tindak pidana yang telah dia lakukan. KUHP dan KUHAP juga belum mengatur perlindungan secara
khusus bagi whistle blower. Hak–hak saksi dalam hal ini whistle blower kurang mendapat perhatian serta tidak ada aturan baku yang mengatur
mekanisme perlindungan yang konkrit bagi whistle
blower. Oleh karenanya perlu adanya model perlindungan bagi whistle blower sebagai saksi pengungkap dalam sistem peradilan
Indonesia.
Setidaknya
ada tiga urgensi yang bisa diungkapkan pentingnya model Perlindungan hukum bagi whistle blower dalam sistem peradilan
Indonesia. Ketiga
urgensi tersebut antara lain adalah sebagai berikut.
Pertama, Model perlindungan
bagi whistle blower dalam sistem peradilan di Indonesia diperlukan karena UU
yang ada belum menjamin sepenuhnya perlindungan bagi whistle blower. Undang-Undang No.13 Tahun 2006 tentang
Perlindungan saksi dan Korban tidak secara khusus menjamin perlindungan bagi whistle blower sebagai saksi pengungkap
yang harusnya mendapat perlindungan secara menyeluruh bahkan mungkin dibebaskan
dari tindak pidana yang telah dia lakukan. Begitupun dengan KUHP dan KUHAP juga belum mengatur perlindungan secara
khusus bagi whistle blower.
Kedua, Model
perlindungan bagi whistle blower
dalam sistem peradilan di Indonesia sangat penting untuk menjamin keselamatan
bagi whistle blower dan keluarganya.
Hukum nasional kurang mampu secara optimal menjangkau kepentingan para whistle blower. Penampakan secara luas
bahwa whistle blower terisolasi atau
tampak seperti sengaja diasingkan dari publik, biasanya whistle blower tertekan psikis karena harus berdiri dan berjuang
sendiri menjaga kebenaran fakta yang dibawa. Hukum tidak bekerja secara efektif
dalam menngakomodir kepentingan whistle
blower, perhatian hukum yang sudah selayaknya didapatkan oleh whistle blower pun tak sampai padanya. Kesaksian yang dilakukan
oleh para saksi maupun whistle blower
kurang mendapat perhatian hukum.
Ketiga, model perlindungan perlindungan bagi whistle blower dalam sistem peradilan Indonesia sangat penting
dalam membongkar kejahatan-kejahatan dimana kepentingan negara menghendaki hal
tersebut. Peran whistle blower sebagai saksi kunci atau saksi pengungkap sangat
dibutuhkan, apalagi dibongkarnya kasus-kasus besar korupsi di Indonesia berkat bantuan dari whistle blower.
Berdasarkan
fakta-fakta dan urgensi perlindungan bagi whistle
blower dalam sistem peradilan di Indonesia, penulis tertarik untuk mengkaji
lebih lanjut permasalahan tersebut yaitu dengan mengadakan penelitian hukum
dalam sebuah karya tulis yang berjudul “MODEL PERLINDUNGAN HUKUM BAGI WHISTLE BLOWER DALAM PERADILAN PIDANA INDONESIA”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar